***“Sayang? Semalam kamu pergi kemana?” tanya Arya yang baru terbangun dari tidurnya.Tanpa menatap lelaki yang berdiri di sampingnya, Ayda lebih memilih untuk fokus pada pakaian yang sedang ia jemur di bawah terik matahari. “Saya pergi untuk membeli makanan,” jawabnya dengan nada dingin.“Hmm, kenapa tidak membangunkan saya?” Arya kembali mengajukan pertanyaan.Namun, Ayda yang merasa malas untuk menjawabnya pun membalikkan badan dan menghela napas gusar. “Saya bisa pergi sendiri,” paparnya dan langsung berlalu pergi.Hari baru kembali dimulai. Ayda meletakkan ember di kamar mandi dan berjalan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Tanpa sadar ada lelaki yang terus memperhatikan setiap gerak-geriknya, Ayda berusaha fokus dengan tugasnya di pagi hari.Meskipun tanpa bantuan dari Lasmi yang akan pulang siang hari, Ayda bisa melakukan semua tugasnya dengan baik. Sebagai wanita yang telah ditinggal oleh ibu, Ayda sudah terbiasa untuk bersikap mandiri dan melakukan apa yang seharusnya ia
Arya POV“Tidak. Kamu pasti bisa, tujuh hari akan segera berlalu Arya. Percayalah,” gumam Arya dalam hati saat dirinya merasa sangat lelah. Hampir seharian, Arya terus bekerja membantu petani lain di sawah. Hati yang terasa sakit membuatnya lebih memilih untuk terus bekerja.Bahkan ketika Ayda datang dan membawakan makan siang, Arya sengaja bersembunyi dengan pergi ke kandang kambing. Perdebatan yang terjadi di pagi hari benar-benar membuat hati Arya hancur. Ia tidak menyangka Ayda akan meragukan cinta dan karakternya hanya karena perkataan Adam, lelaki yang baru dikenal.Meskipun Arya menyadari dirinya melakukan banyak kesalahan di masa lalu, tetapi ia sudah bertekad dan berjuang untuk berubah. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan Ayda yang mengubah hidupnya. Namun, ketika perjuangan yang ia lakukan diragukan. Arya merasa kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri.Sampai akhirnya, tak terasa hari pun mulai gelap. Semua pekerja di sawah sudah bersiap untuk pulang. Sedangkan Arya masi
Arabella POV“Saya bisa menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya Ayda. Saya mohon beri saya kesempatan untuk menjelaskan,” ujar Arya sambil berusaha menahan kepergian Ayda setelah melihat perkelahiannya dengan Adam.Dengan wajah menahan tangis, Ayda melepaskan genggaman Arya pada tangannya. Ketika melihat lelaki yang sangat ia khawatirkan sejak pagi sedang berkelahi. Ayda sangat kecewa dan merasa dihancurkan harapannya pada Arya yang tak pernah berubah.Tanpa menghiraukan perkataan Arya, ia tetap bersikeras untuk pergi dari sana. Sudah cukup apa yang ia lihat, penjelasan Arya tak merubah rasa sakit yang ia rasakan. Setelah melihat Adam terbaring lemah penuh luka, Ayda merasa sangat terkejut dengan apa yang Arya lakukan ketika emosi membara.“Saya mohon Ayda. Jangan pergi dengan cara seperti ini,” imbuh Arya yang langsung berdiri di hadapan Ayda. Segala cara sudah ia lakukan untuk memberi penjelasan. Rasa kecewa yang terlihat jelas di wajah Ayda membuatnya tak bisa dengan mudah membiark
“Luka ini sama-sama menghancurkan kita berdua, Mas. Setelah semua yang terjadi saya menyadari satu hal, kebersamaan kita hanya akan saling menyakiti,” ucap Ayda yang mulai pasrah.Perdebatan yang tiada akhir hanya semakin menguras tenaga dan pikiran. Seharian penuh Ayda merasa cemas dengan Arya yang entah pergi kemana. Makanan spesial yang ia uatkan untuk Arya bahkan tak berhasil ia berikan. perjuangannya untuk mempertahankan hanya menambahkan luka yang semakin dalam.Dengan lemah, Ayda memundurkan langkahnya ketika Arya hanya setelah mendengar apa yang ia katakana. Mungkin perpisahan memang jalan terbaik untuk saat ini. Ayda merasa semakin bersalah karena terus menyalahkan Arya yang sudah terlanjur memberikan luka mendalam atas kejadian tabrakan.Tanpa mengatakan apapun, Ayda membalikkan badan dan hendak pergi dari tempat yang terasa menyesakkan.“Tidak, Ayda! Saya tidak akan membiarkan hubungan kita berakhir seperti ini,” urai Arya yang langsung memeluk Ayda dari belakang. Membiarka
“Mas Arya yakin bisa naik sepeda?” tanya Ayda yang merasa ragu. “Hmm mungkin bisa. Kita coba dulu ya!” ujar Arya sambil bersiap menaiki sepeda yang baru saja ia keluarkan dari gudang. Dengan ekspresi tegang, Ayda perlahan menaiki jok bagian belakang sepeda dan berpegangan pada baju Arya. Saat sepeda mulai melaju, Ayda terus berdoa dalam hati dan berharap tidak terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan. Kondisi jalan yang belum terlalu ramai membuat perasaan Ayda cukup tenang. Meskipun Arya mahir dalam menyetir mobil, tetapi berbeda saat menaiki sepeda. Terdengar beberapa kali Arya berteriak ketakutan saat ada seekor ayam yang menghalangi jalannya. Sambil menahan tawa, Ayda terus menggenggam erat baju Arya untuk keamanan dirinya. “Apa pasarnya masih jauh?” tanya Arya sambil fokus melihat ke arah jalan. Ayda yang tidak mengingat jelas letak pasar pun mencoba untuk mengira jaraknya. “Sepertinya masih cukup jauh,” jawabnya dengan tenang. Namun, saat melihat jalan di depan mulai berbelok-be
“Ayda!”Suara yang terdengar kencang membuat Ayda langsung menghentikan langkahnya. Sambil membawa satu keranjang kosong yang semula berisi makanan, ia mengalihkan pandangan ke arah Arya. Lelaki yang sudah berjuang bersamanya untuk memberi makanan pada orang sekitar desa yang membutuhkan. Saat melihat binar bahagia di wajah Arya yang berjalan ke arahnya, Ayda pun ikut mengembangkan senyumnya.“Saya dapat ini!” seru Arya sambil memperlihatkan dua buah tiket nonton pagelaran di tangannya. “Kita harus pergi untuk menyaksikannya!” imbuhnya sambil menunjukkan tiket yang ia bawa pada Ayda.Dengan ekspresi heran, Ayda pun mengambil salah satu tiket dan membacanya. Tertera tulisan pertunjukkan pagelaran dapur seni biru karya siswa sekolah menengah atas. Saat tertera judulnya tentang kisah romansa, Ayda pun tersenyum dan teringat dengan film yang pernah ia saksikan. “Boleh, sepertinya seru. Saya jadi teringat dengan film yang pernah saya tonton,” sahut Ayda.“Bagus kalau kamu suka. Memangnya k
Arya POV“Peluk saya dengan erat!” titah Arya dengan sedikit berteriak.Tanpa merasa ragu, Ayda pun mengeratkan pelukannya di pinggang Arya. Meski bukan untuk pertama kalinya melakukan hal ini. Akan tetapi, Ayda masih merasa sedikit takut. “Hati-hati, Mas,” ucapnya memperingatkan Arya yang terlihat sangat bersemangat.“Saya pastikan kejadian sebelumnya tidak akan terulang,” sahut Arya meyakinkaa Ayda bahwa dirinya telah ahli dalam mengayuh sepeda. Jalan yang hanya diterangi oleh beberapa lampu yang cukup mengerikan. Jika hilang keseimbangan sedikit saja, maka sawah sudah siap untuk menyapa. Dengan penuh semangat dan tekad, Arya mengayuh sepeda dengan kecepatan tinggi. Ia tidak mau terlambat datang ke tempat yang akan diadakan pagelaran.Lokasi yang tidak terlalu jauh dari rumah, membuat Ara mengajak Ayda untuk naik sepeda sambil menikmati pemandangan langit di malam hari. Sensasi yang dirasakan ketika naik sepeda memang sangat berbeda. Jika Arya terbiasa dengan dinginnya pendingin r
“Adam,” ucap Arya dengan tangan yang terkepal kuat.Suasana bahagia dalam hatinya seketika hilang setelah melihat kehadiran Adam di pasar malam. Tanpa diharapkan, lelaki yang selalu mencari masalah dengannya tiba-tiba datang. Dalam kondisi baju dan wajah basah, Arya pun berusaha menahan amarah.“Kenapa? Lo ngga suka lihat gue di sini?” Adam kembali memulai perdebatan.Namun, Arya yang tak ingin termakan dengan umpan yang Adam berikan pun perlahan membalikkan badan. “Saya tidak punya waktu untuk berurusan dengan kamu,” ujarnya dengan tenang.“Oh, jadi sekarang lo takut. Karena Ayda ada di sini, iya? Dasar suami takut istri,” ejek Adam yang tiada habisnya.Meskipun emosinya sudah membara dalam hati, tetapi Arya hanya bisa menarik napas panjang dan mengembuskannya dengan perlahan. Emosi tidak akan bisa menyelesaikan masalah.“Lo nggak berhak mendapatkan cinta Ayda! Dia gadis baik-baik yang seharusnya nggak bersatu dengan lelaki seperti lo! Tidak bertanggung jawab dan selalu bersikap seme