[“Bapak sakit apa, Mas?”] tanya Asma dengan nada khawatir.Asma menghentikan kegiatannya membungkus kue. Perasaan bersalah semakin bercokol di dalam hatinya. Dia sudah mengecewakan sang ayah dan sekarang menyebabkannya sakit pula.[“Sebenarnya sakit bapak tidak parah, penyakit orang tua. Tetapi, bapak sering melamun. Setiap ditanya, jawabnya kangen kamu. Kalau menurut Mas, sudah saatnya kamu menemui bapak dan ibu, Asma. Mereka sudah sangat merindukanmu dan juga mengkhawatirkanmu. Mereka pasti bahagia jika tahu kalau cucunya sudah lahir,”] ucap Uki panjang lebar lewat sambungan telepon.Terdengar helaan nafas dari Asma. Dia terdiam mendengar ucapan Uki.[“Apa kamu tidak ingin mengurus perceraianmu? Selesaikan semuanya agar laki-laki yang akan mendekatimu bisa melangkah lebih mantap,”] lanjut Uki karena melihat Asma yang terdiam.Asma menatap ke arah Uki melalui layar ponsel milik Laila.[“Mas, sebenarnya tadi siang aku bertemu dengan istri Mas Tanto yang sekarang. Kami tidak sengaja be
“Bayi itu anak siapa, Ki?” tanya Ibu Suminah pada Uki yang sudah berdiri di depannya.“Yang tadi digendong Laila?” tanya Uki yang diangguki ibunya. “Dia anak dari wanita yang satu kos dengan Laila. Namanya Randi. Memangnya kenapa, Bu?”Uki berusaha terlihat biasa saja saat menjawab pertanyaan sang ibu. Dia tidak mau membuat sang ibu curiga dan berujung kekecewaan karena sudah menyembunyikan Asma dan anaknya.“Kamu sedang tidak membohongi maupun menyembunyikan sesuatu dari ibu kan?” ibu Suminah mencoba menelisik sang putra. Dia merasa ada yang disembunyikan oleh Uki.Uki menetralisir kegugupannya dengan tersenyum pada sang ibu. Dia pun mendekatinya dan merangkul sang ibu.“Apa yang Uki sembunyikan dari ibu?”“Barangkali kamu menyembunyikan jika bayi itu adalah anakmu. Kamu sudah menghamili seorang perempuan tanpa sepengetahuan kami dan menyembunyikannya,” jawab sang ibu dan membuat Uki tergelak.“Astagfirullah, Bu. Uki bukan laki-laki seperti itu. Pemikiran ibu aneh-aneh saja,” ucap Uk
“Bapak, Ibu, sebenarnya...”Uki belum menyelesaikan ucapannya, terdengar suara salam dari arah pintu depan.“Siapa malam-malam begini bertamu, Bu?” tanya Pak Saryo seraya menatap sang istri.Mereka tidak pernah kedatangan tamu pada waktu malam hari. Jika keluarga terdekat pasti sudah ada pemberitahuan sebelumnya dengan kedatangan mereka.“Tidak tahu, Pak. Ki, tidak ada saudara yang menghubungimu kan?” Ibu Suminah bertanya pada Uki.Uki melihat ponselnya dan tidak ada pesan masuk dari saudaranya. “Tidak ada, Bu.”“Biar Uki saja yang membukakan pintu, Bu,” ucap Uki seraya beranjak dari tempat duduknya.Ibu Suminah pun duduk kembali di samping suaminya.Jam masih menunjukkan jam setengah sembilan malam, tetapi di desa sudah terlihat sepi, jarang yang berkeliaran di luar rumah.Uki membuka pintu rumahnya. Di balik pintu berdiri sepasang suami istri yang sudah dikenal oleh Uki.“Silakan masuk Pak Jatmiko, Bu Lastri.” Uki mempersilakan tamu yang datang tanpa di duga. Mereka adalah orang tua
Asma terbangun di sepertiga malam terakhir. Tubuhnya seolah-olah sudah tersetel untuk bangun di jam yang sama sejak dia tinggal bersama Khansa di panti asuhan.Asma segera beranjak dari tempat tidurnya dengan pelan-pelan karena khawatir pergerakannya membangunkan sang anak. Dia bergegas ke luar kamar untuk berwudu.Shalat Tahajud yang sudah biasa dikerjakan Asma, kali ini dilakukan dengan lebih khusyuk olehnya. Dia ingin mencurahkan kegalauan hatinya mengenai rencana untuk pulang ke kampung.Kedua tangannya ditengadahkan untuk berdoa memohon petunjuk agar langkahnya selalu yang terbaik menurut Allah. Dia ingin keputusan yang diambilnya memang yang terbaik menurut Allah.Waktu masih menunjukkan 30 menit lagi memasuki waktu subuh. Asma mengambil Alquran yang terletak di atas meja yang ada di kamarnya.Huruf demi huruf yang tertulis di dalam Alquran dibacanya. Saat Asma sedang khusyuk menyelami bacaan Al-Quran, Randi terbangun dari tidurnya. Asma segera beranjak menuju ke tempat tidurnya
“Ibu...,” gumam Asma dengan mata berkaca-kaca ketika melihat sang ibu berdiri di balik pintu rumah bersama dengan Uki.“Ya Allah! Asma! Anakku!” seru ibu Suminah sambil berlari ke arah Asma melewati Laila yang terbengong.Ibu Suminah segera memeluk anak perempuan yang sudah lama dicarinya. Asma pun membalas pelukan ibunya. Kedua orang itu menangis sambil berpelukan.Uki dan Laila terharu melihat pertemuan ibu dan anak yang sudah lama tidak bertemu.“Mas, kok sudah mempertemukan Bude dengan Asma?” bisik Laila pada Uki.“Ibu meminta bertemu denganmu. Ya sudah, aku bawa saja. Dan menurutku sudah waktunya Asma bertemu dengan Ibu,” jawab Uki dengan berbisik pula.Uki semalam memutuskan untuk secepatnya mempertemukan mereka. Jadi, ketika sang ibu meminta ikut ke tempat Laila, dia pun mengiyakannya.“Kenapa kamu tidak pulang ke rumah, Nak?” tanya Ibu Suminah dengan air mata masih membasahi wajahnya setelah melepas pelukan mereka.“Hiks... Hiks... Hiks....” Asma tidak bisa berkata apa pun. Di
"Maaf,” ucap Asma seraya menatap ibunya.“Apakah kamu masih marah dengan bapak, Nak?” tanya Ibu Suminah.Asma terdiam. Dia menatap Randi yang sedang menyusu padanya dengan tenang seolah tidak terusik dengan sekelilingnya.“Bapak tidak pernah marah padamu, Nak. Bapak hanya merasa kecewa dengan pilihanmu. Dia juga kecewa tentang sikapmu yang jarang main ke rumah semenjak menikah. Bapak selalu merasa bersalah karena pernah membentakmu hanya karena masalah laki-laki yang menjadi pilihanmu. Hal ini kan yang menyebabkan kamu takut untuk pulang ke rumah saat diusir oleh Tanto?”Asma masih belum membuka suaranya. Hanya ada helaan nafas yang terdengar dari mulutnya.“Tadi malam orang tua Tanto menemui kami. Mereka meminta maaf karena tidak bisa mencegah anaknya. Apa sejak awal mereka tidak mengetahui masalah rumah tanggamu?” lanjut ibu Suminah.Asma menatap sang ibu. Dia memang tidak pernah menceritakan kelakuan Tanto pada mertuanya. Dia menyimpan sendiri perihal perselingkuhan suaminya.“Asma
“Katakan! Apa maksudmu, Tanto?!” tanya Pak Jatmiko dengan suara agak tinggi.“Itu-.” Tanto gelagapan untuk menjawab pertanyaan papanya. Dia menengok ke arah Endang yang juga menatapnya. Dia terjebak dengan jawabannya sendiri.“Tanto, apa kamu sudah bertemu lagi dengan Asma?” tanya Bu Lastri lebih lembut pada anak satu-satunya.Tanto menengok ke arah sang mama. Dia pun menggelengkan kepalanya. Dia memang tidak pernah bertemu kembali dengan Asma sejak pertemuan terakhirnya di klinik kandungan yang ada di kota.“Bukan Tanto yang bertemu Asma, tetapi Endang,” jawab Tanto apa adanya.Endang pun menengok ke arah Tanto. Dia tidak menyangka bahwa sang suami akan mengatakan jika dirinya yang bertemu dengan Asma.Pak Jatmiko dan Bu Lastri menatap ke arah Endang. Walaupun pernah menjadi wanita yang diinginkan menjadi menantu, tetapi semenjak Endang meninggalkan Tanto, mereka sangat kecewa. Akan tetapi, mereka tidak bisa berbuat apa pun ketika ternyata anaknya berhubungan kembali dengannya hingga
“Oh, ada Mas Uki,” ucap Khansa, wanita yang berada di balik pintu rumah Asma. “Assalamualaikum, Mas.”Sapaan Khansa membuat Uki tersadar dari rasa terkejut dan kaget dengan kedatangan seseorang yang menarik hatinya.“Eh.. Iya. Silakan masuk, Mbak Khansa,” ucap Uki dan segera membuka pintu dengan lebar.Khansa pun masuk ke dalam rumah Asma. “Kemana Asma, Mas? Randi sepertinya sudah terlelap itu?” ucap Khansa yang sudah duduk di ruang tamu.Uki menengok ke arah sang keponakan yang berada di gendongan. “Loh, sudah tidur tho. Padahal, tadi masih ngoceh,” ujar Uki.“Bayi akan cepat terlelap di gendongan orang yang membuatnya nyaman. Randi berarti sudah merasa nyaman tuh sama Mas Uki,” ucap Khansa seraya tersenyum.Uki balas tersenyum. “Aku mau menidurkan Randi di kamarnya dulu ya, Mbak. Asma sedang di dapur, Mbak Khansa langsung ke dapur saja.”“Baik, Mas.” Khansa mengikuti Uki yang berdiri dari tempat duduknya.Uki menuju ke kamar Asma, sedangkan Khansa menuju ke dapur. Dia pun mengucapka