Melisa mengemudikan mobil dengan tangan gemetar, sebenarnya saat berdebat dengan Hanan tadi, Melisa merasakan ketakutan, tapi dia tidak bisa diam saja membiarkan Hanan menindasnya.Melisa sudah memutuskan menghadapi semuanya dengan berani, dia ingin memperbaiki semua dalam hidupnya. Sudah cukup dia sendiri yang disalahkan, harusnya Ratih juga bersalah di masa lalu.Selang dua puluh menit, Melisa sampai di sekolah. Jika saja tidak mengingat murid-muridnya Melisa pasti akan memutuskan untuk pulang ke rumah saja menenangkan diri. Dia takut tidak bisa fokus untuk mengajar murid-muridnya.Begitu sampai, Melisa bergegas menuju ruangan Ardan. Mungkin dengan melihat Ardan sejenak dia akan melupakan kejadian yang tidak menyenangkan tadi.Melisa masuk ke ruangan Ardan setelah mengetuk pintu, walaupun Ardan suaminya, Melisa tetap harus menjaga kesopanan di sekolah."Ada apa, Mel? Kenapa wajahmu pucat begitu?" tanya Ardan begitu melihat Melisa masuk dan mendekat ke arahnya."Tidak ada apa-apa, Ma
"Mas, kamu tidak enak badan ya?" tanya Melisa dengan tangan terulur hendak memegang dahi sang suami.Ardan yang melihat Melisa hendak menyentuhnya segera menepis tangan Melisa sambil mendecakkan lidah. Dia merasa kalau perhatian yang Melisa berikan pasti palsu. Atau mungkin selama ini Melisa hanya bersandiwara kepadanya.Hati Ardan berdenyut nyeri membayangkan kalau selama ini Melisa tidak pernah menerima dirinya dengan sepenuh hati.Melisa tersentak ketika tangannya ditepis oleh Ardan. Netranya melihat tangannya yang menggantung di udara. Hatinya bagai teriris mendapat penolakan dari Ardan. Tak pernah terbayangkan Ardan akan berbuat demikian padanya, mengingat Ardan selalu bersikap lembut padanya."Kamu kenapa, Mas?" tanya Melisa heran dengan sikap Ardan.Ardan bergeming tak menanggapi pertanyaan Melisa, dia hanya berbalik dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Ardan merasa belum siap merasakan sakit lebih lagi, jika Melisa mengakui tentang pengkhianatannya.Melisa semakin her
Hari masih terlalu pagi, Hanan sudah memarkirkan mobilnya tak jauh dari rumah Naya. Seperti hari-hari sebelumnya, Hanan masih tetap menguntit kemana pun Naya pergi.Hanya melihat Naya dan putranya dari jauh saja sudah membuat Hanan bahagia. Paling tidak dia bisa menuntaskan rasa rindunya kepada Mereka.Netra Hanan melihat mobil Naya keluar dari halaman, Hanan bergegas menghidupkan mobilnya dan mulai memacu mobilnya mengikuti mobil Naya. Sepanjang perjalanan Hanan selalu melebarkan senyumnya, akhirnya dia bisa melihat belahan hatinya.Hanan mengernyitkan kening ketika mobil Naya tidak menuju ke rumah sakit seperti biasanya. Dalam hati dia bertanya-tanya kemana arah yang dituju oleh Naya."Bukannya ini jalan menuju bandara? Memang Naya mau ke mana?" gumam Hanan heran, "Jangan-jangan Naya akan pergi? Aku harus bagaimana kalau kehilangan jejak Naya lagi?"Hanan panik saat mobil Naya benar-benar menuju bandara. Dia tidak punya persiapan apapun untuk mengikuti Naya naik pesawat. Hanan takut
Sudah satu minggu Melisa merasakan perubahan Ardan, Melisa semakin tidak bisa menahan rasa penasarannya sebab perubahan sang suami.Seminggu ini diabaikan membuat Melisa frustasi, dia meraba-raba apa yang salah dalam dirinya selama menjadi istri Ardan, hingga membuat Ardan acuh kepadanya. Mungkin saja jika Ardan mau menjelaskan apa kesalahan yang diperbuatnya, tentu Melisa tidak akan kelabakan sendiri seperti ini.Pagi ini, seperti biasanya Ardan akan berangkat sebelum Melisa bangun, dan nanti Ardan akan pulang ke rumah larut malam. Entah apa yang dilakukan Ardan di luar sana hingga pulang larut malam. Padahal biasanya Ardan akan pulang sebelum sore."Kau tidak ke sekolah, Mel?" Suara Widia mengejutkan Melisa. Memang sejak pembicaraan mereka membahas jawaban Melisa, mereka belum pernah berbicara sama sekali."Belum, Ma," jawab Melisa.Widia pun merasa kalau akhir-akhir ini rumah tangga putranya sedang tidak baik-baik saja. Widia perhatikan Ardan jarang sekali ikut sarapan, tidak seper
"Ada apa kamu, Han? Kenapa akhir-akhir ini kamu sering keluar dan bertengkar dengan Dara?" tanya Ratih kepada Hanan yang sedang menyesap kopi.Hari beranjak malam, Ratih menghampiri Hanan yang sedang menyesap kopi di teras rumah. Setelah seharian mengintai Naya, Hanan akan duduk di teras dari pada bertengkar dengan Dara jika melihatnya.Sikap lembut Hanan kepada Dara sudah menghilang sejak Hanan mulai bertemu dengan Naya. Hanan sudah lupa tujuannya menikahi Dara, hatinya tidak bisa berbohong jika dia tidak bisa menerima Dara di hidupnya.Seluruh hati Hanan sepenuhnya hanya untuk Naya, cinta pertama sekaligus belahan hatinya. Hanan yakin jika sebenarnya Naya pun sama seperti dirinya, Naya hanya berpura-pura bahagia dengan keluarga barunya.Hanan merasa bahwa dialah yang harus berjuang untuk mewujudkan kebersamaannya dengan Naya seperti dulu sebelum Melisa datang dalam kehidupan Mereka berdua."Han!" sentak Ratih menyenggol lengan Hanan.Hanan seketika terkejut, dia menolehkan wajahnya
Ratih menatap geram layar ponselnya, dugaannya selama ini tidak salah. Hanan sudah berani menyembunyikan sesuatu dari Ratih."Kurang ajar! Jadi selama ini Hanan sudah bertemu dengan wanita tidak tahu diuntung itu! Tidak bisa dibiarkan, aku harus memberi peringatan untuk wanita itu. Tunggu saja kau, Naya. Aku akan membuat perhitungan denganmu," ucap Ratih dengan penuh amarah.Ratih menyimpan ponselnya di dalam tas, dan segera beranjak pergi. Dia memutuskan untuk pergi menemui Naya. Ratih sudah mengetahui alamat Naya dari orang suruhannya."Masih pagi sudah bersiap pergi, memangnya mau kemana, Bu?" tanya Hanan saat melihat sang ibu akan keluar rumah.Ratih menghentikan langkahnya, netranya menyorot tajam pada sang putra. Ratih geram sekali pada Hanan yang masih tidak bisa melupakan Naya.''Dasar lemah, masih saja mengharapkan Naya, aku tidak akan membiarkan kalau kamu merusak rencanaku,'' batin Ratih menggerutu."Bu, kenapa diam saja?" tanya Hanan lagi mendekati Ratih."Ibu ada urusan.
[Aku ingin bertemu denganmu, apakah ada waktu?]Melisa mengembangkan senyumnya ketika melihat pesan dari Naya. Kebetulan sekali jika Naya ingin bertemu dengannya. Melisa sedang terpuruk karena sikap Ardan yang selalu mengacuhkannya, bahkan Ardan belum pulang dari luar kota.Sedangkan untuk menghubunginya lewat ponsel, Melisa sudah mencobanya berkali-kali, tapi Ardan selalu menolak panggilan darinya. Melisa merasa frustasi karena sikap Ardan yang seperti itu.Melisa segera membalas pesan yang dikirimkan Naya dengan semangat. Jika bertemu nanti Melisa ingin mendengar pendapat Naya tentang apa yang harus dilakukannya untuk menghadapi Ardan.[Baiklah, Mbak. Kita bertemu di restoran dekat sekolah saja, Mbak.]Setelah mengirimkan balasan, Melisa bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Melisa masih rutin ke sekolah untuk mengajar kembali. Dia tidak mau terus di rumah sendirian dan hanya kepikiran tentang Ardan, lebih baik dia pergi ke sekolah dan bertemu dengan murid-muridnya yang menggemaskan.
"Kurang ajar, aku tidak mengira kalau Naya menikahi pengacara yang dulu menjebloskan Hanan ke dalam penjara," gerutu Ratih saat sudah di dalam taxi.Ratih masih ingat betul sosok pengacara yang membela Naya dulu. Dia tidak pernah menyangka kalau mantan menantunya itu menikah dengan pengacaranya sendiri."Pasti Naya sudah tertarik padanya saat masih menjadi istri Hanan, aku yakin dia meminta berpisah dari Hanan karena sudah ada pengacara itu," geram Ratih sembari mengepalkan tangannya. "Aku harus memberitahukan pada Hanan seperti apa wanita yang tidak bisa dilupakannya itu."Ratih berprasangka buruk pada Naya tanpa tahu apapun yang dilalui oleh Naya dulu. Memang di mata Ratih, Naya selalu salah. Entah sampai kapan Ratih akan seperti itu pada Naya.Mobil yang ditumpangi Ratih berhenti di depan halaman rumah Hanan, Ratih bergegas membayarnya dan turun dari mobil. Ratih melangkah tergesa ingin segera bertemu dengan Hanan, dia sudah tidak tahan lagi melihat sang putra tergila-gila pada man