Selepas Naka menelan pil, matanya sudah terpejam. Aku menghembuskan napas berat, tugas yang diberikan dosen pada kelompok belajarku tidak bisa aku tinggalkan, aku tetap harus datang ke kampus atau ... anggota satu kelompokku akan menanggung semuanya
Aku tidak bisa egois seperti itu, bukan? Oleh karena itu, aku berjalan keluar kamar Naka dan membawa tas yang sudah aku siapkan sebelumnya. Aku juga tidak bisa meninggalkan Naka seorang diri dengan kondisinya yang sedang sakit, tetapi bagaimana anggota satu kelompokku?Aku tidak tahu harus mengutamakan yang mana, aku berdiri dan kakiku kembali menuju kamar Naka dan duduk di pinggiran sembari memandangnya sendu."Naka ... aku akan pergi ke kampus sebentar, jaga diri kamu, ya!"Tidak ada jawaban darinya, sepertinya Naka sudah terlelap. Aku mengangguk samar lalu berlalu meninggalkan Naka seorang diri.*****Aku turun dari motor Rio, "Terima kasih, Rio hati-hati di jalan, ya."Rio mengangguk pelan, "BaiklaDadaku naik turun menahan marah ketika melihat Naka menjauhiku dan membanting pintu kamarnya. Aku berteriak dengan suara tertahan, "Aku tidak ada apa-apa dengan Rio, aku tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku hanya pulang bersama dengannya, apa itu menjadi masalah untukmu?""Dengar, aku bebas harus berinteraksi dengan siapa pun. Naka, tubuh ini milikku, kamu tidak berhak melarang semaumu!"Aku menghalus air mata yang mengalir di wajahku, berbicara dengan suara keras membuat tenggorokanku terasa nyeri.Aku mendatangi dapur kecil dan menegak air di sana. Aku mencoba menahan gejolak amarah di dalam hatiku, mencoba memahami bahwa Naka sedang mabuk saat ini. Naka tidak sadar untuk itulah ia bersikap berbeda seperti biasanya.Aku memejamkan mataku sesaat, tubuhku sejujurnya terasa sangat lelah. Aku membalikkan badanku dan mendapati Naka yang berada di belakangku, aku berkata dengan nada ketus, "Ada apa, kamu butuh sesuatu?"Naka menggeleng, matanya terlihat memerah
Aku memejamkan mataku begitu telapak tangannya yang lembut mendarat di wajahku dengan keras, rasanya sangat perih dan menyakitkan.Ujung tanganku memegangi wajahku berharap rasa perih itu segera lenyap dari permukaan wajahku."Katakan kalau kamu sedang berbohong, Alice! Katakan!" teriak Naka membuatku sedikit ketakutan. Aku menguatkan hatiku, mencoba untuk tidak takut dengan nada tinggi yang ia katakan padaku."Kamu membahas tentang kebenaran, bukan? Jadi ... inilah kebenarannya, Naka." Ucapku lalu berlalu membiarkan Naka sendiri.Naka mencengkal lengan bawahku dengan kasar, aku merasakan jika lenganku sedikit perih. "Lepaskan lenganku!" ucapku tanpa membalikkan badanku.Naka tak mengatakan apapun dan cekalan di tanganku mencengkram dengan kuat membuatku sedikit mendesis kesakitan, "Kamu menyakitiku, Naka!""Tepat sekali, kamu juga menyakiti perasaanku, Alice! Kamu membohongiku selama ini, apa kamu tidak pernah menganggapku ada, hm?"Aku memili
Setelah kalimat dengan nada letih itu, Naka meninggalkanku seorang diri di kamarnya. Mataku langsung terpejam, energiku bagai disedot abis. Dan aku tidak sadarkan diri hingga larut malam.Begitu pagi tiba, mataku terbuka. Badanku diselimuti oleh kain saja, melihat itu ujung mataku meneteskan air mata. Kejadian kemarin masih terbayang-bayang, aku masih tidak bisa percaya bahwa Naka bersikap begitu kejam.Dimana Naka yang selalu bersikap manis, yang selalu berbicara dengan lembut. Menampilkan senyuman hangatnya padaku sepanjang hari.Naka yang sekarang, dia terasa sangat berbeda dan terasa asing untukku.Aku memejamkan mataku, kepalaku terasa pusing. Begitu aku membuka mataku, pandangan di sekelilingku kabur. Rasanya begitu sulit untuk memfokuskan pandangan.Aku memegangi dahiku, "Kepalaku terasa pusing ... badanku terasa lemas ...."Aku mencoba berdiri sambil memegang ujung ranjang. Aku kembali berbisik pelan, "Aku harus ke kampus sekarang, atau kelompok
Aku sedang duduk bersama anggota kelompok belajarku, Rio ada di sampingku. Sangat sering pemuda itu membuka percakapan agar aku berbicara, namun aku memilih diam tak menanggapi Rio.Rio berbisik di telingaku, bibirnya terasa dekat di leherku membuat tubuhku merinding.“Apa kamu sedang bertengkar dengan Naka, Alice? Mau minum kopi bersamaku agar pikiranmu tidak tertuju padanya, kamu mau, hm?”Aku bergeser menjauhinya, ujung tanganku segera mengusap leherku. Masih terasa napasnya di batang leherku, “Maaf, tapi jarakmu terlalu dekat … aku tidak nyaman, maaf ….”Rio terlihat menggaruk batang hidungnya, pemuda itu terkekeh pelan lalu kembali berbisik di telingaku, “Ada apa, Alice? Apa kamu lebih menyukai jika Naka yang melakukannya, hm?”Aku memilih diam enggan menanggapi ucapan Rio yang membuatku tidak nyaman. Rio memegang ujung tanganku membuatku menatapnya, ada rasa takut di hatiku saat Rio terkekeh p
Aku duduk termenung di dalam kamar Naka setelah berkeliling memutari ruangan mencari keberadaan Naka. Sekali lagi … aku tidak bisa menatap wajahnya. Hatiku sedikit kecewa dibuatnya, apa Naka benar-benar semarah itu sampai-sampai ia meninggalkanku seorang diri di sini?Apa perbuatanku saat itu begitu menyakiti perasaanya? Apa pulang bersama Rio adalah kesalahan yang sangat fatal?Tetapi … aku tidak memiliki hubungan khusus seperti yang kusebutkan padanya beberapa saat yang lalu. Aku terlalu terbawa emosi ketika Naka menuduhku yang tidak-tidak, dan tanpa sadar aku justru memberikan kebenaran yang bukan kebenaran sesungguhnya.Aku tahu saat itu adalah kesalahanku, aku yang membuat Naka seperti ini … aku yang membuat Naka terpacu emosi. Tetapi itu semua pun karena tuduhan-tuduhan yang ia layangkan padaku. Aku tidak tahan menerima tuduhan yang tidak berdasar seperti itu.Jika aku bisa mengulang waktu, aku akan mengikis egoku dan meminta ma
Dengan berani Rio memegang ujung tanganku, aku memejamkan mataku takut. Badanku sudah bergetar, air mataku mengalir di wajahku. Sementara itu Rio terbahak saja.Dengan suara yang cukup menyebalkan di telingaku, rio berucap dengan kekehan di bibirnya, “Sudahlah jangan takut, cantik … aku lebih baik dari Naka, aku akan mempercayaimu, sungguh!”aku berusaha melepaskan cekalan tangannya, aku berucap dengan suara serak, “Tolong lepaskan, biarkan aku keluar sekarang. Aku mohon, Rio ….”Rio melepaskan tangannya, “Baiklah, keluarlah sekarang,”Aku segera menghapus air mataku dan menghampiri pintu, lagi-lagi Rio berdiri menghalangiku sebelum ujung tanganku menggapai knop pintu. Rio berucap dengan senyuman yang menyebalkan di bibirnya, “Biarkan aku mencium bibirmu, aku akan melepaskanmu. Aku berjanji, hanya ciuman saja.”Aku menggeleng dan segera menutup bibir dengan kedua tanganku, “Aku tid
Aku masuk ke kelas, jam yang ada di pergelangan tanganku menunjukkan pukul sembilan pagi, matahari sudah bersinar cukup terik membakar kulitku. Ujung tanganku menggosok-gosok lengan secaraa perlahan, muncul bercak-bercak kemerahan membuat kulitku terasa panas.Aku menghembuskan napasku melihat lengan bagian bawahku yang sudah merah, terasa cukup gatal. Mencoba untuk tidak menghiraukannya, aku mendatangi kursi di depan, dekat dengan dosen.Lagipula, tempat yang biasa kududuki jika sedang bersama Naka sedang ditempati oleh Rio, melihat wajahnya saja membuatku mual mengingat sikap aslinya yang baru kuketahui.Tetapi ada yang aneh dari wajah Rio terlihat acak-acakan. Sudut bibirnya terlihat kebiruan, wajahnya terlihat membengkak. Aku mengedikkan bahuku mencoba tidak mengurusi hal-hal yang bukan urusanku, sudahlah tidak penting.Aku menumpukan lenganku, telingaku mendengarkan penjelasan-penjelasan dari dosen mengenai mata kuliah pagi ini. Tidak terlalu berat, ak
Ini adalah hari kesembilan, Naka belum juga kembali. Setelah aku berhasil menelponnya kemarin, kupikir Naka sudah tidak marah dan akan segera kembali, nyata tidak. Apakah sia-sia aku menunggunya selama ini?Aku tahu aku bersalah, aku bersalah karena berbohong padanya. Kebohonganku yang membuatnya marah. Tetapi itu semua terjadi karena Naka selalu memojokkanku … sepenuhnya itu bukanlah salahku, bukan?Semuanya berawal dari aku pulang bersama Rio, mengingat nama Rio … aku jadi berpikir, mungkin saja jika Rio sengaja melakukan itu padaku. Jika begitu, apakah Naka tahu bagaimana Rio sebenarnya, maksudku saat aku pulang bersamanya Naka terlihat begitu marah.Bukan itu saja, saat aku berjalan dan hampir jatuh dan Rio menolongku, Naka juga terlihat marah.Aku bisa menyimpulkan, jika Naka benar-benar menjagaku dengan baik, Naka tahu jika Rio tidak sebaik yang terlihat. Naka tahu … sudah lama Rio mengincarku.Naka menyelamatkanku, tetap