Saka melepas dekapannya. Dengan gayanya yang khas, ia melipat kedua tangannya seraya menatap arini yang tertunduk.
"Apa kamu keberatan? Jika kamu keberatan, ambillah!" pinta Saka sembari mendongakkan wajah cantik tunangannya tersebut.
Arini menyeringai. Dengan cepat dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, Arini mengecup bibir sexy yang terdiam di hadapannya.
"Kata siapa keberatan? Aku juga menginginkannya," jawab Arini tersenyum tipis.
Tubuh saka seketika meremang. Senyum manisnya mulai mengembang saat arini mulai memperlihatkan keromantisan yang tidak terduga.
Senyum arini memudar. Dahinya mengernyit melihat saka yang terus saja memandang dirinya.
"Sudahlah! Jangan membuat aku tambah salting," ujar arini tersipu malu.
Saka menyeringai. Perlahan, ia kembali mendekap arini sembari memandang pemandangan yang ada di depannya.
"Baru kali ini, aku merasakan kebahagiaan yang hakiki!"
Ucapan tulus sang dokter membuat arini tak
"Biar saya yang menanganinya, Dok!" kata arini mengejutkan saka."Arini, tapi?""Kamu lupa, dulu aku pernah menjadi asisten dokter Paula sebelum menjadi asisten kamu?"Seketika, panggilan yang sudah melekat di diri mereka kembali lagi.Saka menegak salivanya dengan paksa. Jika sudah ada kemauan, ia tak bisa menghentikan langkah tunangannya itu. Ambisinya untuk menolong seseorang begitu tinggi tanpa peduli resiko yang akan dihadapi.Semangatnya, jiwa sosialnya begitu membara. Andai kalo bukan karena hutang, ia tak mungkin melepas pekerjaan yang selama ini ia perjuangkan dengan susah payah."Gara-gara aku, kamu harus merelakan pekerjaan yang sudah menjadi bagian dari dirimu. Jika alya sudah sembuh, aku janji akan mengembalikan pekerjaanmu itu seperti semula!" gumam saka berlari mengikuti mereka yang berlari terlebih dulu.Sesampai di tempat tujuan, Saka menemani Arini menangani pasien yang akan melahirkan.
Aduh! Bagaimana bisa aku lupa mengatakannya pada dia, kalo ternyata perhiasanya di ambil oleh kakak!" gumam batin arini menggigit bibir bawahnya."Arini, bagaimana?" sahut ayah terkejut saat arini menggelengkan kepalanya."Bagaimana ini? Apa kejadian ini akan mempengaruhi pernikahan kamu nanti?" tanya ibu panik. Ia sangat takut jika keluarga saka akan berubah pikiran untuk menikahi putrinya. Padahal, ibu sudah memberitahu pada semua orang akan rencana pernikahan arini yang akan di adakan sebulan lagi.Arini menggigit bibir bawahnya. Kedua matanya tak berhenti menatap ke arah kedua orangtuanya yang terlihat begitu khawatir dengan apa yang terjadi.Kakak bener-bener kelewatan! Jika aku menemukannya, aku tak akan mengampuninya! gumam batin arini seraya mengepalkan tangan kanannya.Di rumah sakit, Saka terkejut melihat Farel berlari tergopoh-gopoh menuju ruang IGD. Terlihat jelas, ia membawa seorang wanita yang sedang terluka parah."Suste
"Siapa yang menelponmu?" tanya arini penasaran.Saka terdiam saat pertanyaan itu terlontar dari mulut Arini."Kenapa diam? Apa kamu mencoba untuk berselingkuh?"Saka menyeringai. Ia tak menyangka di balik sifat tomboy sang kekasih ternyata juga memiliki sifat posesif padanya. Dengan lembut, saka membelai rambut panjang arini yang terurai panjang. Secara perlahan, ia mulai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi."Tunanganku yang cantik, bagaimana bisa kamu menuduhku seperti itu? Kamu tau kan, dalam sejarah hidupku tak ada kata selingkuh yang terjadi padaku. Justru, aku sangat takut jika kamu yang selingkuh dan meninggalkanku seperti mantan kekasihku dulu," tutur saka yang membuat senyum arini tertoreh.Sesaat, gelak tawa Arini pecah melihat kekasih hatinya begitu serius menanggapi pertanyaannya."Kenapa ketawa? Apa ada yang lucu?" tanya saka penasaran."Ternyata asyik juga godain kamu seperti ini, lucu!" ujar Arini tak ber
"Apa di bawa sama kak Farel?"Telinga arini semakin panas mendengar nama kakaknya yang terlontar dari mulut tunangannya. Karena kakaknya, ia harus kehilangan uang dan juga motornya."Tunanganku!" panggil saka mengagetkan arini.Arini tersenyum."Aku menjualnya. Lagian, aku juga jarang pakai. Ya sudah, yuk berangkat! Nanti kamu telat lagi," ajak arini meraih tangan saka.Saka tak berhenti mengerjap. Jawaban arini terdengar sangat aneh di telinganya. Seakan ada hal yang di sembunyikan darinya."Bukankah dulu dia pernah bilang, kalo motor itu adalah benda kesayangannya? Kenapa tiba-tiba menjualnya?" batin Saka mulai berpikir.Arini mengernyit. Kedua matanya mengerling melihat saka yang berdiri dan tak kunjung masuk ke dalam mobil."Apa yang ia pikirkan?" tanya arini yang sudah lebih dulu masuk mobil.Tanpa banyak buang waktu, arini memencet bel mobil hingga membuat saka kaget.Sesampai di rumah devian, Ar
Aura menegak salivanya dengan paksa. Terasa sangat sakit dan terasa sesak di dada. Jari jemari tangannya mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi."Andai dulu aku tidak menyia-nyiakan dia, mungkin saat ini aku bisa menunggu ibu di dalam. Gara-gara ambisiku menjadi orang kaya, aku harus kehilangan orang yang begitu tulus mencintaiku," gumam batin aura menyesal.Hampir setengah jam lamanya saka berada di dalam bersama ibunya.Kedua tangan aura meremas dan mencoba bersikap untuk tenang menunggu kabar dari saka.Bola manik mata indahnya tak berhenti menatap ke arah pintu ruang IGD yang masih tertutup rapat. Kecemasan dan ketakutan kini menghampiri aura. Pikirannya mulai mengarah hal negatif yang akan terjadi pada ibunya. Bagaimana jika ibu kenapa-kenapa? Bagaimana hidupku jika ibu meninggalkanku? Dan bagaimana masa depanku selanjutnya?Pertanyaan itu seakan berputar-putar di dalam otaknya."Ya Tuhan, selamatkan ibuku! Aku masih bu
Arini menghela nafas panjang. Bibirnya melipat dan bergetar mengimbangi desiran hatinya yang mulai tak karuan."Jika itu benar dan dia mencoba main hati di belakangku, aku tak akan memaafkannya," gerutu Arini mulai mengeluarkan kata serampahnya.Sejenak, lentik indah bulu mata Arini seakan tak mampu mengerjap saat alya menatapnya dengan tajam."Aduh, apa alya mendengar kata-kataku barusan, ya?" batin arini bertanya. Bibirnya melipat seraya mengedipkan mata kanannya berulang kali."Tante kenapa? Apa om saka menyakiti tante?" Pertanyaan yang seharusnya tak terucap pada anak lima tahun seperti Alya.Perlahan, arini berjongkok tepat di depan gadis kecil bertubuh gendut tersebut, Jari jemari tangan mulusnya mulai memegang bahu alya yang tertutup dengan kaos berwarna pink."Tidak, Sayang. Mana mungkin om saka menyakiti hati tante. Kamu tau sendiri kan, om saka seperti apa?" tanya balik Arini seraya memegang pipi chubby keponakan
Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu? Apa kamu rela aku kembali lagi padanya?"Kedua mata mereka saling menatap satu sama lain. Hati mereka juga seakan berbicara dan bertolak belakang dengan segala ucapan yang terlontar dari mulut mereka sendiri.Arini menghela nafas panjang. Bola manik matanya mengernyit melihat sang kekasih berusaha membuatnya cemburu."Ya, itu sih tergantung kamu. Kalo kamu ingin kembali padanya, ya nggak apa!" jawab Arini santai.Saka mendesah sebal. Bisa-bisanya arini berbicara seperti itu padanya. Seakan-akan rasa cinta kepadanya tak ada sama sekali.Semua perkataan, pernyataan, dan pertanyaan yang akan ia lontarkan pada arini, seketika terhenti saat Arini menoleh ke arahnya sembari terkekeh pelan."Panik, ya? Aku bicara seperti itu?" ledek Arini tersenyum senang. Ia seakan puas melihat sang kekasih termakan dengan candaannya.Saka tersenyum tipis. Hatinya seakan lega melihat ekspresi tunangannya tersebut."Kamu
Kedua mata Arini berbinar. Ia tak menyangka saka benar-benar memperlakukan dirinya bak seperti seorang ratu. Semua di turuti."Sesayang itu kamu padaku? Padahal, jelas-jelas aku telah lupa hari ulang tahunmu," gumam Arini mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipi.Matahari mulai menenggelamkan cahayanya. Udara malam terasa begitu dingin menembus pori-pori kulit putih yang di miliki dokter tampan tersebut. Duduk termenung, kedua kaki menyilang di sertai kedua tangan menopang di dada itulah yang di lakukan saka saat ini."Makan malamnya lain kali saja, ya. Hari ini aku ada janji dengan teman SMA-ku." Perkataan Arini mulai melintas kembali dalam pikirannya."Padahal, aku ingin merayakan ulang tahunku bersamanya. Jalan-jalan naik motor bersama, makan malam bersama, rasanya sangat menyenangkan. Hah, tapi apa daya, aku tak bisa memaksanya untuk menuruti keinginanku itu," gumam saka terkejut saat suara bel berbunyi memanggilnya.Saka menghela nafas p