Bab110Rebecca terbatuk, dan membuka perlahan matanya, ketika matahari menyinari terang ke wajahnya.Langit- langit kamar, membuatnya sangat terkejut."Hah, dimana aku?" gumam Rebecca, sembari menyapu ke sekeliling ruangan dengan matanya."Dimana ini?" Rebecca mengernyit. Kemudian dia kembali dilanda syok, ketika melihat tubuhnya."Akhh, baju siapa ini? Kenapa aku pakai baju orang lain? Astaga, baju laki- laki."Rebecca merasa gelisah, ketika melihat baju kemeja yang dia gunakan. "Oh Tuhan," lirih wanita itu kembali dan berusaha bangkit dari tempat tidur.Gagang pintu kamar di putar, menampilkan sosok lelaki tampan, dengan baju kaos putih, celana pendek santai."Tuan ...." Rebecca syok dengan dada berdebar."Kau sudah bangun.""Apa yang terjadi? Mengapa aku ada di sini. Dan, siapa yang menggantikan bajuku?" Pertanyaan beruntun Rebecca layangkan, kepada Jeremy.Lelaki itu membawa nampan, berisi susu hangat dan roti bakar."Mabuk aja lagi, nggak pinter minum, tapi berani minum banyak,"
Bab111"Jangan membuat lelucuan Tuan, jika nyatanya kita senasib dalam hal percintaan," ejek Rebecca spontan, membuat wajah Jeremy memerah menahan malu."Memangnya kamu tahu apa dengan masa lalu saya," seru Jeremy."Tidak tahu sih, tapi dari perdebatan tempo itu, saya bisa mengambil kesimpulan, bahwa Anda korban pengkhianatan.""Sok tahu," ketus Jeremy. Rebecca hanya tersenyum kecil, tanpa menyahut lagi.Perjalanan menjadi hening, keduanya tengah sibuk, dengan pikiran masing- masing. Sedangkan Deslim, kini telah kembali ke kota Monarki, dengan sejuta kekecewaan membelut hatinya."Kapan aku bisa melihat lagi, Bu? Aku lelah dengan semua kegelapan ini. Bahkan, tidak ada satu pun yang bisa aku lakukan, aku ketergantungan dengan bantuan orang lain. Bukan cuma itu, tidak ada satu pun orang yang mau denganku," ucap Deslim terisak, ketika Desert memasuki kamar anaknya itu.Desert mendekat dan memeluk anak sulungnya itu. "Bersabarlah, Nak. Cepat atau lambat, kamu pasti bisa melihat lagi. Ayah
Bab112"Pulanglah," seru Jose White kepada karyawan perempuannya itu."Berani melewatiku, maka pulang tinggal nama," ancam Desert, membuat wanita itu ketakutan. Tatapan tajam membunuh dari mata Desert, membuat nyali wanita muda itu menciut."Desert, ini salahku! Jangan libatkan dia, aku yang memaksanya untuk melayaniku.""Oh ya? Apakah kamu mencintai wanita muda ini? Sehingga kamu dengan berani membelanya di depanku.""Bukan begitu! Aku hanya menjelaskan yang sebenarnya.""Tapi aku tidak percaya."Desert terus mendekat, dengan tangan mengepalkan tinju, ke arah Jose White.Plaaakkkk .... satu tamparan keras mendarat di wajah Jose White.Lelaki itu terkejut, mendapati tamparan keras dari istrinya. Seakan hilang harga dirinya, di depan wanita muda simpanannya itu.Plaaakkkk .... kembali Desert melayangkan pukulan pada pipi kanannya lagi, setelah pipi kiri menjadi tamparan pertama."Dasar brengsek! Seharusnya kamu mati saja sekalian," hardik Desert."Mengapa Anda diam saja? Wanita ini beg
Bab113"Ini gila, siapa yang membuat ide buruk begini?" tanya Jose White kesal."Aku ...." Deslim berdiri. "Memangnya sampai kapan aku harus buta begini? Aku juga ingin melihat dunia kembali, mengapa kalian begitu jahat dan tidak mengerti perasaanku.""Deslim, ayah tahu perasaanmu, bebanmu, tapi bukan berarti Mary yang harus menjadi korbannya. Dia tidak tahu apa- apa, untuk kesadaran dan kewarasan dirinya saja sudah tidak dia miliki. Haruskah kita menambah penderitaannya, dengan membuat dia buta?""Mary sudah mati jiwanya! Dia hidup di dunia lain, meski raganya masih di rumah sakit jiwa. Hidup pun tidak berguna seperti itu," cetus Deslim."Deslim, jangan keterlaluan! Biar bagaimana pun juga, Ayah tidak mengizinkan kamu ambil kedua mata adikmu.""Oh begitu! Jadi Ayah dan Ibu, lebih senang aku yang menderita dengan kebutaan ini?" "Ayah akan usahakan, agar secepatnya mendapatkan pendonor mata untuk kamu.""Aku tidak percaya lagi hal itu! Sudah cukup selama ini aku bersabar, nyatanya sel
Bab114"Aku merasa gagal menjadi orang tua, tidak kusangka, Deslim akan sekejam ini kepada kita," lirih Jose White."Dia tidak kejam! Kita lah sebagai orang tua, gagal memberikannya kebahagiaan. Hingga, membiarkannya hidup dalam penderitaan." "Maafkan aku, sebagai kepala rumah tangga, aku tidak becus membahagiakan kalian.""Sudahlah, tidak perlu kita ratapi nasib ini. Kamu hanya perlu mencari rumah sakit terbaik, agar aku bisa memberikan mata ini untuk Deslim.""Biarkan aku saja.""Jangan! Kamu harus tetap mengurus usaha kita, demi masa depan anak- anak. Biarkan aku yang melakukannya.""Aku merasa tidak sanggup, jika harus melihatmu menjadi buta.""Seperti yang aku katakan tadi. Setelah mata ini beralih tuan kepada Deslim. Maka, biarkan aku menua di Yayasan para lansia. Kamu, tidak perlu melihat dan merasa kasihan padaku, semua aku lakukan demi anak."Jose White semakin erat memeluk istrinya itu. "Tidak, aku tidak akan membiarkan kamu ke Yayasan, aku suamimu. Kita, kita akan menua be
Bab115"Apa? Meninggal?" ulang Jose White, syok."Betul, istri Anda mengalami gagal jantung, sebelum kami melakukan tindakan.""Oh Tuhan, ini tidak mungkin terjadi," lirih Jose White. "Kapan operasinya bisa di lanjutkan," tanya Deslim, membuat kedua perawat, yang berada di belakang dokter itu terkejut."Deslim," hardik Jose White. "Dasar anak durhaka kamu! Ibu kamu baru saja meninggal dunia, kamu tetap memikirkan tentang operasi mata itu. Sebaiknya kamu tetap saja buta, seperti hatimu yang sudah buta dengan rasa hormat dan kebaikan pada orang tua."Deslim berdiri dengan emosi. "Ayah jangan keterlaluan, aku telah berjuang membahagiakan kalian selama ini, jangan seperti kacang lupa kulitnya. Lagi pula, Ibu juga sudah tua, wajar jika dia mati. Cepat atau lambat, Ibu tetap akan mati."Plakkk .... tamparan keras mendarat di wajah Deslim."Dasar anak berhati batu," maki Jose White. "Urus dirimu sendiri setelah ini, Ayah akan pergi sekarang juga bersama Ibumu."Deslim memegangi pipinya yang
Bab116"Kurasa, kamu adalah sekertaris yang paling berani, berkata sekasar itu," ucap Jeremy, dengan langkah yang terus mendekati Rebecca."Maafkan saya, Tuan. Buk- bukan ...." Rebecca menghentikan ucapannya, kala tubuh Jeremy semakin mendekat. Dia sudah berusaha mundur- dan mundur, hingga tubuhnya kini tepat berada di dinding."Tamatlah aku," lirih Rebecca panik, tidak bisa kemana- mana lagi.Jeremy menatap dingin, wajah yang sedang ketakutan itu. Hingga, kini wajah keduanya sangat dekat."Kamu, berani sekali menyumpahiku," bisik Jeremy ke telinga Rebecca."Tuan, ini salah---" ucapan Rebecca kembali terhenti, ketika bibirnya tidak dapat berbicara lagi.Bibir nakal Jeremy, membungkam wanita cantik itu.Mata Rebecca melotot, kala mendapati serangan bibir yang tiba- tiba itu."Oh Tuhan, apa yang lelaki dingin ini lakukan?" Rebecca membeku, mendapatkan perlakuan Jeremy.Hingga, wanita itu tanpa sadar, menutup kedua matanya, merasakan sentuhan bibir Jeremy yang lembut.Tangan nakal lelak
Bab117Jeremy diam, sembari memandangi wajah cantik nyonya Jovanka."Saya ingin berinvestasi kepada perusahaan ini, dengan satu syarat."Memang dunia bisnis, tidak ada yang gratis, oke."Dengan senang hati, Nyonya. Tapi, apakah syaratnya itu?" Tentu saja Jeremy sangat welcome dalam hal ini. Karena bagaimana pun juga, perusahaannya memang masih sangat membutuhkan banyak dana.Perusahaan yang bergerak dibidang property dan bahan bangunan ini, tentu saja selalu mengharuskan, memiliki modal banyak untuk membuat sebuah proyek perumahan berjalan lancar."Syaratnya, menikahlah dengan putriku.""Menikah?" Jeremy tercengang, dengan syarat yang diajukan Nyonya Jovanka."Ya, menikahlah. Saya percaya, dengan ketampanan Anda, juga kebaikan hati, kalian pasti sangat cocok."Ngelag dalam sesaat, Jeremy tidak menyangka, akan mendapatkan syarat sekonyol ini."Apakah ini saya tidak salah dengar?" Kembali Jeremy bertanya, karena sulit baginya untuk percaya begitu saja."Benar, ini sangat serius! Jika ka