Zahwa dan Ingrid saling memandang. Sedangkan Keano hanya berdiri dan menyenderkan pinggungnya di dinding dekat pintu. Kakinya menapak di tembok hingga kaki kiri itu menekul. Dia hanya memainkan ponselnya. Pura-pura tuli dengan yang dikatakan Damian. Mereka hening tidak ada yang dikatakan sama sekali.
Sampai akhirnya seorang draiver ojek online menelpn Damian. Dia keluar dari ruangan Zahwa kemudian setelah setuju untuk menemui draiver tersebut. Keano hanya melirik saja. Dia mendekati sang mama. “Mama baik-baik saja? Kenapa musti dia, Ma? Kemarin kata mama Pak Andra itu, sekarang pria yang tidak berperasaan itu. Sebenarnya berapa cowok yang mendekati Mama. Ternyata mamaku sangat cantik.” Keano duduk di pinggir ranjang Zahwa memukul pelan putranya tersebut. Tidak berapa lama, maka Damian datang dengan makan malam yang ada.
Zahwa di bukakan satu kotak untuknya oleh Damian. Bahkan lelaki itu akan menyuapi
Selepas diusir dari ruangan Zahwa oleh dia, kedua lelaki itu berdebat hebat di tempat parkir. “Lo maunya apa sih, Dam? Lo udah ambil Cassandra, sekarang Zahwa juga mau Lo embat. Sebenarnya ada dendam apa sama aku?” geram Arsan. “Gue? Lo yang buta, Ar. Lo mau ambil Cassandra? Silakan! Karena gue tidak pernah mencintainya. Asal lo tahu, sampai hari ini gue nggak pernah menyentuhnya,” tukas Damian. Dia mengeratkan kepalannya, karena marah yang sudah diubun-ubun. Adik sepupunya itu sungguh membuatnya sangat merasa keki sekarang. “Hahaha, gue tahu Lo dengan sangat baik. Lo lebih brengsek dari gue. Mana mungkin lo akan melepaskan begitu saja, cewek seksi macam Cassandra. “Sok tahu, kalau kamu kenal aku, tidak begini. Lo boleh cek, berapa tahun Cassandra pulang ke rumah. Dia Cuma nitipin anaknya doang dan itu anak Lo!” Arsan terdiam sejenak. Namun bukannya dia menyadari kesalahannya, justru untuk mengambil ancang-an
Setelah Keano pergi dengan ojeknya, maka Ingrid juga masuk lagi ke dalam rumah sakit. Dia melewati lorong rumah sakit kemudian berhenti di depan ruangan Zahwa. Dia masuk dan tersenyum melihat Zahwa yang duduk bersender di ranjang itu.“Za, Lo makan dulu, ya? Aku bukain satu. Wuih ayam panggang kalasan. Gila Pak Bos tahu kalau kamu penggila ayam panggang kalasan.” Ingrid membuka bungkusan itu, kemudian memberikan kepada Zahwa.“Jadi, kamu mau bicara apa tentang mereka? Mengapa mereka bertiga seolah memperebutkanmu?” tanya Ingrid sambil menyuapkan sesendok butiran nasi beserta ayam dan sambal.“Hufff, kau tahu ... Damian adalah ayahnya Keano.”“Uhuk ... uhuk ... uhuk ... serius? Gue nggak salah dengar ‘kan? Kok bisa?” Ingrid menenggak air mineral yang di berikan oleh Zahwa.“Jadi, sebelas tahun atau hampir dua belas
Entah setan dari mana? Zahwa yang saat itu bernama Rara sebagai nama panggilan, memegang lembut milik Damian itu, sehingga Damian merasakan sensasi nikmat yang sangat membuatnya tidak bisa menghentikan aksi ini. “Kamu yakin, Nona? Karena kamu tidak bisa mundur ketika aku sudah berada di atas puncak.” Damian menghentikan aksinya. Zahwa tidak peduli. Dia menyerahkan mahkotanya sehingga Damian mengguncang tubuhnya dengan sangat dahsya sehingga mereka bergoyang hingga keduanya melepaskan seluruh hasarat menjadi milik mereka berdua yang bahkan tidak saling mengenal.Entah mereka melakukannya berapa kali, namun mereka nyatanya saling menikmati hingga tenaga sama-sama terkuras habis. Hingga saat mereka terjaga hanya kaget saja. Zahwa menjerit karena keget tanpa busana dengan seorang pria, sedangkan Damian karena teriakan Zahwa.“Begitu ceritanya ....” Zahwa mengakhiri ceritanya.“Jadi, maksudmu seb
Damian duduk di balkon rumahnya. Dia menyesap minuman yang baru diambilnya dari kulkas. Dia menuang ke gelas kristal. Setelah itu menggoyangkannya seakan dapat mencampurkannya.“Rara, aku tidak tahu kau memiliki apa? Tapi aku sangat ingin memilikimu. Seandinya dapat ketemu dari dulu, mungkin sekarang kau sudah menjadi milikku. Aku ....” Damian meninggalkan gelasnya di meja. Dia melihat lurus ke arah menara-menara yang kelap-kelip entah apa? Mungkin apartemen, atau mungkin tower. Damian memandnagnya lekat seolah di sana ada yang dia cari. Tidak berapa lama terdengar bunyi telepon. Damian mengembuskan napasnya sangat lelah. Dia melihat siapa yang menelpon.“Ada apa, Cassandra?” tanya Damian.“Kenapa kamu menyiksa anakku?” tanya Cassandra dengan penuh berapi-api.“Anakmu? Kalau kau merasa dia anakmu, maka peliharalah. Kamu sudah dibohongi oleh anakmu Cassandra.
Zahwa nampak sangat kaget ketika membuka mata ada Damian di sofa yang sudah dia letakkan di samping ranjang Zahwa. Untung saja dia tidak menjerit. Dia menepuk pipinya sebelah kanan, kemudian pipi sebelah kiri agak keras. “Au, sakit. Ini bukan mimpi? Kenapa Ingrid jadi Damian?”“Sudah, kau bisa memerah pipimu kalau kau pukul terus. Ini beneran aku. Bukan mimpi. Bangga ‘kan ditunggui pria ganteng seperti aku?” Zahwa membelalakan matanya. Dia kaget sekaligus kesal. Damian masih memejamkan matanya, tapi tahu aktivitas Zahwa.“Ngapain kamu di sini? Aku tidak butuh kamu! Kemana Ingrid? Kamu buang ke mana?” Zahwa sangat marah sekarang. Mentang-mentang bos mau seenaknya. Zahwa mencoba bangun. Dia lebih baik sekarang.“Dia pulang. Kamu ini memang tidak tahu terima kasih. Aku sudah bebaik hati menjagamu, tapi malah bangun tidur membangunkan dengan marah-marah,” ucap Zahwa
Terdengar suara ketukan pintu. Namun karena mereka sedang berciuman sangat dalam tidak mendengarnya, sehingga sang pengetuk pintu tersebut masuk. Petugas menganga ketika melihat aksi mereka. Namun dia harus memberikan obat untuk disuntikkan di infus Zahwa malam ini. “Permisi!” Damian melepaskan tautan bibirnya. Zahwa bersemu merah karena kepergok orang lain. “Maaf, Nyonya dan Tuan saya harus memberikan obat ini sesuai jadwal. Tidak bermaksud mengganggu aktivitas kalian,” ucap suster.“Ah, baik, Sus. Lakukan agar istri saya cepat sembuh,” tukas Damian. Hal itu membuat Zahwa membelalakkan matanya. Bagaimana Damian bisa seenak jidadanya begitu? Siapa yang tidak kenal dia dan Cassandra. Seantero dunia tahu mereka. Sedangkan Zahwa? Dia akan dicap pelakor nanti.“Terima kasih pengertiannya, Tuan. Saya sudah selesai. Silakan dilanjutkan!” Suster tersebut tersenyum dan meninggalkan ruangan itu.
Hari itu Zahwa seakan bertarung dengan seluruh logika-logikanya. Di satu sisi, dia sangat marah dan benci dengan Damian. Di sisi lain Damian seperti memberikan kenyamanan untuknya. Dua sisi itu selalu menghujani pikirannya. Perkataan-perkataan Damian juga terus membayangi pikirannya. Bagaimana mungkin Arsan jahat? Selama ini hanya dia yang membantunya. Tapi perkataan Damian masuk akal juga. Berkali-kali Arsan mengajaknya pindah tanpa alasan. Seandinya waktu itu Zahwa tidak mencuri waktu melamar pekerjaan di Dawson juga mungkin masih bergantung pada Arsan.“Mungkinkah Mas Arsan sengaja membuatku bergantung padanya agar aku tidak bisa lepas? Arghhh ... Damian mau coba meracuniku. Tidak! Aku akan menikah tiga hari lagi. Jangan berpikir yang macam-macam. Zahwa membolak-balik badannya rasanya tidak nyaman. Semua posisi sudah dicoba tapi nihik.“Gelisah? Nungguin aku, ya?” Sebuket bunga nampak menghalangi pandangan Zahwa akan waj
Damian dan Arsan mengikuti Satpam itu, kali ini juga dengan Zahwa sebagai pihat penengah yang bertikai. Mereka menuju ruang satpam. Sambil jalan, mereka juga masih saling berdebat. “Stop! Kalian berdua. Kalian mau esok hari viral? Aku heran sama kalian berdua. Pemimpin perusahaan besar tapi kelakuan minus.” Mereka sudah sampai di ruangan Satpam.“Saya tidak tahu apa yang terjadi antara kalian. Kemarin berantem di tempat parkir. Hari ini di ruangan bahkan main pukul. Sebenarnya apa masalahnya? Tolong dibicarakan. Kalian berdua sudah dewasa. Kalau tidak salah kalian sudah mengunjak usia tiga puluh lebih bukan? Hufff, apa kira-kira kalau sampai khalayak tahu tidak memalukan?” ujar kepala Satpam.“Baik, Pak. Saya minta maaf. Memang saya yang salah. Saya seharusnya mendamaikan mereka. Tapi nyatanya tidak bisa. Karena ini urusan keluarga, bisakah kami selesaikan secara keluarga?” ucap Zahwa sambil membetulkan ka