Hari ini aku mendatangi Yumna bersama kedua adikku, uang yang kubawa sudah menipis, tidak lama lagi tidak ada uang yang bisa kugunakan.
Setelah tiba di tempat Yumna, aku segera menghubunginya. Tidak lama ia pun muncul dengan wajah berseri-seri. “Hai, sudah lama kita tidak bertemu, bagaimana kabarmu, Alice?”
Aku tersenyum tipis, “Seperti yang kamu lihat, aku baik saja. Bagaimana dengamu?”
“Tentu saja aku baik-baik saja! Masuklah, maaf kalau rumah ini tidak sebagus rumahmu.” Aku menggeleng tegas.
“Tidak apa yang kamu katakan, rumahmu sangat bagus bahkan aku tidak memiliki rumah untukku pulang.” Ucapku lembut.
Yumna memandang Javin dan Joana, “Hei, apa kalian sudah baik-baik saja? Apa tidak lelah saat ke sini, hm?”
Javin menjawab dengan wajah datarnya, “Tidak, kami baik-baik saja, terima kasih!” sedang Joana tersenyum tipis.
“Kalian ingin makan apa, aku akan si
Sebenarnya, ke mana arah kehidupanku? Setelah jauh darinya, pikiranku masih saja tertuju padanya. Apakah dia tahu bahwa aku hanyalah korban saja? Apakah dia akan menelponku dan mengajakku kembali? Apakah dia akan mengatakan padaku bahwa dia masih menyukaiku walau yang sudah terjadi sebelumnya? Aku berusaha untuk menghilangkan dia dari pikiranku, tapi ketika kebenaran menghantamku, dia kembali memenuhi isi pikiranku. Apakah usahaku selama ini hanya sia-sia saja? Mataku terpejam, bayangan kebersamaanku dengan Naka justru menari-nari. Hal itu membuatku kesal, mengapa melupakannya begiu sulit untuk dilakukan? Apakah aku begitu bodoh sampai tidak bisa menghilangkan hal yang membuatku kesakitan? “Lupakan, Alice! Naka dan Pak Dean adalah sumber masalah. Orang normal akan melupakan dan menjauhi sumber masalah.” “Lihatlah kedua adikmu, apakah kondisi mereka baik-baik saja setelah semua yang terjadi. Tidak, ‘kan?” sisi lain dari
Ia memegang tanganku, “Mendengar kamu mengatakan itu, aku jadi ingin memanggilmu idiot. Cepat ceritakan, apa yang terjadi padamu?”Aku menghela napas, “Jangan memanggilku wanita bodoh setelah kamu tahu apa yang terjadi denganku. Jika kamu berjanji, aku akan menceritakannya.”“Kamu mengatakan itu membuatku ingin memanggilmu wanita idiot mulai sekarang. Tapi karena aku penasaran, aku akan berjanji tidak akan memanggilmu wanita idiot.”Aku menggaruk kepalaku, “Kamu sudah berjanji, jadi jangan melanggarnya!”Yumna mengangguk, “Iya, cepat ceritakan!”Aku menyugar rambut ke belakang, “Jadi saat aku tiba di kota tempatku berkuliah, aku tidak tahu bagaimana, tapi koperku tertukar. Aku sadar saat sudah datang di tempat kosku, aku menghubunginya karena ada informasi pribadinya di dalam koper. Aku dan pria asing ini bertemu di Kafe dekat tempatku tinggal.” Yumna langsung memotong.
“Uang tabukanku akan habis, aku tidak bisa selamanya menumpang di tempat Yumna.” Aku berujar lirih, ujung tanganku memijit pangkal kening.Aku menatap komputer jinjing di atas meja, “Tidak apa, lagipula aku tidak akan kuliah lagi.”Air mataku menetes, “Aku ingin kuliah sejujurnya. Tapi sampai kapan aku akan bersikap egois? Aku sudah merasakan hidup yang baik saat ayah ada, sekarang adikku tidak akan merasakan kebahagiaan lagi. Setelah ayahku tiada, Javin dan Joana kesepian dan hidup serba kekurangan.”Setelah memindahkan beberapa data-data penting dari komputer jinjing, aku mengiklankannya di Internet.“Aku tahu ini tidaklah mahal, tapi aku yakin uangnya bisa bertahan sampai aku menemukan pekerjaan.”Aku sudah mengirimkan beberapa surat lamaran pekerjaan, belum ada satu pun yang menghubungiku, aku sedikit stress dibuatnya.Javin masuk ke dalam kamar, “Kakak, apa aku boleh ikut Club Dance?
“Mana adikmu?” ini adalah pertanyaan yang kesekian kalinya.“Sebentar lagi adikku akan keluar.” Aku pun menjawabnya dengan jawaban yang sama.Ia diam samabil menatap jalanan, “Mana adikmu?”“Kalau kamu tidak bisa menunggu, kamu bisa pulang sekarang, Adam.” ucapku dengan senyuman tipis.Ia menggaruk kepalanya, “Kamu tidak merasa kepanasan?”Aku menatap batang lehernya, “Kulitmu memerah, sepertinya terbakar, ya?”Adam sedikit melompat menatapku, “Benarkah? Apa bisa kamu memeriksanya lebih dekat?”Aku mengangguk, “Mendekatlah,”Tubuhnya mendekat, aku memeriksa batang lehernya, “Apa ini terasa panas?”Ia mengangguk, “Sedikit. Alice, apa aku akan menjadi butiran debu seperti vampire?”Hilang sudah rasa kasihanku padanya atas kalimat yang baru Adam katakan. Aku menatapnya datar, “Tidak, kamu akan
“Alice, semangat bekerja! Ini adalah hari pertamamu, jadi kamu harus berhati-hati.” Aku mengangguk samar.“Aku mengerti, terima kasih, Yumna.”“Aku dengar dari Jo, kemarin kamu membawa pria. Apa itu pacar barumu?”Aku menggeleng, “Tidak, dia temanku.”Yumna mengangguk, “Ah, benarkah? Jo bilang pria kemarin mengajak ke taman bermain. Wah, Alice memiliki wajah cantik adalah kelebihan, belum lama kamu di sini sudah ada pria yang tertarik padamu. Sedangkan aku, pria yang kusukai tidak tertarik padaku, pria asing pun tidak ada yang tertarik padaku.”Aku memandang Yumna datar, “Aku tidak tertarik padanya, kalau kamu suka aku akan mengenalkannya padamu.”“Oh, jadi pesona pria kemarin masih jauh dari mantan pacarmu, ya? Apa pria kemarin tampan?”Aku mengangguk, “Ya, lumayan, tapi otaknya sedikit terganggu.”Yumna menjawab dengan kekehan keci
“Alice, apa kamu tidak pusing membaca buku itu terus-terusan?”Aku menggeleng tanpa mengatakan apapun.Ia kembali mendumel, “Ah, semua gara-gara si cabe itu, kamu jadi tidak menjawab pertanyaanku.”Aku menutup buku lalu menatapnya tajam, “Adam, aku sedang belajar, kalau aku gagal nanti malam, aku bisa dipecat.”Adam menjawab dengan kekehan di bibirnya, “Baiklah, ternyata kalau kamu serius terlihat seperti monster. Menakutkan!”Aku hanya meliriknya saja.Aku mengampil ponselku lalu menatap jam, “Astaga, bagaimana ini Javin dan Joana sebentar lagi pulang. Aku lupa memberitahu Javin kalau hari ini aku sudah bekerja.”Adam menatapku, “Ada apa? Kenapa wajahmu seperti orang ketakutan?”Aku menggeleng saja, “Tidak ada.”“Kalau ada sesuatu, katakan saja. Aku akan membantumu.”Aku menggeleng, “Tidak perlu. Tidak ada masala
Aku memijit kepalaku, terasa sangat pusing. Adam berucap membuatku menoleh menatapnya, “Ada apa? Kenapa kamu memanggilku?”“Kamu membutuhkan bantuan? Aku sedang menganggur, aku bisa menolongmu.” Aku menggeleng.“Tidak, ini tugasku. Aku yang harus mengerjakannya.”Ellie menimpali, “Astaga, nasibmu malang sekali mengerjkaan yang bukan tugasmu. Kamu terlihat kesulitan, mau kubantu, Alice?”Aku menggeleng, bagaimana bisa aku membiarkan orang lain mengerjakan tugasku. Ini hanya tugas mudah, tidak wajar jika aku meminta bantuan Adam maupun Ellie.“Tidak, aku bisa mengerjakannya. Terima kasih.”Ellie menghela napas, ia tersenyum lalu menjawab, “Hm, baiklah. Katakan kalau kamu kesulitan, jangan ragu aku akan membantumu.”Adam menatap jam tangannya, “Lihat, sebentar lagi jam pulang. Kalau kamu lupa, nanti malam kita akan rapat. Tugas dari cabe lebih penting daripada
Sejak kemarin, Adam selalu mengirimiku pesan singkat. Ia berkata berulang kali di dalam pesan singkat, “Alice, datanglah ke kantor. Jangan takut, aku tidak akan membiarkanmu diusir oleh David.”Atau ….“Jika kamu tidak bekerja di sini, aku juga tidak akan bekerja. Aku tidak suka bekerja tanpamu, Alice!”Membaca pesan singkat yang dikirimkan Adam membuatku terkekeh pelan. Aku jadi membayangkan bagaimana wajahnya saat mengetikkan pesan itu, sudah pasti sangat menggemaskan. Eh ….Aku menatap ke depan, saat ini aku sedang bekerja menjadi kasir di supermarket dekat rumah. Gajinya tidak sebesar gaji perusahaan tempatku bekerja kemarin, tetapi tak masalah setidaknya aku tidak menganggur dan mendapatkan pemasukan.“Ini saja, kak? Apakah tidak ingin pulsa? Pulsa sedang diskon, kak.” Ujarku ramah.Pelanggan menggeleng, raut wajahnya terlihat datar sekali. Aku meneguk ludahku dan segera memberikan belan