Afnan masuk melangkahkan kakinya menuju atas, niatnya ingin berganti pakaian karena sebentar lagi harus mengimami santri-santrinya sholat subuh berjamaah setelah itu dilanjutkan mengaji kitab kuning tafsir jalalain.Ia membuka pintu kamarnya ternyata pintu itu dikunci dari dalam. Ia pun mengetuk pintu itu supaya Arni membukakannya. Tiga kali mengetuk Arni baru membuka pintu itu tanpa bicara sepatah kata pun wanita itu melangkah menuju sofa sambil membawa alquran. Ia melihat di ranjang sudah tersedia koko dan sarung untuknya. Ia tersenyum meskipun semarah-marahnya sang istri, Arni selalu mengerjakan kewajibannya dengan baik.Afnan mengganti bajunya setelah itu ia menghampiri sang istri yang masih mengaji. Ia duduk di karpet bawah meletakkan kepalanya di paha Arni.“Aku minta maaf ... maaf sudah sangat menyakitimu ... maaf ...,” lirihnya sambil meneteskan air matanya. Entah sejak pulang dari pesantren Kiyai Latief kemarin emosi Afnan sangat tidak stabil.Arni menghela napasnya panjang.
Azril masih berjalan untuk mencari tumpangan untuk mencapai jalan raya. Maklum pesantren Kiyai Latief berada di pelosok perdesaan, sehingga jauh dari jalan raya. Ia harus berjalan cukup jauh untuk mencapai jalan raya. Sekitar satu jam kalau ditempuh dengan jalan kaki.Azril sudah berjalan cukup jauh. Suara marbot masjid di sekitar kampung itu membangunkan warga untuk makan sahur. Ia teringat sang bunda. Biasanya setelah semua siap sang bunda akan mengetuk pintu kamar anak-anaknya dan mengajaknya makan sahur.Azril langsung meneteskan air matanya. Ia sangat merindukan keluarganya. Terutama sang bunda.Azril duduk di bawah pohon. Ia membuka tas ranselnya mengambil makanan dari dalam tas itu untuk ia jadikan sahur. Air matanya masih merembes mengingat wajah sang bunda yang tersenyum lembut padanyaSetelah mengisi perutnya dengan roti kesukaannya dan air mineral yang ia bawa, Azril segera melanjutkan perjalanannya. Ia harus segera keluar dari desa ini sebelum pihak pesantren menyadari dir
Arni masih menangis sejak tadi. Ia takut terjadi sesuatu pada sang putra. Dirinya sangat khawatir, bagaimana tidak? Selama ini sang putra tidak pernah keluar sendiri dari rumah, sedangkan saat ini dia sedang sendirian di luar sana.Afnan masuk ke dalam kamar. Ia sudah melihat Arni sudah berganti gamis. Wanita cantik yang teramat ia cintai itu terlihat sangat sedih matanya sudah sembab, sejak dirinya mendengar sang putra kabur, Arni menangis.“Sayang, ayo keluar! Ummi dan Abah sudah menunggu. Kalian akan diantar Kang Dedik dan Mbak Ratna. Maaf ... Abi tidak diperkenankan Abah ikut karena masalah tadi pagi, tapi aku tidak akan tinggal diam kok, Abi akan tetap mencari keberadaan Azril ke rumah teman dan sahabatnya dan juga keluarga kita. Gus Achmad, dan semuanya. Abi akan menanyakannya pada mereka. Kamu tenang, ya. Baca sholawat terus. Abi yakin Azril tidak akan apa-apa,” ujarnya sambil memeluk tubuh Arni memberi ketenangan pada wanita itu.“Iya, Abi. Benar yang dikatakan Abah , sebaikn
“Pakde akan menelepon Abi dan Bundanya sekarang, Pakde enggak mau Bundamu menangis gara-gara kebingungan mencari kamu,” ujar Haikal.“Ah, Pakde enggak asyik ... biarin Bunda dan Abi cari aku dulu, biar mereka merasakan bagaimana kalau anaknya hilang. Suruh siapa aku pakai dihukum dengan memasukkan di pesantren. Apalagi pesantrennya bikin hatiku gelisah enggak jelas dan enggak tenang gitu. Ogah banget, aku juga mau lihat apa mereka masih sayang aku atau tidak,” ujarnya. Membuat Haikal dan Najma makin gemas melihat kelakuan sang keponakan.“Yakin ... beneran ... kamu mau lihat Bunda kamu sedih, menangis sampai sakit dulu baru Pakde kasih tahu keberadaanmu?”“hehehe, ya enggak segitunya lah Pakde. Cukup hari ini aja, biar mereka kelimpungan. Jangan telepon mereka dulu, please. Ayolah Pakde!” rengeknya.“Kamu lagi puasa ‘kan, Nak?” tanya Najma.“Ya iyalah ... masak putra Kiyai Afnan dan Bu Nyai Arni bolong puasanya. Meskipun hanya makan roti aku masih kuat lah puasa,” ucapnya jumawa. B
Azril masih memeluk sang Abi sambil meminta maaf dan menangis. Jurusan andalan Azril supaya terlepas dari masalah. Menangis, mencoba dengan muka melasnya membuat yang melihatnya tidak tega untuk menghukumnya. Namun, kali ini jurus itu tidak mempan untuk sang Abi dan sang Bunda. Mereka hanya ingin memberi efek jera pada sang putra yang badungnya, Masya Allah, meskipun begitu tetap saja Azril memiliki kecerdasan dan kepintarannya sendiri. Pemuda tampan itu masih pura-pura mencoba di pelukan sang Abi dan disaksikan Abang dan Adiknya. Hingga terdengar suara mobil masuk ke halaman ndalem pesantren milik Haikal. Kiyai Laqief, Ummi Syarifah, Arni, Dedik dan Ratna turun dari mobil. Mereka langsung mengucap salam karena di depan ndalem mereka sudah disambut oleh Haikal, Najma, Hambali dan Yulia.Arni bersalaman pada mantan mertuanya yang sudah seperti kedua orang tuanya sendiri dan Najma, sedangkan dengan Haikal ia menangkupkan kedua tangannya.Najma menyuruh Arni untuk menemui Azril yang a
Setelah semuanya sepakat akan memondokkan Azril ke pesantren milik Kiyai Bisri. Afnan dan Arni pamit pada Abah dan Umminya untuk ke kamarnya.“Sayang, kita ke kamar Azril dulu, ya!” ajak Afnan.“Iya, Abi. Mari!”Afnan dan Arni terkejut Azril tidak ada di kamarnya. Di mana anak itu saat ini sudah pukul 10 berarti para santri sudah diwajibkan tidur, kalau belum tidur akan ditakzir.Afnan dan Arni mencari sang putra di bawah. Di sana masih ada Kiyai Laqief dan Ummi Syarifah yang belum tidur dan masih mengobrol berdua.“Kenapa kalian berdua turun lagi. Dan kenapa wajah kalian berdua terlihat panik gitu?” tanya Ummi Syarifah.“Azril enggak ada di kamarnya, Umm.”“Kok bisa, Nak. Terus ke mana anak itu?”“Kami sudah mencari di kamar Arza dan Afni juga tidak ada. Kami juga tidak melihat anak itu keluar ndalem setelah sholat tarawih tadi,” ucap Arni.“Ya Allah anak itu, kamu telepon Dedik mungkin main ke rumahnya Dedik!” perintah Kiyai Laqief.Afnan langsung menelepon Dedik. Namun, Dedik menga
sangat bahagia karena masih bisa sahur bersama keluarganya. Meskipun ia tahu setelah ini dirinya harus menjalani takzirannya lagi di pesantren Kiyai Bisri.Azril sudah tahu, kalau dirinya akan di masukkan ke pesantren Kiyai Bisri. Ia juga sudah tahu suasana di pesantren itu. Pesantren yang cukup besar sama halnya di pesantren milik keluarga sang Abi ini. Pesantren Kiyai Bisri juga merupakan pesantren modern meskipun di daerah pelosok. Santrinya juga banyak sama halnya di sini. Azril sudah pernah mengunjungi pesantren itu saat Adiknya Najma menikah. Dirinya ikut ke sana bersama Arni dan Afnan juga keluarga lainnya.“Abang makannya yang banyak. Nanti Abang sudah buka dan sahur di pesantren Kiyai Bisri,” ucap Ummi Syarifah penuh perhatian.“Terima kasih, Nek. Bunda ... apa Mas Fais juga masuk di pesantren kakeknya?”“Enggak, Sayang. Mas Fais mondoknya di Gontor.”Fais adalah putra ketiga Haikal yang seumuran dengan Arza, tapi Azril cukup dekat dengannya. Putra Haikal ada empat, tiga lak
Azril masih asyik dengan Kang Abduh yang mengajaknya keliling pesantren. Dirinya juga sudah memilih kamar.“Kang, apa takzirannya bila melakukan kesalahan di pesantren ini?” tanyanya.“Takzirannya bermacam, Gus. Ada yang rambutnya di cukur gundul, ada yang disuruh berlari keliling pesantren sampai 100 kali, ada yang di suruh menyapu halaman depan dan belakang selama 3 hari, ada yang disuruh membersihkan toilet selama satu minggu dan ada yang sampai dikeluarkan secara tidak terhormat dari pesantren dan beberapa kasus yang cukup berat Kiyai Bisri sendiri yang mentakzirnya.” terang Kang Abduh.“wuih, sedikit menakutkan dong kalau gitu, tapi bisa dicoba,” ucapnya membuat Kang Abduh terbelalak heran. Dirinya sudah banyak menjumpai putra Kiyai yang badung selama menjadi asisten Kiyai Bisri dan menjadi ketua pengurus putra.“Dilihat dari tindak tanduknya cukup sopan, tapi tidak bisa diremehkan kayaknya Gus yang satu ini,” batin Kang Abduh.“Jenangan jangan pernah mencoba melanggar, Gus. Tak