Miranda mendesah melihat perubahan ekspresi adik iparnya itu. Kurasa sebaiknya aku berterus terang pada Lukas sekarang. Agar semuanya clear dan nggak terjadi kesalahpahaman, batin gadis itu mengambil keputusan.Diangkatnya tangannya. Diperlihatkannya cincin berlian yang tersemat manis pada jari tangannya. Jantung Lukas hampir copot rasanya. Hatinya menangis. Dia sekali lagi kehilangan gadis yang dicintainya.“Aku dilamar Carlos tadi siang,” aku Miranda jujur. “Dia memintaku fokus menjadi ibu rumah tangga dan berhenti bekerja sebagai broker properti. Dia nggak suka aku keluyuran kesana-kemari bersama klien-klien tak dikenal. Bahaya katanya.”Lidah Lukas terasa kelu. Pria itu tak mampu berkata-kata. Sorot matanyalah yang berbicara. Kekecewaan campur kepedihan terlihat jelas memancar dari sana. Harapannya untuk bersatu kembali dengan Miranda musnah sudah. Dia kalah cepat dengan pria tampan kaya raya yang telah memikat hati mantan kekasihnya ini.Miranda jatuh iba. Gadis itu merasa agak m
Kedua tangan Lukas memegang kepalanya. Hatinya gusar sekali. Dia sebenarnya tahu bahwa kecil sekali kemungkinannya Miranda mau kembali padanya. Pria itu paham benar karakter mantan kekasihnya tersebut. Sekali mengambil keputusan, gadis itu takkan menoleh ke belakang kembali. Sekali Miranda mengakhiri hubungan dengan laki-laki, mustahil mereka akan kembali bersama.Akan tetapi namanya manusia, terkadang dia masih berharap gadis itu akan melihat ketulusan hatinya saat ini. Setelah berbagai hal buruk berlalu. Apalagi sekarang kondisi finansialnya sudah jauh lebih baik dibandingkan enam tahun yang lalu. Dia sudah punya usaha sendiri dan mampu membiayai kehidupan Joy sepenuhnya.“Harapanku ternyata sia-sia,” sesal pria itu pada dirinya sendiri. “Tapi barangkali aku takkan sekecewa ini jika saja Miranda akan menikah dengan pria yang benar-benar mencintainya. Carlos Martin itu bukan orang yang bisa dipercaya. Entah kenapa aku langsung tidak suka sejak pertama kali melihatnya. Sepertinya oran
Carlos menyeringai sinis. Lalu dengan acuh tak acuh dia menjawa, “Dia tipe gadis yang kusukai. Aku tertarik padanya sejak pertama kali kami bertemu.”Mulut Victoria membulat membentuk huruf O. Kemudian wanita itu kembali bertanya, “Kalau memang menyukainya, kenapa harus buru-buru menikah, Nak? Kalia bisa berpacaran dulu, kan. Buat saling mengenali pribadi masing-masing.”Carlos tergelak mendengar ide ibu kandungnya itu. Entah kenapa suara tawanya terdengar mengerikan di telinga Victoria. Wanita itu berusaha menguasai perasaannya dengan tetap bersikap tenang. Dia tak boleh terpancing dengan sikap arogan anaknya ini. Sikap yang diwarisi Carlos dari dirinya.“Aku ini sudah dewasa, Ma. Sudah dipercaya memimpin perusahaan besar dan membawahi ratusan karyawan. Aku butuh pasangan yang mengurusku sepulang kerja dan menikmati hidup. Kalau masih harus melakukan penjajakan lagi, itu artinya bukan aku yang diurus, tapi akulah yang mengurus pasanganku. Itu sama sekali tidak sesuai dengan tujuank
Sementara itu Joy yang merasa tidak nyaman dengan suasana formal di rumah itu kemudian bertanya lugu pada tantenya, “Tante Mira, apakah kita masih lama di sini? Joy sudah bosan.”Miranda yang kaget mendengar pertanyaan keponakannya langsung mengacungkan jari telunjuk di depan bibir, memberi tanda agar Joy diam. Anak itu langsung mengerti. Dia segera menutup mulutnya. Namun ekspresi wajahnya berubah jadi cemberut. Victoria yang melihat hal itu langsung menyeletuk, “Oh, maafkan Oma ya, Joy. Lupa menyiapkan kue dan minuman buatmu. Sebentar, ya,”“Oh, nggak usah repot-repot, Tante Victoria,” kata Miranda sungkan. “Tadi di rumah Joy sudah makan, kok. Iya kan, Sayang?”Tatapan tajam tantenya membuat anak laki-laki itu tak berkutik. Dia mengangguk pasrah. Victoria tersenyum sinis. Wanita itu lalu menoleh pada putra kandungnya, “Carlos, sepertinya Joy merasa kurang nyaman di rumah kita. Terlalu sepi mungkin. Kamu ajak Miranda dan Joy ke mal aja sekarang. Yang penting kita kan sudah sepakat b
Akhirnya bulan madu nan romantis itu selesai sudah. Cinderella bersama pangerannya kembali ke dunia nyata. Mereka pulang ke kota Surabaya dan tinggal bersama Joy di rumah baru berlantai dua dengan fasilitas kolam renang outdoor dan golf view. Rumah pilihan Miranda. Tempat dimana Carlos melamar dan menyematkan cincin berlian di jari manisnya.Lukas yang mengantar anaknya ke rumah Miranda tak ingin berlama-lama agar tak terlihat oleh Carlos. Dia tak mau mempersulit keadaan Miranda. Carlos sudah mewanti-wanti istrinya agar tak sering-sering bertemu dengan Lukas. Karena bagaimanapun juga adik iparnya itu dulu pernah menjadi kekasihnya.“Joy baik-baik tinggal di sini sama Tante Mira, ya,” pesan Lukas pada anaknya. “Yang nurut. Jangan nakal, ok?”“Papa kok cepat sekali pulangnya?” keluh Joy sedih. “Papa kan belum lihat kolam renang di halaman belakang. Bagus, lho.”Lukas tersenyum simpul. Sempat terlihat olehnya ekspresi wajah Miranda yang tegang saat mendengar kata-kata Joy barusan.Pasti
Tiba-tiba sebuah pikiran buruk muncul dalam benak Miranda. Jangan-jangan Carlos sudah merasa bosan terhadap dirinya. Pria itu tampan dan kaya raya. Pasti tak sedikit perempuan yang dulu keluar-masuk dalam hidupnya. Saking Miranda tidak berani menanyakan hal tersebut pada suaminya. Hati wanita itu dapat merasakan bahwa suaminya tidak suka ditanya-tanyai tentang masa lalunya. Beberapa kali Miranda sempat nyelimur tentang masa kecil maupun masa remaja Carlos, namun tak mendapatkan respon yang memuaskan.Dengan sikap acuh tak acuh pria itu menjawab, “Masa kecilku tak ada bedanya dengan anak-anak lainnya, Mir. Main, sekolah, les. Itu saja. Terus waktu remaja aku kadang merokok sama teman-teman di sekolah. Terus nyoba minum minuman keras, nonton film porno, ya gitu-gitulah. Waktu SMA mulai mencicipi rasanya clubbing. Biasa-biasa aja kan, hidupku dulu?”Setelah itu Carlos pergi meninggalkan istrinya dan masuk ke dalam kamar mandi. Miranda cuma bisa mengelus dada melihat sikap suaminya terseb
Kemudian anak itu spontan berkata, “Joy pikir setelah tinggal di sini, kita akan lebih sering main bareng, Om. Ternyata Om Carlos makin sibuk. Enakan dulu waktu Joy masih tinggal di rumah yang lama. Dulu Om Carlos sering datang dan mengajak Joy main.”Tiba-tiba terdengar suara meja makan dipukul dengan sangat keras. Miranda dan Joy sama-sama terkejut. Kengerian terpancar dari ekspresi wajah mereka berdua. Sorot mata Carlos menyala-nyala bagaikan siap menerkam dua orang itu.“Joy, jaga mulutmu! Kamu seharusnya bersyukur sudah pindah ke rumah yang jauh lebih besar dan mewah seperti ini. Segala fasilitas ada. Kolam renang, taman untuk bermain, ayunan dan macam-macam lagi yang sudah Om sediakan buatmu. Kalau kamu memang tidak puas dengan semuanya itu, ya sudah. Balik saja ke rumah kalian yang dulu. Om tak akan menghalang-halangi!”Selanjutnya laki-laki itu bangkit berdiri dan berjalan cepat meninggalkan ruang makan. Dia langsung keluar rumah untuk berangkat ke kantor. Air mata Joy tumpah
Miranda lalu berkata pada si sopir agar bersama-sama dengannya memapah Carlos hingga sampai ke kamar tidur mereka di lantai dua. Pria itu mengiyakan. Tubuh tuannya memang berat sekali dan harus dipapah dua orang untuk naik ke atas.Beberapa menit kemudian tubuh Carlos telah dibaringkan di atas tempat tidur mewah miliknya. Miranda mengucapkan terima kasih pada sopirnya dan memberi pria itu uang tip. Laki-laki itu menerimanya sembari mengucapkan terima kasih juga.Setelah mengantar sopirnya kembali ke lantai satu dan menutup pintu depan rumah, Miranda mendesah penuh kekecewaan. Dipandanginya tangga melingkar yang menuju ke lantai dua dengan perasaan masygul. Dia enggan sekali meniti anak-anak tangga itu lagi. Malas melihat wajah Carlos dan mencium aroma tubuhnya yang dipenuhi bau alkohol.Tapi kalau besok pagi dia terbangun dan tahu aku tidak tidur di sampingnya, terus bagaimana? batin wanita itu cemas. Aku takut Carlos akan memarahiku dan Joy mengetahuinya. Suasana rumah ini akan semak