"Sudah. Dia masih aman untuk saat ini."Felix menunjuk ke ruangan di belakangnya. "Dokternya ada di sana, kamu bisa tanya apa pun yang kamu mau."Alhasil, Yudha justru berbalik dan berjalan pergi. "Aku mau lihat Yara dulu, di kamar mana dia?"Jantungnya berdebar kencang saat memikirkan Yara yang mengeluarkan begitu banyak darah. Yang ingin dia lakukan sekarang hanyalah memeriksanya dan memastikan Yara baik-baik saja.Felix menariknya. "Dia masih di IGD dan belum bisa dikunjungi. Kalau kamu ingin tahu apa pun, tanyakan pada dokternya."Yudha merasa ada yang tidak beres."Masuk." Felix mengetuk pintu dan mendorong Yudha ke dalam.Yudha tampak curiga, tetapi dia memutuskan untuk bertanya terlebih dahulu, "Halo Dokter, bagaimana keadaan pasien yang tadi? Apakah sudah melewati masa kritis?""Anda suaminya?" Dokter itu bicara tanpa mengangkat pandangannya dan dengan nada yang tidak terlalu ramah. "Oh bukan, mantan suaminya?"Yudha mengerutkan kening tidak senang. "Bagaimana keadaan pasien?"
Yudha tidak berkata apa-apa lagi dan melangkah keluar.Revan menunggu di luar dan segera menyambutnya ketika dia datang."Kamu lihat kakakku tadi?" Yudha bertanya sambil berjalan sangat cepat.Revan ragu-ragu sejenak. Dia merasakan suasana hati Yudha yang sedang kacau dan menjawab dengan suara pelan, "Beberapa jam yang lalu, banyak truk-truk militer berdatangan di sini, tapi saya nggak lihat Tuan Muda Felix."Truk militer?Yudha tersentak berhenti. Mudah saja jika dia ingin mencari seseorang di Selayu. Namun, jika Felix sengaja ingin menghindar darinya ... dia mungkin tidak bisa berbuat apa-apa.Sungguh menyebalkan!Dia memerintahkan Revan dengan suara rendah, "Periksa ke mana semua kendaraan militer itu pergi. Kak Felix membawa pergi Yara.""Baik." Revan mengerutkan kening, tidak mengerti apa yang sedang dilakukan kakak beradik itu.Di tempat lain, setelah membawa Yara keluar dari rumah sakit, Felix tidak pergi ke rumah sakit bersalin. Tempat itu masih wilayah kekuasaan Grup Lastana d
"Anak-anak ... bagaimana keadaan anak-anak?"Ketika Yara melihat Felix masuk, dia berusaha untuk duduk, meraih lengan pria itu dengan tatapan cemas."Berbaringlah dulu." Felix menenangkannya dengan suara pelan. "Kamu nggak penasaran kamu sedang di mana?"Di telinga Yara, jawaban ini terdengar seperti menghindari pertanyaan. Dia jadi semakin takut. "Jawab pertanyaanku dulu. Anak-anakku ... masih ada?"Dia bahkan tidak berani memikirkannya sama sekali. Dia hanya ingin mendengar jawaban yang pasti."Mereka baik-baik saja." Felix menyadari bahwa Yara akhirnya terlihat lega setelah mendengarnya dan dia menambahkan, "Tapi hanya untuk saat ini."Yara berbaring kembali di tempat tidur, matanya menatap lurus ke atas, seolah kegembiraan atas apa yang baru saja dia dengar telah menghabiskan seluruh sisa energinya.Felix dapat melihat bahwa Yara benar-benar menganggap kedua anak itu lebih penting dari nyawanya sendiri.Dia mendesah pelan. Hatinya terasa agak sesak. Sambil membantu menyelimuti Yara
Felix menendangnya. "Bocah, ngapain kamu menatapku di sini. Siapa yang mengawasi latihan mereka?""Memangnya masih perlu diawasi? Mereka lebih patuh dari anak-anak bebek." Bayu mengelak dengan cerdas. "Tapi kamu. Kamu aneh sekali, membuat semua orang khawatir."Felix mendengus dan mengangkat kakinya keluar dari pintu, menuju ke arah tempat latihan.Bayu mengikuti di belakang. "Kapten, kamu beneran nggak ingin mengaku? Anak-anak pasti penasaran setengah mati. Kalau aku nggak memberi informasi, mereka mungkin nggak akan mendengarkan perintahku lagi."Dia menggelengkan kepalanya sambil mendesah pura-pura. "Melatih pendatang baru itu sangat sulit sekarang. Entahlah apa yang salah dengan kamp pelatihan khusus."Kedua pria itu menemukan tempat untuk duduk di tepi tempat latihan.Felix tidak mengatakan apa-apa, dengan wajah tampak berat.Bayu adalah orang yang cerdas dan telah menjadi bawahannya selama bertahun-tahun. Dia segera bertanya dengan serius, "Kapten, kamu ada masalah? Ceritakan saj
Melihat Felix tidak melanjutkan, Bayu menoleh padanya penuh rasa ingin tahu.Dia melihat bahwa mata Felix tampak dipenuhi rasa penyesalan dan menyalahkan diri sendiri/ Dia tidak menyangka sang kapten yang selalu tampak kuat dan berkuasa itu bisa terlihat seperti ini juga.Tak kuasa menahannya, dia mengulurkan tangan dan menepuk pundak Felix.Baru setelah itu Felix melanjutkan, "Tapi kakak itu terlalu takut. Setelah melihat keluarganya, dia menangis dan mencari penghiburan. Setelah dihibur beberapa saat oleh keluarganya, baru dia ingat. Ada dua orang adik yang masih dalam bahaya."Dia membenamkan kepala dalam di kedua lengannya dan tidak berbicara lagi untuk waktu yang lama."Kapten." Bayu bertanya ragu-ragu setelah beberapa saat, "Jadi, kamu meninggalkan rumah waktu masih enam tahun dan bergabung dengan kamp pelatihan khusus untuk menebus kesalahan yang kamu perbuat saat itu?""Saat itu, adik laki-lakiku baru umur lima tahun. Dia demam tinggi sampai sebulan setelah diselamatkan. Sedang
Melly menatap Yudha meminta bantuan. Dia merasa aneh. Meski Felix sudah memberi tahu Agnes bahwa dia telah melukai Yara, Agnes seharusnya tidak begitu marah.Kecuali .... Dia tiba-tiba mengerti. Pantas saja sikap Agnes terhadap Yara berubah 180 derajat. Ternyata Agnes sudah tahu kalau Yara hamil.Wanita yang menyebalkan ini!"Sana pergi. Pasti tentang pernikahan." Yudha tidak peduli. Matanya mengikuti Felix yang berjalan turun ke bawah.Melanie tidak punya pilihan selain naik ke atas.Begitu masuk ke ruang kerja, Agnes menamparnya sangat keras."Berani-beraninya! Berani-beraninya kamu mengincar garis keturunan keluarga Lastana." Dia berusaha sekuat tenaga untuk merendahkan suara dan menahan emosinya.Melanie menutupi wajahnya. "Kenapa? Bibi nggak setuju Yudha menceraikan Yara? Cuma karena Yara mengandung keturunan keluarga Lastana?"Dia tahu orang seperti apa Yudha itu. Dia tidak akan pernah memberi tahu Agnes tentang dirinya tidak bisa mengandung.Jadi, dia tersenyum. "Cuma masalah ha
Suara Felix terdengar enggan. "Jadi, kamu ingin berubah pikiran?""Menyesal apanya?" Yara menggeleng. "Aku khawatir soal kesehatanku. Aku juga nggak tahu tempat ini dekat dengan kantor catatan sipil atau nggak."Felix diam-diam menghela napas lega."Jangan khawatir. Kalau di hari itu kamu benar-benar ingin pergi, aku akan mengantarmu ke sana, bahkan meski harus kugendong."Yara tertawa kecil. "Kak Felix, setelah aku menceraikan Yudha, sebaiknya jangan dekat-dekat dengan aku. Meskipun cuma untuk membalas budi, aku rasa semua ini sudah sangat cukup.""Nggak cukup!" Felix lanjut mengatur barang-barangnya."Beneran sudah cukup." Karena tubuh yang lemah, suara Yara jadi sangat lembut. "Kita semua masih anak-anak waktu itu. Bahkan kalaupun yang melarikan diri itu aku, belum tentu aku bisa mencari keluargaku secepat itu."Dia menatap Felix dengan tatapan tulus. "Kak, aku nggak pernah menyalahkanmu."Tangan Felix yang sedang memegang pakaian pun terhenti. Urat-uratnya menonjol menahan emosinya
#Percakapan berlanjut dan Teresa bertanya lagi, "Aku dengar dari Felix, kamu baru satu tahun menikah. Bagaimana sebelumnya? Pacaran?"Yara menggeleng."Cuma berteman?"Yara berpikir keras sebelum akhirnya menjawab, "Nggak juga, mungkin ... sebatas kenalan saja."Teresa merasa semakin aneh setelah mendengarkannya. "Lalu kapan kamu jatuh cinta padanya?"Jika tidak ada cinta yang mendalam, tidak mungkin Yara sangat menyayangi bayi-bayi dalam kandungannya sampai sejauh ini."Mungkin cinta pada pandangan pertama waktu aku kelas 2 SMA. Mungkin ... waktu pelatihan bela negara saat baru masuk kuliah. Atau mungkin waktu dia mulai pacaran dengan orang lain."Berkali-kali, Yara sendiri tidak tahu kapan dia benar-benar jatuh cinta pada Yudha.Teresa mengerutkan keningnya. Mendengarkan kata-kata Yara, dia bisa membayangkan betapa rumit hubungan mereka."Bagaimana dengan dia? Apa dia pernah mencintaimu?"Yara terdiam beberapa saat, lalu berkata sambil tersenyum masam, "Dulu aku mengira dia pernah me