" Tuan Marco, saya tahu Tuan tulus menolong orang yang sedang dalam kesulitan. Tapi, kenapa Tuan meminta Nona Sinta harus membalas kebaikan dengan melakukan dua hal untuk Tuan," tanya Pak Salim." Entahlah, Pak Salim. Tiba-tiba di kepalaku muncul ide seperti itu. Siapa tadi namanya?"" Namanya Sinta, Tuan," ucap Pak Salim.Marco hanya mengangguk dan mengingat nama itu, dia bersiap-siap untuk berangkat ke kantornya.Marco mendengar ponselnya yang terus berdering di atas meja, di lihatnya nama si penelepon yang sejak kemarin menelepon dan mengiriminya pesan.Walaupun, rasa kecewa dan sakit hatinya belum sembuh atas kegagalan hubungannya dengan Louisa dia harus tetap menjalani kehidupannya.Pemuda itu sempat ragu di benaknya untuk mengangkat telepon tersebut tapi di sisi lain dia merasa menjadi seorang pecundang jika terus menghindar berbicara dengan si penelepon.Setelah mengangkat telepon itu, terdengar suara wanita yang manja nan lembut menyapa Marco dengan penuh kasih, tidak terdenga
Sinta mengiyakan ajakan Peter itu, mereka berdua berjalan keluar dari gedung rumah sakit. Mereka berdua mengobrol begitu akrabnya, tiba-tiba Sinta tidak melanjutkan kata-katanya dia melihat sosok wanita yang masuk kedalam mobil." Luna," ucap Sinta lirih." Ada apa, Sint?" tanya Peter heran." Tidak apa-apa, Peter. Aku melihat teman aku barusan dari tempat ini, tapi ah sudahlah mungkin salah orang."Peter hanya tersenyum ramah mendengarnya, dokter muda itu mengajak Sinta masuk kedalam mobilnya. Sinta ingat terakhir kali dia bertemu dengan Peter yang pergi meninggalkannya dengan wajah yang begitu khawatir, gadis itu ingin bertanya tapi niat itu diurungkannya." Isshh, untuk apa tanya segala, aku juga bukan siapa-siapanya!" gumamnya dalam hati. Suasana di dalam mobil itu terasa sunyi, Peter tampak fokus mengendarai mobilnya.Sementara gadis yang duduk di sebelahnya terlihat sibuk dengan ponselnya. Sinta membalas pesan Luna yang belum sempat dibalasnya, dia mengatakan jika baru pulang d
Maklumlah, Marco merupakan pelanggan yang paling royal di klub itu, dia tak segan memberikan uang tips dengan jumlah yang lumayan besar jika pelayan-pelayan itu memperlakukan dirinya dengan baik.Di meja lain tidak jauh dari tempat Marco duduk, ada seorang wanita yang terus memperhatikan pemuda itu. Para pelayan dan orang-orang yang sering berkunjung di klub itu sering melihat si wanita karena dia merupakan salah satu wanita malam yang mencari pelanggan di tempat itu.Tiba-tiba mata Marco tidak sengaja menangkap mata si wanita yang terus menatap kearahnya, kedua pasang mata itu saling bertatapan satu sama lain yang memberikan isyarat khusus.Wanita itu berjalan mendekati Marco yang sudah mabok berat, dia mengambil botol bir di atas meja menuangkan minuman itu kedalam gelas lalu meminumnya . Dia tahu pemuda dihadapannya dalam pengaruh minuman beralkohol, makanya dia sengaja tidak memperkenalkan dirinya.Dia mulai menggoda Marco dengan sengaja memperlihatkan belahan dadanya yang seksi, M
Siang itu begitu cerah, Sinta masuk kerja seperti biasanya dia begitu bersemangat dan wajahnya terlihat ceria dengan rona merah yang terpancar indah disertai dengan senyum yang memperlihatkan lesung pipinya di wajahnya.Ya seperti wanita pada umumnya ketika mereka sedang jatuh cinta dunia terasa begitu indah dan penuh warna, dan itulah yang dirasakan oleh gadis itu.Pagi ini Sinta mendapatkan pesan dari Peter, dokter muda itu mengajak Sinta untuk bertemu karena ada hal yang penting harus di bicarakan dengannya. Sinta teringat waktu itu Peter juga ingin mengatakan sesuatu padanya, jantung Sinta berdetak kencang hatinya juga berbunga-bunga saat membayangkan dokter muda nan tampan itu.Gadis itu ingin cepat-cepat pekerjaannya selesai agar dirinya segera bertemu dengan Peter." Tapi tunggu dulu, jam segini kenapa Luna belum juga datang," tanyanya dalam hati. Sinta merasa Luna beberapa hari terakhir terlihat begitu aneh, sahabatnya itu sering datang terlambat, dan selalu pulang lebih awal
" Peter, kenapa kamu tidak memberitahuku jika kamu telah membayar semua biaya kakek Lau selama dirawat di rumah sakit?" Maaf Sint, bukannya aku tidak ingin memberitahumu. Sebenarnya, waktu itu aku sudah ingin memberitahumu tapi karena Anna sakit membuatku harus merawatnya beberapa hari. Dan hari ini sebelum aku memberitahumu, kamu sudah tahu duluan dari pihak administrasi," jelas Peter panjang lebar." Jadi, sebenarnya yang ingin kamu bicarakan padaku itu tentang masalah ini?" tanya Sinta lemas.Peter mengangguk dia menjelaskan alasannya membayar semua biaya itu karena dia tahu kakek Lau bukan siapa-siapa Sinta, terlebih Peter mengetahui jika gadis itu tidak mempunyai uang yang cukup untuk membayarnya.Peter mengagumi ketulusan Sinta yang ingin membantu si kakek, melihat itu hati nuraninya terketuk. Peter merasa dia sebagai seorang dokter mempunyai kewajiban untuk membantu meringankan beban pasiennya. " Aku tahu aku belum mempunyai uang itu tapi kakek Lau adalah tanggung jawabku. Ji
" Oh begitu, ya udah di buang aja. Kamu kan mau pulang masa di bawa pulang."Marco yang hendak membuang bunga itu ke tempat sampah langsung dicegah oleh Roni, dia beralasan bunga itu baru semalam dibawah oleh temannya dan Roni berniat membawanya pulang ke rumahnya.Walaupun Roni berdalih bunga itu bukan dari orang spesial tapi dari sikapnya Marco sudah bisa menebak jika Roni sedang menyembunyikan perasaannya.Mereka pun pergi meninggalkan rumah sakit itu, Roni yang sedang duduk di samping Marco memperhatikan saudara sepupunya itu tampak gelisah." Marc, kamu ingin membahas sesuatu,'kan?"" Iya, Ron. Ini tentang Anna, dia sedang hamil dan dia memintaku untuk bertanggungjawab."" Tapi ..." Nada suara Marco sedikit berat. " Kami melakukan itu hanya satu kali, apa mungkin itu anak-ku," lanjutnya lagi.HeningRoni tidak menimpalinya, rawat wajah Roni berubah serius ketika mendengarkan kalimat yang Marco ucapkan.Roni mengingatkan Marco jika Anna berasal dari keluarga terpandang, mereka tid
Luna menahan tangan Sinta, dia menunjuk kearah pramusaji yang perlahan menjauh dari hadapan pemuda itu. Dalam hitungan detik mereka dapat melihat sosok yang membuat gempar restoran itu." Dia tampan dan seksi," ucap Luna terkesima. Berbeda dengan Luna, Sinta hanya mematung mulutnya terkunci dia tak percaya dengan apa yang di lihatnya." Dia lagi. Kenapa dia bisa ada di sini," ucap Sinta panik." Sinta, Apa maksud ucapanmu itu?"" Luna, itu dia orangnya yang aku ceritain tempo hari."" Hah, dia orangnya!"" Iya, Lun, dia orangnya."" Tapi, dari mana dia tahu kamu bekerja di sini, Apa dia cuma kebetulan mampir ke restoran ini?" Aku tidak tahu, Lun. Atau jangan-jangan dia selama ini mengikutiku."Hening ...Kepanikan Sinta itu semakin menjadi tak kala pramusaji yang mengantarkan pesanan Marco, datang menghampirinya dan mengatakan jika Marco ingin dilayani oleh pramusaji bernama Sinta.Kedua gadis itu saling menatap satu sama lain, mereka mulai menyakini perkiraan Sinta jika selama ini
Marco lagi-lagi menerima panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya, dia yang merasa penasaran lalu mengangkat telepon itu.Dari seberang terdengar suara laki-laki, suaranya terdengar begitu berat di telinga. Walaupun, si penelepon ragu untuk menyampaikan informasi yang akan membuat Marco marah dia mencoba memberanikan dirinya.[{Tuan, Ini saya Berto, saya ganti nomor baru. Tuan, kami sudah mendatangi tempat itu, dan kami tidak menemukan Tuan Besar. Setelah kami selidiki, kami mendapat informasi dari staf yang bekerja di sana, Tuan Besar pergi dari tempat itu dan telah dinyatakan hilang."}][{ Hilang? Sudah berapa lama? }][{ Hmm, sudah dua bulan lebih, Tuan.}][{ Berto, cepat temukan keberadaan Tuan Besar. Ajak anggotamu untuk menyesiri penjuru kota ini."}][{ Baiklah, Tuan. }]Sambungan telepon itu terputus, Marco diam sejenak dia berpikir kenapa Pak Hans tidak memberitahunya bahkan seperti merahasiakan hal ini kepadanya.Waktu itu, ketika Marco ingin menemui Roni di rumah sakit dia