Ketika dia mulai tenggelam dalam keasyikannya menikmati popcorn dan cerita film di depannya, tiba-tiba terdengar suara di sebelahnya berkata, “Mas, popcorn-ku udah abis. Tapi aku masih lapar….”
“Oh, ya makan popcorn-ku aja. Ini,” sahut laki-laki itu seraya menyodorkan kotak popcorn-nya.
“Aku kan tadi udah bilang nggak mau makan popcorn campur asin dan manis. Kamu ini gimana sih, Mas?”
“Hush, jangan keras-keras, Yang. Nggak enak sama penonton lainnya. Terus kamu mau makan apa lagi?”
“Kentang goreng.”
“Ok. Lalu apa lagi? Biar sekalian kubelikan.”
“Itu aja.”
“Baiklah. Tunggu, ya.”
Suami takut istri tersebut lagi-lagi turun ke bawah untuk membelikan pesanan istrinya yang tak habis-habisnya. Aku benar-benar dikerjai, pikirnya jengkel. Tapi kalau aku nggak menurutinya, nanti There malah akan berteriak-teriak histeris seperti di rumah. Malah bikin malu saja, keluh Jonathan dalam hati.
Sesampainya di kedai, dia langsung memesan kentang goreng. Sembari menunggu pesanannya disiapkan, dia bertanya ada camilan apa lagi yang ready. “Ada sandwich, Pak,” sahut pelayan kedai tersebut. Daripada nanti aku disuruh beli camilan lagi, apa sebaiknya kubeli saja sepotong sandwich, ya? pikirnya cerdik. “Ya sudah, Mas. Saya beli satu sandwich juga, ya,” katanya memutuskan.
Sang pelayan mengangguk. Tak lama kemudian dia menyerahkan pesanan Jonathan. Laki-laki itu lalu bergegas melangkah menuju kembali ke studio dimana istrinya sudah menunggu.
“Ini kentangnya, Yang,” ujarnya begitu sampai di tempat duduknya kembali. Seperti biasa, Theresia tanpa ba-bi-bu langsung menerima bungkusan itu dan melahap isinya seorang diri tanpa menawari suaminya.
Aduh, cerita filmnya udah sampai di mana, nih? Aku benar-benar nggak ngerti, batin Jonathan menyaksikan adegan dan dialog yang sudah tidak dipahaminya karena bolak-balik terjeda akibat membelikan pesanan-pesanan istrinya. Tak terasa kedua matanya terpejam dan ia pun tertidur. Setelah beberapa saat tiba-tiba dia terlonjak dari tempat duduknya karena merasa ada yang mencubit lengannya.
“There, kenapa kau mencubitku?”
“Hush, jangan keras-keras. Malu, Mas.”
Jonathan memelototi istrinya. Perasaan dari tadi kamu yang berusaha membuatku malu, pikirnya geram. Sabar, Jon. Sabar…. Ini tempat umum. Jangan sampai istrimu kumat histerisnya. Sekarang jaman digital. Kalau ada keributan di tempat umum, sering direkam oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab dan diviralkan di media sosial. Kamu tidak mau nama baik keluargamu dan reputasi perusahaanmu tercemar, kan? Sabar…sabar…, batinnya menenangkan diri.
“Kan udah bayar tiket mahal-mahal, kok ditinggal tidur, sih? Nonton, dong!” bisik Theresia dengan nada tinggi.
Bagaimana aku bisa konsentrasi menonton kalau selalu kamu interupsi untuk membelikan ini-itu di bawah? gerutu suaminya dalam hati. Rasa kantuknya hilang sudah. Berganti dengan perasaan sebal yang tak bisa diutarakan karena akan membuat keadaan menjadi runyam. Akhirnya dia hanya bisa menghabiskan sisa popcorn-nya sambil berusaha menikmati alur cerita film di depannya.
“Mas….”
“Apa lagi?”
“Kok kamu responnya gitu, sih? Udah nggak cinta lagi, ya?”
Jonathan berusaha menahan diri. Ia pun berkata lembut, “Ada apa, Sayang? Kamu masih laparkah? Ini ada sandwich.”
“Lho, kapan kamu belinya?”
“Tadi waktu aku beli kentang, sekalian beli sandwich juga. Jaga-jaga kalau kamu nantinya masih lapar.”
“Oh, gitu. Tapi aku sudah kenyang, sih.”
“Ya udah, nggak apa-apa. Biar nanti aku yang makan.”
“Kenapa nanti? Sekarang aja kamu makan. Aku udah nggak lapar, kok.”
“Aku masih kenyang karena barusan menghabiskan popcorn ukuran besar sendirian.”
“Oh, gitu. Ehm…, aku haus, Mas. Air mineralku sudah habis.”
“Ya udah, minum punyaku aja. Masih ada sedikit.”
Theresia langsung menenggak botol air mineral yang disodorkan suaminya.
“Sedikit sekali isinya, Mas. Kurang.”
“Ya udah, kamu tahan aja dulu. Toh, sebentar lagi filmya selesai. Aku nggak enak bolak-balik naik-turun tangga, sungkan mengganggu para penonton.”
“Kamu lebih mementingkan penonton yang tak dikenal daripada istrimu yang kehausan?”
Mulai lagi, pikir Jonathan sebal. Dipandanginya wajah Theresia yang cemberut. Kalau dulu, bibirnya yang merengut itu langsung kulumat habis sampai dia susah bernapas, gumamnya dalam hati. Sekarang kok ingin kutampar rasanya kalau tidak ingat dia ini istri yang harus kukasihi.
“Kamu mau minum apa?” tanya laki-laki itu akhirnya mengalah.
“Air mineral kayak tadi aja. Nggak dingin.”
“Ok.”
Untuk kesekian kalinya suami yang benar-benar diuji kesabarannya itu turun ke bawah demi menyenangkan hati istrinya tercinta.
***
“Filmnya tadi bagus ya, Mas? Aku suka. Brad Pitt umurnya udah tua tapi masih keren banget orangnya,” kata Theresia ketika ia dan suaminya dalam perjalanan pulang. Jonathan yang berkonsentrasi mengemudikan mobil hanya menjawab singkat, “Iya.”
“Jadi menurutmu film tadi bagus?”
“Iya.”
“Coba ceritakan bagian mana yang bagus?”
Jonathan terkesiap. Dia merasa dijebak. Bagaimana mungkin dirinya memahami alur ceritanya kalau sepanjang film berlangsung dirinya mondar-mandir naik-turun bak pramusaji bioskop?
“Aku nggak fokus nonton tadi, Yang. Jadi nggak tahu film itu bagus atau nggak,” jawab laki-laki itu terus terang.
“Lha, kamu ketiduran tadi. Kan sayang udah beli tiket mahal-mahal nggak ditonton filmnya.”
Jonathan menggeretakkan giginya menahan amarahnya yang hampir meluap. Rupanya Theresia menyadari hal itu. Perempuan itu lalu berteriak menantang, “Mas, kenapa kamu menggeretakkan gigi? Kamu marah sama aku?!”
Suaminya tidak menghiraukannya. Dia tetap berusaha menyetir dengan tenang. Istrinya yang merasa tidak dianggap menjadi histeris.
“Jonathan Aditya! Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku? Kauanggap apa aku ini?!”
Gawat, pikir Jonathan cemas. Theresia kumat! Aku harus menghentikan mobilku sebentar supaya tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
“Kenapa berhenti?” tanya wanita yang amarahnya sudah di ubun-ubun itu melihat suaminya menghentikan mobilnya di tepi jalan.
Jonathan berpaling dan menatap wajah istrinya yang merah padam. Seharusnya aku yang berhak marah, bukan kamu! batinnya jengkel.
“Sayang, apa kamu lupa sejak tadi di bioskop kamu menyuruhku mondar-mandir membelikan ini-itu? Bagaimana aku bisa fokus menonton film dengan gangguan-gangguan seperti itu?”
“Jadi membelikan makanan dan minuman untuk istrimu yang kelaparan kamu anggap sebagai gangguan?! Lalu bagaimana dengan sikapmu berbicara mesra dengan teman lamamu yang bernama Mina itu? Apakah itu sebuah kesenangan?”
“Aku tidak berbicara mesra, Sayang. Kamu kan lihat sendiri aku bahkan tidak mengenalinya waktu dia menyapaku!”
“Huh, paling kamu cuma pura-pura saja karena ada aku!”
“Kenapa kamu tidak mempercayaiku, Yang?”
“Karena kamu mata keranjang! Di depan istrimu sendiri berani-beraninya ngobrol panjang-lebar dengan perempuan cantik. Roknya malah lebih mini daripada rok yang kupakai!”
“Hah?! Aku bahkan nggak memperhatikan dia pakai baju apa, There!”
“Bohong! Jelas-jelas dia pakai rok mini warna putih kok bilang nggak lihat.”
“Demi Tuhan, There! Aku nggak memperhatikannya sama sekali.”
“Lalu apa yang kamu perhatikan? Rambutnya yang pirang itukah? Atau bibirnya yang sensual seperti Angelina Jolie?!”
Jonathan menatap istrinya tak percaya. Semakin lama kok dia semakin pintar bersilat lidah! pikirnya heran. Theresia yang ditatap sedemikian rupa menjadi semakin berang.“Apa lihat-lihat?! Kalau mau marah, marah saja. Nggak usah ditahan-tahan.”“Aku nggak mau ribut di pinggir jalan seperti ini.”“Lha, kamu sendiri kok yang berhentikan mobil di sini!”“Terserah kamu-lah, There. Apapun yang kukatakan selalu salah bagimu.”“Karena kamu memang bersalah. Dasar pecundang! Jangan lupa, kamu bisa menjadi seperti sekarang ini karena siapa?!&r
“Huahahaha…!”Bastian tertawa terpingkal-pingkal mendengarkan cerita Jonathan mengenai insiden kemarin di gedung bioskop yang berlanjut sampai dia dan Theresia pulang ke rumah.“Apanya yang lucu? Kok tertawa sampai heboh begitu?”Bastian masih tertawa-tawa sampai air matanya hampir keluar.“Hahaha…Jonathan, Jonathan. Aku merasa lucu membayangkan kamu bolak-balik naik-turun tangga di bioskop untuk membeli popcorn, kentang, air mineral…. Wah, wah, wah…, Theresia itu layak diberi penghargaan sebagai istri terbawel di muka bumi ini! Hahaha….”&n
“Bukan itu yang kutanyakan tadi, Bro.” “Hah?” “Nah, lihat dirimu. Gagal fokus, kan?” Keringat dingin mengalir dari pelipis Jonathan. Dia tidak tahu harus berkata apa. Bastian merasa semakin geli melihat kecanggungan sikap pria yang duduk di hadapannya itu. “Aku tadi tanya, kamu sendiri mau sama Karin-kah?” “Mana mungkin, Bro. Aku bisa digorok istriku!” “Berarti kalau There nggak masalah, kamu mau, dong?” Jonathan benar-benar mati kutu. Diambilnya sehelai tisu di meja dan dipak
Jonathan lalu menyiapkan piring kosong, sendok, dan garpu untuk istrinya. “Mau kuambilkan nasi atau kamu ambil sendiri, Yang?” tanya laki-laki itu sabar. Yang ditanya menggelengkan kepalanya kuat-kuat. “Aku nggak mau makan sendiri,” sahutnya ketus. “Ok. Kusuapin, ya. Sebentar kutiup dulu, masih panas soalnya.” Setelah meniup pelan-pelan nasi campur rawon diatas sendok makan, Jonathan lalu menyuapi istrinya. Tiba-tiba Theresia menyemburkan makanan yang sudah berada di dalam mulutnya itu ke muka suaminya. Jonathan sampai terkejut sekali. “Rawon apa ini?! Asin sekali!” &
Setelah hampir tiga tahun menikah, semakin terbukti kesetiaan Mila terhadap suaminya. Simon sering mengikutsertakannya dalam berbagai hal. Laki-laki berusia enam puluh tahun itu sangat menghargai pendapat istrinya tersebut. Oleh karena itulah, ketika Theresia tadi meneleponnya sambil menangis terisak-isak, laki-laki tua itu langsung mengajak Mila ikut serta pergi ke rumah putri tercintanya. Sekarang ia dan Jonathan duduk di sofa ruang keluarga untuk membahas persoalan yang terjadi. Dengan tanpa malu-malu akhirnya suami Theresia itu menceritakan segala hal yang terjadi dalam rumah tangganya selama setahun terakhir. Dahi Simon sampai berkerut mendengarkan ceritan menantunya tersebut. Tak disangkanya putri tunggalnya sanggup bertindak sewenang-wenang terhadap suaminya sendiri. Ia menyadari bahwa anaknya itu memang sangat m
Jonathan tercenung mendengar kalimat-kalimat Simon yang menyejukkan hati. Bisakah There mengubah sikap dan perilakunya itu? tanyanya bimbang dalam hati. Hmm…sebenarnya bisa saja kalau dia mau. Dan itu membutuhkan tekad dan upaya yang keras. Barangkali kehadiran Papa sekarang justru bisa memperbaiki segalanya, pikir Jonathan seolah-olah melihat sebuah harapan baru. “Baiklah. Saya akan menuruti Papa kali ini. Terima kasih sebelumnya sudah menawarkan tempat tinggal untuk saya....” Simon tersenyum bijak dan menepuk-nepuk bahu menantunya, “Kau ini sudah kuanggap seperti anak kandungku sendiri, Jon. Masa kau tidak bisa merasakannnya?” Jonathan mengangguk mengiyakan. Ayah mertuanya ini memang selalu bersikap baik dan tak membeda-bedakannya dengan Theresia.  
Selanjutnya dia terduduk seperti dalam posisi bersujud. Tangan kanannya memegang dada kirinya. “Aaarrggghhh….”“Papaaa!” seru Theresia seraya melepaskan pisaunya. Perempuan yang kondisi mentalnya kurang stabil itu langsung menghambur ke arah ayahnya dan memeluknya erat-erat. Simon segera memberi isyarat kepada istrinya untuk menyingkirkan pisau yang jatuh ke lantai. Mila mengangguk mengerti. Diambilnya benda tajam yang hampir menimbulkan malapetaka itu dan diberikannya pada Bi Sum yang berjalan mendekatinya.“Mulai sekarang, simpan semua pisau baik-baik sehabis memasak. Jangan sampai ditemukan oleh Nyonya There,” pesannya kepada pembantu senior tersebut. Bi Sum menganggukkan kepalanya tanda mengerti dan segera menghilang dari ruang keluarga itu bersama rekan-rekan sekerjanya.&nbs
Diraihnya kedua telapak tangan di depannya dan digenggamnya dengan penuh kasih sayang. “Papa dan Tante Mila akan membantumu menjadi seorang istri yang baik bagi seorang Jonathan Aditya. Benar kan, Mila?”Istri tercintanya itu mengangguk dan tersenyum tulus. Hati Simon lega sekali melihatnya. Dia tak tahu bagaimana masa tuanya tanpa kehadiran istrinya yang berhati mulia ini. Mestinya anakku banyak belajar dari Mila bagaimana caranya melayani suami dengan penuh cinta kasih, pikirnya serius. Tiba-tiba sebuah ide cemerlang timbul dalam benak pria tua itu.“Mila, bagaimana kalau untuk sementara waktu kita berdua tinggal menemani There di sini? Ambillah seluruh perlengkapan sehari-hari kita di rumah dan bawalah kemari. Katakan pada Jonathan bahwa kita akan bertukar tempat tinggal untuk sementara waktu samp