"Horeee kita lulus!" teriak pemuda jangkung berparas rupawan itu kepada gadis yang ada di sebelahnya sembari memeluknya erat. Martin mencuri sebuah kecupan yang numpang lewat di bibir ranum merah muda pacarnya.
Binar kegembiraan bercampur kelegaan menghiasi raut-raut wajah belia pelajar SMA Negeri 1 Perintis. Sorak sorai dan derai tawa membahana di lapangan sekolah. Mereka merayakan kelulusan SMA dengan saling menyemprotkan pilox warna warni dan menulisi seragam putih abu-abu rekannya menggunakan spidol.
Sebuah tulisan dengan pilox warna merah jambu 'Martin LOVE Cherry' itu menghiasi punggung seragam putih gadis berambut hitam panjang yang diikat model ekor kuda.
"Iiihh ... kamu nulis apaan sih, Tin?!" rajuk Cherry dengan pipi bersemu merah muda sambil mengulum senyumannya. Dia membalik badannya untuk menatap wajah kekasihnya yang menyengir bandel ke arahnya.
"Ada deh ... ntar bacanya kalau kamu sudah sampai rumah dong biar surprise!" jawab Martin lalu merangkul bahu Cherry. Dia mengajak gadis itu menuju ke parkiran sekolah.
Sebuah mobil sedan vintage warna biru telur asin yang selalu menemani Martin berangkat ke sekolah 2 tahun terakhir ini terparkir di sana bersama deretan mobil yang lebih modern serinya milik teman-temannya.
"Silakan naik, Tuan Puteri!" ucapnya dengan gaya lebay nan alay mengayunkan tangan kanannya usai membuka pintu mobil untuk pacarnya.
Cherry terkikik menutupi mulutnya dengan telapak tangannya. "Gaya kamu lho, Tin!" tukasnya lalu menempatkan dirinya di bangku sebelah pengemudi.
Martin menutup kembali pintu mobilnya lalu berlari kecil mengitari bagian belakang untuk naik ke sisi samping bangku Cherry. Dia segera menjalankan mobil kesayangannya sambil bersenandung riang.
"Kita mau ke mana nih, Cayang?" tanya Cherry penasaran karena arah pulang ke rumahnya seharusnya ke kiri, tetapi kekasihnya membelok ke kanan.
Pemuda ganteng itu pun menyahut sembari mengecup tangan kekasihnya, "Mau jalan-jalan dong buat ngerayain kelulusan kita. Udah ... pokoknya aku mau bawa kamu ke tempat yang unforgettable, sabar ya!"
Mobil itu pun melaju melalui jalan-jalan yang naik turun dengan kanan kiri ditumbuhi pohon cemara. Seolah menghayati perjalanan mereka, Martin pun menyanyikan lagu 'Naik-Naik Ke Puncak Gunung' dengan suaranya yang merdu pas-pasan. Kekasihnyalah yang memiliki suara emas dan sering menjadi juara menyanyi bintang SMA.
Garis tawa itu seakan tak ingin memudar dari wajah ayu kekasihnya, Martin sangat mencintai Cherry. Dia merasa sedikit galau karena pengajuan beasiswanya berkuliah ke luar negeri telah disetujui. Martin merahasiakannya dari Cherry karena takut membuat gadis itu sedih memikirkan kisah cinta mereka yang entah bagaimana lagi harus menjalaninya selain LDR.
"Nah, sampai deh kita!" seru Martin mematikan mesin mobilnya di sebuah tebing berpemandangan indah yang ada di daerah Puncak. Dia mengajak Cherry turun lalu mereka pun duduk di atas kap depan mobilnya.
Angin segar pegunungan yang dikelilingi hutan cemara itu berhembus menerpa tubuh mereka. Cherry pun bergidik kedinginan. Dengan pengertian Martin mencopot jaket denimnya yang berwarna biru tua lalu memakaikannya ke badan kekasihnya.
"Makasih, Cayang!" ucap Cherry sembari melepas senyum manisnya. Dia lalu berkomentar, "Tin, tempatnya bagus banget deh. Kamu kok tahu sih? Sering ke sini?"
"Pernah dua kali sama anak-anak, tapi naik motor trek malam-malam jadi nggak ngajakin kamu, Cher!" Martin mengedarkan pandangannya ke pemandangan sekeliling yang menghijau.
"Btw ya, kamu mau lanjutin kuliah di mana, Tin?" tanya Cherry penasaran karena selama ini memang mereka tak pernah membahas hal tersebut. Martin selalu berkelit tak ingin memberi tahu rencana studi selanjutnya.
Pemuda itu menghela napas dalam-dalam. Dia menoleh menatap Cherry lekat-lekat lalu menjawab, "Jauh, Cher. Ke Perth, Ausie!"
Jawaban tak terduga yang didengarnya sontak membuat Cherry lunglai. Wajahnya tertunduk tanpa kata. Dia jelas tak mungkin membersamai pemuda yang menjadi cinta pertamanya itu. Pasrah, satu kata itu yang terpampang nyata dalam benaknya.
"Cher ... Cher ... kamu nggakpapa 'kan? Kok diem aja?" Martin menggoyang-goyangkan lengan gadis yang tengah melamun itu.
Cherry merasa ada rasa dingin yang meremas hatinya. Dia pun dengan ekspresi datar berkata, "Berangkat kapan ke sana? Berarti kita putus 'kan habis kelulusan SMA—"
"CHERR!!" seru Martin merasa seakan tertampar oleh realita perkataan kekasihnya.
Sepasang lengannya meraih tubuh ramping Cherry ke dalam dekapannya. Tak terasa air matanya luruh. Laki-laki tak sepantasnya menangis, tetapi masa bodoh pikirnya. Perasaan takut kehilangan seseorang yang dicintainya itu sakitnya tak tertahankan.
"Tin. Please, kita nggak ada masa depan buat tetap bersama. Perbedaan kita terlalu jauh, orang tuaku nggak bakal mampu sekolahin aku keluar negeri ... emm ... buat lanjut kuliah aja, sepertinya berat. Kemampuan akademikku juga pas-pasan, otakku nggak seencer kamu. Udah dong nangisnya, masa cowok segede kamu mewek begini?!" Cherry menepuk-nepuk lembut punggung pemuda yang bergetar karena tangisnya. Dia lebih tegar karena memang hidupnya keras dan dipaksa keadaan untuk selalu kuat sedari kecil.
Martin membersit ingusnya dengan tissue yang disodorkan oleh Cherry. 'Sialan! Malu deh nangis di depan cewekku,' batinnya kesal kepada dirinya sendiri yang cengeng dan baperan padahal dia laki-laki.
"Lalu kalau kamu nggak kuliah, mau ngapain dong, Cher?" balas Martin tak bisa mengerti apa yang akan dikerjakan oleh pacarnya itu.
Gadis itu melayangkan pandangannya jauh ke awan-awan putih yang bergerombol yang berlatarkan langit lembayung senja. "Aku bisanya cuma nyanyi, mungkin sama bantu-bantu di warteg ibuku sambil cari kerjaan nanti apa deh gitu yang bisa pake ijazah SMA, Tin!" jawabnya tanpa merasa malu. Memang kehidupannya seperti itu yang dijalaninya sehari-hari. Dua adiknya pun masih sekolah di kelas 2 SMP dan kelas 5 SD, butuh banyak biaya pastinya.
"Maafin aku ya, belum bisa bantu kamu dan juga keluarga kamu, Cher," ujar Martin dengan nada penyesalan.
"Ehh ... apaan sih, Tin. Itu sama sekali bukan masalah buat kamu. Memang kondisi keluargaku begini. Aku juga nggak bisa milih buat dilahirin di keluarga yang mana 'kan?" sergah Cherry sembari tertawa kering menghindari tatapan mata jernih pemuda yang dicintainya.
"Kita bisa keep in touch via email atau WA juga, Cher. Zaman sudah maju, jarak nggak akan terasa jauh asal kita mau jalani sama-sama!" Martin tak ingin putus hubungan dengan sosok yang telah 3 tahun ini mengisi hari-hari indah masa remajanya. Dia merengkuh tubuh gadis itu hingga kepala Cherry rebah di dadanya.
Cherry hanya mengangguk patuh sekalipun dia tak yakin. Bisa saja pacarnya itu kecantol cewek baru di luar negeri. Perempuan bule pastinya lebih cantik dibandingkan dirinya. Dia harus merelakan kisah cintanya usai di sini. Cherry pun berpikir, mungkin benar kata pepatah bila cinta tak harus memiliki, mengetahui bahwa orang yang kita cintai bahagia saja itu sudah cukup.
***
"Permisi, Tante Femmy. Apa Martin ada di rumah?" ucap Cherry dengan santun di teras depan rumah pacarnya pagi jelang siang itu.
Raut wajah Nyonya Femmy Bintoro nampak judes, dia sedari dulu memang tidak menyukai anak tukang ojek dan pemilik warteg yang berpacaran dengan puteranya. Dia bersedekap memandangi gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Ngapain kamu cari Martin hahh?!" hardiknya kasar.
"Ehh ... sa—saya cuma mau ketemu Martin aja, Tante," jawab Cherry takut karena mama pacarnya galak. Dia sebetulnya semalam ketiduran dan terlambat membaca pesan pemuda tersebut yang berpamitan dengannya karena harus berangkat ke Australia.
"Huhh ... sono kamu terbang ke Perth kalau mau ketemu sama si Martin. Bocahnya sudah di pesawatlah. Penerbangan pagi jam 7, siap-siapnya dari sebelum ayam berkokok buat ke bandara!" jawab Nyonya Femmy Bintoro kesal. Sudah siang baru gadis itu kelabakan mencari puteranya, telat!
Mendengar bahwa Martin sudah berangkat beberapa jam yang lalu, lutut Cherry terasa goyah. Dia tak sempat mengucap selamat jalan karena seharian kemarin sibuk membantu warteg ibunya yang mendapat pesanan nasi box 300 pack untuk makan malam acara kumpul warga di balai desa.
"Hey, kamu tuli ya? Pulang sana, buang-buang waktuku aja! Ohh ya, lebih baik jangan hubungi Martin lagi biar dia fokus sekolah. Memang sekolahnya beasiswa, tapi biaya hidup di Australia masih kami orang tuanya yang tanggung 'kan. Amit-amit kalau sampai gara-gara sibuk pacaran sama kamu, dia nggak lulus kuliah!" sindir mama Martin memberi peringatan kepada Cherry dengan tatapan sinis.
Hati Cherry sakit. Seperti tanaman yang dicabut paksa, kisah cintanya layu sebelum berkembang. Dia pun mengucap lirih mengiyakan perkataan Nyonya Femmy.
"BLAMM!" Pintu teras depan dibanting hingga menutup di hadapan Cherry yang masih berdiri mematung seolah kakinya terpaku enggan untuk digerakan sementara tak ada lagi yang bisa dia lakukan di tempat itu.
Lima menit setelahnya, Cherry melangkah pergi dari rumah berhalaman asri itu dengan hati dan pikiran yang kosong tak tau harus ke mana bagaikan layangan putus.
"JAMBREET!" Teriakan salah satu ibu-ibu penumpang bus itu mengejutkan Cherry yang berdiri di tengah di antara 2 lajur kursi bus kota yang penuh. Seorang pria bertato dengan tubuh kekar berotot dengan kaos hitam tanpa lengan menubruk keras tubuh kurusnya.Pria itu bergegas turun dari bus yang langsung melaju kembali. Sedangkan, seisi bus kota masih riuh memperbincangkan siapa yang menjadi korban jambret tadi. Si ibu-ibu yang berteriak tadi pun sudah turun dari pintu belakang bus. "Cibiru ... Cibiru!" seru kondektur bus kota memberi tahu nama halte pemberhentian berikutnya. Cherry pun menyahut, "Turun, Mang!"Bus itu pun berhenti untuk menurunkan beberapa penumpang termasuk Cherry. Dia pun merogoh tas selempangnya yang terbuka kaitnya dengan jantung mencelos. "Ehh ... kok kebuka sih tasku?!" Dan benar saja ada yang raib dari dalam tasnya, ponselnya tak ada di situ. Sambil bergegas menuju ke warteg ibunya, Cherry bergumam sedih bercampur gelisah, "kayaknya jambret yang nubruk aku tadi
"Jadi nama kamu, Cherry? Coba nyanyi buat saya sekarang. Bisa lagu barat?" ucap Merlino Branson, pria keturunan blasteran Amerika-Indonesia yang memiliki Merlino Cafe and Bar. Dia duduk santai menggoyang-goyangkan kursinya menatap gadis belia di hadapannya.Cherry berdehem dua kali melancarkan tenggorokannya lalu menghela napas panjang sebelum mulai melantunkan sebuah lagu pop barat yang sering dinyanyikannya untuk Martin. "And even if the sun refused to shine. Even if romance ran out of rhyme, you would still have my heart until the end of time. You're all I need, my love, my Valentine!" nyanyi Cherry dengan suaranya yang merdu. Itu lagu legendaris romantis karya Jim Brickman yang dipopulerkan oleh Martina McBride, judulnya My Valentine."Prok prok prok. Bravo ... good voice! Cher, kamu boleh nyanyi di tempatku mulai malam ini ya. Ehh ... ada tapinya nih, ganti baju kamu sama kostum manggung penyanyi di sini, jangan kayak orang udik begitulah. Kesannya kayak waitress jadinya!" tutur
"Berapa? Dua juta ... lima juta? Tinggal sebut, Om punya banyak duit asal kamu nurutin keinginan Om Antony," desak pria hidung belang itu menowel-nowel dagu Cherry yang berwajah imut."Nggak mau, Om! Saya nggak jual diri kok. Saya hanya penyanyi di tempat ini. Permisi ya, sudah larut malam!" tolak Cherry mengumpulkan segenap keberaniannya. Dia buru-buru bangkit dari sofa berlapis vinyl merah cerah itu.Namun, sejurus saja lengannya ditangkap dan disentakkan oleh Antony Razak hingga tubuh Cherry yang mengenakan high heels tinggi limbung lalu terjatuh di dekapan pria tersebut. Sontak gadis itu meronta-ronta dan berteriak minta tolong karena tangan pria mesum itu mulai menggerayangi tubuhnya di mana-mana."TOLOONG ... TOLOOONG!" Seorang pria muda tak dikenal yang juga pengunjung Merlino Cafe and Bar tanpa pikir panjang bergegas menolong Cherry. Kepalan tinjunya menghajar rahang Antony Razak hingga jatuh terkapar di sofa. Dia segera menarik tangan Cherry seraya bertanya, "Apa kamu nggakp
"Ma, lihat baliho di depan itu!" tunjuk Nadira dari dalam mobil yang dikemudikan oleh Nyonya Femmy Bintoro. Mama dari Nadira dan Martin itu mendengkus sinis setelah membaca tulisan serta foto perempuan cantik di baliho jalan raya kota Bandung yang sedang dilewatinya. Nyonya Femmy pun mengomentari hubungan puteranya dengan Cherry, "Ckckck ... seperti dugaan Mama 'kan, Dira?! Untung aja adik kamu tuh encer otaknya jadi bisa kuliah di luar negeri. Apa jadinya kalau Martin sekolah di sini terus ketemu, pacaran sama Cherry si anak tukang ojek itu?" "Dira nggak nyangka saja sih ya, si Cherry bakal jadi penyanyi bar. Perempuan malam kayak gitu pasti sering di-booking sama om-om hidung belang pastinya. Dia apa nggak malu tuh fotonya dipajang di baliho jalanan?!" timpal Nadira memandang profesi Cherry begitu rendah."Pastinya begitu, Dir. Sudah kepalang basah nyebur sekalian. HA-HA-HA. Duit haram tuh dapetnya lebih gampang, dia bisa berkilah kalau kerjaannya dia lakuin demi keluarganya yang
"Meskipun dirimu tak bersayap, ku akan percaya kau mampu terbang bawa diri tanpa takut dan ragu ...," nyanyi Cherry di atas panggung Merlino Cafe and Bar yang penuh sesak oleh pengunjung malam itu.Sebagian besar pengunjung adalah penggemar gadis belia bersuara merdu tersebut. Mereka rela merogoh kocek untuk memesan minuman atau makanan ringan demi diperbolehkan menonton pertunjukan Cherry.Big boss Cherry pun ikut senang karena tempat hiburan miliknya semakin ramai saja semenjak ada penyanyi yang baru pengganti Astrid. Bahkan, dia terkadang menyempatkan waktu untuk menonton penampilan Cherry dari salah satu sofa VIP sekadar untuk menghibur diri seusai kesibukannya sepanjang hari.Tepuk tangan meriah ditujukan kepada Cherry seusai lantunan lagu Sang Dewi yang dipopulerkan kembali oleh Lyodra. Malam ini Merlino mendapat kunjungan sobatnya Nicky Jansen yang terkadang mampir untuk sekadar minum-minum di sana. Mereka duduk di sofa yang sama dan mengobrol akrab."Lino, itu penyanyi kamu be
"Kamu nggak keberatan 'kan kita jadinya jalan-jalan dulu di mall baru habis itu dinner?" tanya Nicky yang berjalan bersebelahan dengan Cherry di selasar mall. Sebenarnya mereka tidak punya tujuan khusus untuk membeli sesuatu, hanya murni window shopping. Cherry pun menjawab seraya menoleh sekilas ke teman hangout-nya yang berpenampilan rapi, "Saya malah seneng sih bisa sekalian jalan-jalan sore begini, Pak. Sudah lama nggak ngemall. Teman-teman SMA dulu banyak yang lanjut kuliah ke Jakarta, sebagian juga sibuk kuliah karena ambil jurusan teknik di ITB.""Oke. Kamu kenapa nggak lanjut kuliah, Cher?" sahut Nicky yang penasaran seperti apa kehidupan gadis gebetannya itu.Cherry tersenyum getir, dia sedikit malu bila harus menceritakan bahwa keluarganya bukan berasal dari kalangan orang berada. Mereka bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah bersyukur sekali. Namun, dengan jujur Cherry pun berkata, "Karena faktor biaya, Pak. Adik saya masih butuh untuk melanjutkan sekolah karena sa
"Sorry ya, Cher. Kamu tadi pasti belum kenyang 'kan makannya!" ucap Nicky setelah keluar tergesa-gesa dari Japanese fast food di mana dia tak sengaja bertemu mantan tunangannya.Gadis itu menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Nggakpapa kok, Pak. Nanti saya terusin di rumah aja. Apa kakak Rihanna tadi mantan pacar Pak Nicky?" "Jangan deh! Kesannya aku egois dong kalau ngajak dinner, tapi malah kamunya tetap laper sampai pulang ke rumah. Kita pindah tempat makan yang lebih privacy aja deh biar nggak ketemu mereka lagi!" ujar Nicky tanpa menjawab pertanyaan siapa Monica. Biarlah tunangan tukang selingkuh itu jadi masa lalunya yang pahit dan tak perlu diingat lagi.Toh wanita itu kena batunya juga. Habis manis sepah dibuang. Selingkuhannya setelah bosan kabur dari Monica. Sementara Nicky yang sudah tersakiti ogah diajak menjalin hubungan kembali dengan sang mantan yang ratu tega dan tak setia.Akhirnya mereka berdua pun meninggalkan mall dengan mobil Lamborghini Aventador merah mentere
"Cher, bantu ibu kirim pesanan nasi dus ke rumah mamanya Rihanna ya? Ada arisan di sana sore ini, pesanannya sudah dibayar sebagian DP-nya, nanti dimintain sisa duit kateringnya ke Tante Diah," ujar Bu Martinah sambil memasukkan isian lauk ke dalam kardus makanan persegi yang berjejer di meja panjang warungnya.Cherry yang baru saja datang dari rumah seusai mandi sore bergegas membantu ibunya agar cepat siap pesanan nasi box dari mama sahabatnya tersebut. "Boleh, Ma. Kebetulan banget jadi bisa ketemu Rihanna nanti. Kali aja dia ada di rumah, ini 'kan hari Minggu!" sahut gadis itu riang sekalipun malam ini dia ada jadwal manggung di tempat kerjanya.Sekitar setengah jam kemudian mobil taksi online yang dipesan ibunya tiba dan pengemudinya berbaik hati membantu memasukkan dus-dus nasi box yang diikat dengan tali rafia dan dimasukkan ke tas kresek jumbo warna putih itu ke bagian belakang dan tengah mobil."Cher, ini nota tagihannya ya, total empat ratus ribu rupiah. Sudah sana berangkat