“Ya, ayo kita hadapi semuanya lalu menikah.”Kau tahu apa yang membuat kita sangat bahagia saat mendengar satu ucapan dari orang yang kita cintai. Yup, itu adalah menikah. Semua wanita akan sangat bahagia jika pria yang dicintainya mengajaknya untuk membinah rumah tangga yang sah.Beberapa wanita akan membayangkan hari-hari yang akan datang itu, di mana mereka membangunkan suaminya, memasak untuknya, bercanda dan melakukan hal romantis. Itu adalah hal pertama yang terlintas dibenak Nicha, wanita yang baru saja mendengar ucapan itu.Namun ia lupa, hal itu akan sangat sulit bagi mereka. Banyak rintangan yang ada di depan sana, seperti sebuah tembok yang harus mereka hancurkan.Matanya berbinar, ada satu tetes yang berada di ujung matanya. Dia tidak sedang bersedih namun ia menangis bahagia.Rasa terharu itu ada, suara lembut pria di depannya masih terngiang, betapa indahnya ajakan menikah itu.Tapi anehnya dia tak pernah merasakannya pada Rangga. Meski ia mencoba ingat perasaan itu namu
“Dok, sudah hampir semingguan kita tidak punya pasien, apa semua baik-baik saja?”“Kita harusnya bersyukur, berarti pengobatan kita berhasil.”Pria tersebut cuma mengangguk meski masih banyak sesuatu yang janggal akhir-akhir ini. Dari kejauhan, matanya memicing, ia seperti mengenali seseorang yang berjalan menuju ke klinik.“Dok, dia datang lagi,” katanya agak memelankan suaranya.Pria yang terus dipanggil dokter itu langsung mengerti maksud asistennya. “Biarkan saja,” ucapnya.Benar saja, wanita dengan dress hitam dan juga sepatu hak tinggi itu kini sudah berada di depan mereka berdua, Fadly langsung pergi untuk keluar setelah melihat mata tajam wanita itu.Gilang kini berpura-pura sibuk seperti biasa, ia membolak-balikkan les pasien yang ada di atas mejanya.“Kau tampak sangat sibuk?”“Ya, sama seperti hari-hari lain.”Gadis itu tersenyum miring. “Aku tahu semuanya, bahkan soal kau dan kakakku yang bertengkar di rumah sakit.”Seharusnya Gilang tak usah berpura-pura bekerja itu kelih
“Saat kita tua nanti, aku ingin pensiun dari pekerjaanku dan mulai berkebun di belakang rumah, lalu –“ kata lelaki yang kini sedang menatap langit di waktu fajar itu. Tangannya ia jadikan sandaran untuk kepalanya, di bawah pohon besar tersebut mereka menikmati suasana alam yang tenang.“Lalu kita memelihara banyak kucing dan anak kita akan mengunjungi kita setiap hari raya,” lanjut seorang wanita di sampingnya. Rambut panjangnya yang dikuncir terbawa oleh angin, belum lagi dengan cahaya dari sela-sela dedaunan yang menyinari wajahnya. Begitu cantik.“Rumah kita akan ramai, lalu cucu-cucu kita berlari dihalaman rumah ini. Kemudian kau akan marah karena mereka menjatuhkan tanaman kesukaanmu.” Wanita itu kini melirik laki-laki yang kini sudah duduk nyaman.Keduanya saling bertatapan penuh cinta, lalu tersenyum seakan pikiran mereka sama. “Aku bukan tipe pemarah, tahu.” ucap Gilang sedikit memanyumkan bibirnya yang malah terlihat menggemaskan itu.“Tapi kalau kau sudah tua pasti akan jadi
“Dia Kenapa bisa ada di sini?” Ucap pria yang masih berdiri di tempatnya.Ia masih mencerna semua kejadian tersebut dan masih bingung mengapa perempuan itu bisa tahu rumahnya.“Dia sudah pernah datang ke sini beberapa waktu lalu.”Gilang kaget ia segera mendekati Nicha lalu mengatakan. “Kau serius, kenapa kau tidak memberitahuku, apa yang dia katakan?”Nicha terdiam, ia sebenarnya ingin melupakan ucapan pedas wanita tersebut namun –“Dia menyuruhku pergi.”“Benarkah, tapi setelah itu kau –“ Gilang tiba-tiba tidak melanjutkan ucapannya, ia jadi ingat hari di mana sikap Nicha berbeda. “Apa hari itu saat kau selalu diam?”“Maaf karena tak memberitahumu, aku hanya ingin berpikir dan juga mengambil langkah yang mungkin bisa menjadi jalan terbaik, tapi aku memang payah.”Gilang terdiam, ia menarik tubuh Nicha dan memelukya di bawah pohon itu. “Tak apa, jangan dengar ucapan orang lain.” Nicha membalas pelukan pria itu juga. “Ya, mulai sekarang aku tak akan mendengar siapapun lagi, hanya kau.”
Gadis itu terdiam dengan mulut menganga ketika apa yang tidak pernah terpikirkan olehnya terjadi di depan matanya.Baru beberapa menit yang lalu, Adnan laki-laki berusia 14 tahun dengan seragam sekolah lengkap menyatakan perasaan padanya sepulang sekolah, tangannya berkeringat dingin, otaknya masih memproses apa yang sebenarnya telah terjadi.Illeana Hanicha, gadis yang seusia dengan Adnan itu tak mau mempercayai jika laki-laki itu telah meninggal beberapa detik yang lalu karena sebuah kecelakaan. Ah bukan, namun karena kesengajaan. Dia memang menolak Adnan secara kasar dan mentah-mentah karena dia memang tak mempunyai perasaan apapun terhadap laki-laki itu.Tapi dia hanya tak menyangka saja dengan apa yang di lakukan laki-laki itu di luar kewarasan, apa dia bodoh? Siapa yang harus di salahkan atas ini semua?yang hanya ada di pikirannya adalah bukan dia orang yang menyebabkan kematian laki-laki muda itu.Cinta memang indah, namun cinta juga dapat membuat luka ketika cinta itu tak ter
Gilang memelankan laju mobilnya setelah mereka melewati satu tugu yang usang., disepanjang jalan Nicha hanya melihat pohon-pohon yang tumbuh dengan lebat, tak ada satu pun rumah di sana.Pria itu menghentikan mobilnya akhirnya. Nicha membuka jendela kaca mobil lalu melihat ke luar. “Apakah dia di kuburkan di sini?” Nicha memang tidak pernah melihat kuburan Adnan, bahkan hari terakhir saat dia akan di makamkan, Nicha hanya berada di rumah Adnan lalu ia pulang setelah ia di perlakukan dengan tidak baik oleh orang-orang di sana.“Ya. Kita jalan sebentar lalu kita akan sampai, ayo,” ajak Gilang membuka pintu mobilnya.Nicha sedikit gugup, ia pun menghela napasnya pelan sembari menutup mata. “Tidak apa, Adnan pasti senang aku membawakan orang yang dicintainya selama ini, Percayalah dia telah menunggumu.”Nicha sedikit tenang setelah Gilang memberinya sugesti tersebut. Wanita itu akhirnya membuka mobil dan keluar.Angin langsung berhembus seolah menjadi ucapan selamat datang Adnan pada Nic
Setelah pulang dari menjenguk makam Adnan, kedua pasangan itu langsung pergi ke kantor ayahnya di mana, Rangga mungkin juga sudah menunggunya di sana.Gilang memarkirkan mobilnya lalu ia melihat Nicha yang sedari tadi diam saja mereka mulai masuk ke dalam lingkungan tempat kerja tersebut.“Iya, aku akan melewati semua ini,” katanya dan langsung membuka pintu, berlari kecil meninggalkan Gilang, tanpa mengatakan apapun.“Hei, Nicha tunggu!” Panggil Gilang menyusulnya.Beberapa orang melihat mereka saat memasuki pintu masuk, di lobby beberapa karyawan yang tentunya mengenali Nicha langsung berbisik dan menatapnya aneh.Tanpa mempedulikan mereka, Nicha berjalan dan menunggu lift terbuka.“Kau harus tenang ya, jangan emosi,” kata Gilang.Nicha hanya mengangguk pelan.Tak perlu menunggu lama, lift akhirnya terbuka dan menampakkan dua orang yang baru saja turun. Namun bukannya masuk ke lift mereka malah saling diam-diaman.Nicha melihat Rangga dan Bella berada di dalam lift tersebut, begitu
“Ayah aku mohon padamu, ini adalah permintaan terbesarku, tolong percaya dan berpihak padaku, ayah.”Semua mata di ruangan itu tertuju pada seorang wanita yang tiba-tiba saja berlutut di kaki ayahnya.Kejadian seperti itu tidak pernah terjadi sebelumnya di kantor tersebut.Beberapa orang bahkan berbisik-bisik pada teman sebelahnya, membicarakan wanita yang sepertinya sudah tak mempedulikan kata orang disekitarnya.Tak jauh dari sana, ada seorang pria yang juga berdiri dan menatapnya iba. Ia sungguh tau perjuangan dari Nicha.“Hentikan itu, kau mempermalukan ayah,” kata pak Faris pelan berusaha agar suaranya tak didengar karyawan lain.Nicha menggeleng. “Aku tidak peduli, aku hanya ingin ayah tidak ikut campur urusan rumah tanggaku, ayah tidak usah terpengaruh pada Rangga, tolong ayah.” Suara tangisan itu terdengar kembali.Pak Faris hanya terdiam. Sejujurnya ada yang tak bisa ia ungkapkan pada anaknya tersebut. Selama ini, Rangga telah bekerja keras untuk membagun perusahaan dari nol