Bab114"Aku merasa gagal menjadi orang tua, tidak kusangka, Deslim akan sekejam ini kepada kita," lirih Jose White."Dia tidak kejam! Kita lah sebagai orang tua, gagal memberikannya kebahagiaan. Hingga, membiarkannya hidup dalam penderitaan." "Maafkan aku, sebagai kepala rumah tangga, aku tidak becus membahagiakan kalian.""Sudahlah, tidak perlu kita ratapi nasib ini. Kamu hanya perlu mencari rumah sakit terbaik, agar aku bisa memberikan mata ini untuk Deslim.""Biarkan aku saja.""Jangan! Kamu harus tetap mengurus usaha kita, demi masa depan anak- anak. Biarkan aku yang melakukannya.""Aku merasa tidak sanggup, jika harus melihatmu menjadi buta.""Seperti yang aku katakan tadi. Setelah mata ini beralih tuan kepada Deslim. Maka, biarkan aku menua di Yayasan para lansia. Kamu, tidak perlu melihat dan merasa kasihan padaku, semua aku lakukan demi anak."Jose White semakin erat memeluk istrinya itu. "Tidak, aku tidak akan membiarkan kamu ke Yayasan, aku suamimu. Kita, kita akan menua be
Bab115"Apa? Meninggal?" ulang Jose White, syok."Betul, istri Anda mengalami gagal jantung, sebelum kami melakukan tindakan.""Oh Tuhan, ini tidak mungkin terjadi," lirih Jose White. "Kapan operasinya bisa di lanjutkan," tanya Deslim, membuat kedua perawat, yang berada di belakang dokter itu terkejut."Deslim," hardik Jose White. "Dasar anak durhaka kamu! Ibu kamu baru saja meninggal dunia, kamu tetap memikirkan tentang operasi mata itu. Sebaiknya kamu tetap saja buta, seperti hatimu yang sudah buta dengan rasa hormat dan kebaikan pada orang tua."Deslim berdiri dengan emosi. "Ayah jangan keterlaluan, aku telah berjuang membahagiakan kalian selama ini, jangan seperti kacang lupa kulitnya. Lagi pula, Ibu juga sudah tua, wajar jika dia mati. Cepat atau lambat, Ibu tetap akan mati."Plakkk .... tamparan keras mendarat di wajah Deslim."Dasar anak berhati batu," maki Jose White. "Urus dirimu sendiri setelah ini, Ayah akan pergi sekarang juga bersama Ibumu."Deslim memegangi pipinya yang
Bab116"Kurasa, kamu adalah sekertaris yang paling berani, berkata sekasar itu," ucap Jeremy, dengan langkah yang terus mendekati Rebecca."Maafkan saya, Tuan. Buk- bukan ...." Rebecca menghentikan ucapannya, kala tubuh Jeremy semakin mendekat. Dia sudah berusaha mundur- dan mundur, hingga tubuhnya kini tepat berada di dinding."Tamatlah aku," lirih Rebecca panik, tidak bisa kemana- mana lagi.Jeremy menatap dingin, wajah yang sedang ketakutan itu. Hingga, kini wajah keduanya sangat dekat."Kamu, berani sekali menyumpahiku," bisik Jeremy ke telinga Rebecca."Tuan, ini salah---" ucapan Rebecca kembali terhenti, ketika bibirnya tidak dapat berbicara lagi.Bibir nakal Jeremy, membungkam wanita cantik itu.Mata Rebecca melotot, kala mendapati serangan bibir yang tiba- tiba itu."Oh Tuhan, apa yang lelaki dingin ini lakukan?" Rebecca membeku, mendapatkan perlakuan Jeremy.Hingga, wanita itu tanpa sadar, menutup kedua matanya, merasakan sentuhan bibir Jeremy yang lembut.Tangan nakal lelak
Bab117Jeremy diam, sembari memandangi wajah cantik nyonya Jovanka."Saya ingin berinvestasi kepada perusahaan ini, dengan satu syarat."Memang dunia bisnis, tidak ada yang gratis, oke."Dengan senang hati, Nyonya. Tapi, apakah syaratnya itu?" Tentu saja Jeremy sangat welcome dalam hal ini. Karena bagaimana pun juga, perusahaannya memang masih sangat membutuhkan banyak dana.Perusahaan yang bergerak dibidang property dan bahan bangunan ini, tentu saja selalu mengharuskan, memiliki modal banyak untuk membuat sebuah proyek perumahan berjalan lancar."Syaratnya, menikahlah dengan putriku.""Menikah?" Jeremy tercengang, dengan syarat yang diajukan Nyonya Jovanka."Ya, menikahlah. Saya percaya, dengan ketampanan Anda, juga kebaikan hati, kalian pasti sangat cocok."Ngelag dalam sesaat, Jeremy tidak menyangka, akan mendapatkan syarat sekonyol ini."Apakah ini saya tidak salah dengar?" Kembali Jeremy bertanya, karena sulit baginya untuk percaya begitu saja."Benar, ini sangat serius! Jika ka
Bab118Sebuah restoran besar yang bernama Delicious Food, tempat Jeremy dan Rebecca, melakukan pertemuan penting dengan seorang klien besar dari kota Monarki."Mereka memiliki bahan bangunan terbesar, dan berdiri selama 3 tahun ini.""Siapa?""Tuan Khai Catwalk.""Nama yang tidak asing," celetuk Jeremy. Lelaki berbadan tegap, memasuki ruangan private, yang telah Rebecca pesan, untuk kepentingan meeting tersebut."Maafkan saya, apakah kalian telah menunggu lama?" tanya lelaki itu, membuat Jeremy terkejut, ketika melihat wajah si empu suara."Khan Wilson," seru Jeremy.Lelaki yang di panggil Khan Wilson itu tersenyum. "Saya Khai Catwalk, bukan Khan Wilson."Sulit di percaya, wajah lelaki yang bernama Khai Catwalk ini, begitu mirip dengan Khan Wilson. Lelaki yang telah mencampakkan, dan mempermalukan kakaknya."Kamu yakin?" "Tentu saja."Jeremy memandangi Rebecca, wanita itu mengangguk, seolah membenarkan jawaban lelaki di depannya.Meeting akhirnya di mulai, dan sukurnya bisa berjala
Bab119"Wow, Deslim ...." Terdengar suara nyonya Jovanka, menyebut nama Deslim.Jeremy menoleh ke arah pintu utama. Benar saja, sosok Deslim tengah berpelukan dengan nyonya Jovanka.Sudah sangat lama dia tidak bertemu wanita itu, nyaris 7 bulan yang lalu, Jeremy mengusirnya dari kantor. Saat itu, kondisi Deslim masih buta, tapi kini, wanita itu nampak jelas bisa melihat lagi."Rupanya dia juga mengenal nyonya Jovanka, dan datang ke pesta jamuan malam ini lagi," kesal Jeremy dalam hati. Andai dia tahu, akan bertemu Deslim di tempat ini, maka dia enggan datang."Tuan, mari kita nikmati hidangan malam ini," ajak Desca, yang di sambut senyuman oleh Jeremy."Bisakah kau mengajakku juga?" tanya Zacob penuh harap.Desca menatap Zacob sesaat. Desca merasa kesal, juga bingung."Sangat tidak normal, jika 1 wanita, di temani dua pria sekaligus," sahut Jeremy penuh arti."Come on Bro, ini hanya acara jamuan, bukan acara kencan," kata Zacob dengan terkekeh. "Lagi pula, aku yakin, nona Desca tidak
Bab120"Deslim," desah Jeremy. "Masih banyak meja kosong! Bukankah masih banyak tempat untuk kamu duduki," terang Jeremy."Aku ingin mengenal jauh, anak dari rekan bisnisku." Deslim pun menarik kursi, dan duduk dengan santai."Perkenalkan, aku Deslim, pengusaha muda dari kota Monarki," kata Deslim, sembari menyurung tangan untuk bersalaman.Desca pun berusaha tersenyum, meski dia tak suka dengan kehadiran Deslim diantara mereka.Meskipun merasa kesal, Desca menyambut tangan Deslim dan memperkenalkan diri juga."Nama yang indah, dan wajah yang juga cantik." Deslim memuji."Terimakasih, Nona Deslim.""Emm, kudengar, nyonya Jovanka, menjodohkan kamu dengan lelaki di samping ini."Desca melirik Jeremy."Tentu saja, apakah ada masalah?" sahut Jeremy. "Aku sangat menyukai wanita muda di depanku ini. Cantik, imut dan juga menarik."Pujian Jeremy seakan membuat Desca mengudara."Cih! Kau berlebihan sekali," kekeh Deslim. "Apakah kamu berniat membuat aku terbakar api cemburu?"Jeremy pun ikut
Bab121Jeremy melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, sembari melacak keberadaan Rebecca. Matanya sesaat terus melirik ke ponselnya, melacak titik lokasi keberadaan Rebecca."Tengah hutan?" Jeremy mengernyit, ketika titik merah telah muncul, menunjukkan titik lokasi wanita tersebut.Hati Jeremy seketika di penuhi kekhawatiran. _______Di dalam sebuah gedung tua bertingkat dua, di tengah hutan lebat, Rebecca terikat disebuah kursi kayu.Wanita itu dalam keadaan tidak sadarkan diri, dengan wajah lebam dan kening terkena goresan luka benda tumpul.Keberadaan wanita itu di lantai 1, dengan suasana ruangan yang lembab, di temani beberapa serpihan pelafon yang sudah rusak berjatuhan di lantai semen yang tidak berkeramik itu.Ponsel Rebecca tersimpan di dalam sepatunya. Wanita itu masih tidak sadarkan diri, setelah mendapat penganiayaan keras.Malam itu.Rebecca mendapat panggilan telepon."Kau harus mau!!""Tidak, aku sudah sangat jijik padamu.""Arnold White, tidak pernah suka dengan