“Apa kamu pikir aku akan bertanya alasanmu? Aku tidak mau tahu.” Zie menatap nyalang, dia sudah berpikir apa yang dikatakan Sean pasti akan membuatnya sakit hati.Namun, tak Zie sangka Sean malah melepas seat belt dan merengkuh tengkuknya, Zie yang kaget pun sampai memejamkan mata berpikir Sean akan menciumnya, tapi apa yang Zie duga tak terjadi. Sean berhenti tepat saat puncak hidung mereka terlihat hampir menempel satu sama lain.Zie perlahan membuka mata, tubuhnya seketika lemas saat menyadari betapa dia masih sangat mencintai pria dingin yang wajahnya masih sangat dekat dengannya ini.“Orang itu masih mengikuti kita, bukankah lebih baik terlihat bermesraan dari pada bertengkar?”“Apa dia sudah pergi? Kamu bisa duduk dengan benar sekarang,” ucap Zie kemudian. Bukannya langsung menuruti ucapan sang istri, Sean malah memindai manik mata Zie. Hingga perasaan aneh muncul kembali di dada gadis itu. Matanya merambang, dia pasti akan menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini jika s
"Ti.. Tinggal bersama?""Hem ... aku akan tinggal di sini, denganmu!"Zie bingung, apakah berkah atau musibah yang akan dihadapinya ini. Ia masih tak percaya dengan ucapan Sean, dan bertanya lagi ke suaminya itu demi sebuah penegasan. "Apa main rumah-rumahannya pindah? Jangan becanda karena ini tidak lucu. Kamu tahu hubungan kita seperti apa.""Hubungan kita seperti suami istri, begitu saja tidak tahu." Sean malah menghina, wajah dinginnya itu semakin Menjengkelkan karena senyum di sudut bibir yang membuat Zie hampir saja terpesona. "Terserahlah! kita lihat saja berapa lama kamu akan bertahan," ucap Zie lantas menuju ranjang dan berbaring untuk berpura-pura tidur. Ia masih mendengar suara Sean membongkar koper, bahkan bertanya bolehkah memasukkan baju ke lemari miliknya. "Ya sudah, kalau tidak dijawab. Aku anggap kamu memberi izin," kata Sean. Pria itu tersenyum karena sang istri menggerakkan kaki seolah ingin berkata 'sesukamu saja'☘️☘️☘️Malam itu terlewati tanpa drama, hingga
Sean menyusuri jalanan yang lengang karena hari masih pagi. Dia beberapa kali berdecak karena belum menemukan mini market yang buka. Dirinya tidak mungkin kembali tanpa membawa sikat gigi karena khawatir Gani akan mengolok-oloknya nanti. Sean memutuskan berhenti di tepi jalan, dia melihat pedagang bubur ayam yang tak jauh dari tempatnya memarkirkan kendaraan dan berniat membelikan makanan itu untuk orang rumah. Namun, baru saja hendak meraih pintu dia tiba-tiba saja tersadar. "Tunggu, untuk apa Zie membersihkan mukanya pagi-pagi. Dia bahkan kemarin tidak mandi sampai hampir jam sepuluh pagi." Sean merasa tidak senang, jika Zie sampai pergi tanpa memberitahunya. Ia cepat-cepat turun untuk memesan sepuluh porsi bubur ayam lalu kembali ke rumah. Sesampainya di kediaman sang mertua, Sean memberikan bungkusan makanan itu ke pembantu yang berpapasan dengannya, dengan langkah terburu-buru, pria berwajah manis itu naik kembali ke kamar untuk menemui sang istri. Zie ternyata benar-benar a
Surya menjauhkan tangan yang hendak memegang Zie. Nampak jelas wajah semua orang kebingungan karena ucapan Sean barusan. Hingga mereka membiarkan saja Sean membopong Zie menuju tenda yang memang disediakan, jika ada peserta senam yang pingsan atau kelelahan. Sean begitu cemas, dia membaringkan Zie dengan perlahan ke atas ranjang yang tersedia, pria itu berdiri di samping sang istri saat tenaga medis mencoba memeriksa.Surya hanya diam memerhatikan, dia pun tidak bisa berbuat apa-apa saat melihat Sean yang begitu perhatian ke Zie. Pria itu hanya berdiri di depan tenda dan sesekali menjawab pertanyaan orang-orang yang mendengar ucapan Sean tadi. Pendukung Zie berbondong-bondong mendekat untuk melihat kondisi wanita itu. Mereka bahkan mengambil gambar Zie yang terbaring lemah, meski sudah di halau tapi tetap saja terlalu banyak orang yang memegang ponsel saat itu, hingga foto kondisi Zie pun tersebar luas.“Zie, apa kamu baik-baik saja?” tanya Sean dengan suara lembut, satu tangannya b
“Apa?” Raiga, Daniel, dan Ghea terkejut bersamaan saat mendengar cerita Sean jika Zie tadi sempat hampir tertabrak dan jatuh pingsan. “Apa pemotor itu sengaja?” tanya Ghea yang tentunya tidak akan terima, jika sampai calon cucu di kandungan sang menantu celaka. “Tidak tahu, Ma. Tapi yang jelas sekarang aku ingin mengecek kondisi janin Zie,” jawab Sean. Ia menoleh Zie yang terlihat kikuk karena semua orang kini mencemaskan dia yang sebenarnya sudah tidak apa-apa. “Kalau begitu ayo ke atas!” Raiga pun bersiap memeriksa sang kakak ipar. Zie sendiri merasa bingung, dirinya sudah berkata jika baik-baik saja, tapi Sean malah bereaksi berlebihan dan membuat semua orang cemas. Sean menatap ke lantai dua di mana kamar yang digunakan Raiga untuk memeriksa ada di sana. Tiba-tiba saja dia merasa cemas, hingga tak ada satu orang pun yang menyangka pria itu menggendong Zie tanpa permisi. Zie membelalakkan mata. Ia sangat terkejut karena Sean menggendong dirinya, meski ini sudah yang kedua
Sean tak bisa menjawab, dia memilih pergi dari kamar itu tanpa pamit. Dia sendiri bingung dengan perasaan aneh yang kini bersarang di dadanya.Zie yang memang tidak memiliki prasangka apa-apa memilih bangkit dan memandangi Raiga dengan air muka bingung. “Dia kenapa sih? bukankah jauh lebih baik jika yang membantu kelahiran anakku nanti adalah kamu?”Raiga tak langsung menjawab, pria itu malah menggaruk kepala hingga menoleh Ghea yang masih ada di sana.“Zie, kamu tahu ‘kan bayi itu lahir lewat mana? Sean, dia tidak ingin aku … “Zie membelalakkan mata, dia bahkan menunjukkan telapak tangan kanan ke Raiga untuk meminta adik iparnya tak melanjutkan kalimat yang sudah sampai di ujung lidah. Wanita itu tiba-tiba merasa malu dan buru-buru turun dari ranjang. Ia membetulkan bajunya lalu menyusul Sean yang entah sedang berada di mana sekarang.“Kakakmu, dia cemburu ya?” tanya Ghea ke Raiga yang sibuk membereskan alat setelah memeriksa Zie tadi.“Hem … bukankah sudah aku bilang, Sean menyukai
“Tidak apa-apa, kamu mungkin hanya kelelahan,” ucap Gia.Namun, wanita itu menjadi tidak bisa tenang saat Sean bilang pagi tadi Zie pingsan dan bahkan mereka sempat ke rumah untuk memeriksakan kandungan Zie. Zie pun tak bisa melakukan apa-apa, padahal dia sudah meminta Sean untuk tidak membahas hal ini di rumah, dan suaminya itu pun mengiyakan.“Aku akan menyiapkan mobil, Mama bantu siapkan baju Zie. Tidak bisa, aku tidak akan membiarkan dia pulang sampai dokter terbaik memeriksa kondisinya,” ucap Sean.Gia mengangguk, dia membelai rambut Zie lalu melakukan apa yang sang menantu pesan. Gia sempat melihat korset sang anak di tempat sampah, tapi memilih mengabaikan. Tak lama Sean kembali. Ia menggendong Zie seperti pagi tadi. Sementara itu Gia mengikuti dan berniat ikut ke rumah sakit.Airlangga membelai dan mencium kening putrinya di dalam mobil. Pria itu berjanji akan menyusul segera setelah mengondisikan putra bungsunya. Airlangga tahu tidak bisa membawa Miro ke rumah sakit karena u
Ucapan Sean seperti tak nyata bagi Zie. Ia mengangguk dan menjawab lirih ucapan pria itu barusan. "Aku masih mencintaimu, perasaanku dulu dan sekarang masih sama," ucap Zie. Di mata Zie terlihat jelas Sean tersenyum lebar. Pria itu masih memegang tangannya dan perlahan memejamkan mata kembali. Begitu juga dengan Zie. Efek obat dari dokter yang mengandung penenang membuatnya memejamkan mata lagi. Hingga saat matahari mulai menampakkan diri. Zie bangun dan tak melihat Sean berada di dekat ranjang seperti semalam. "Ternyata hanya mimpi," Lirih Zie diikuti senyum ironi. Ia perlahan menegakkan punggung, berpikir Sean pasti sudah pergi meninggalkannya. Namun, tak lama dia kaget karena mendengar suara dari dalam kamar mandi. Zie ingat kemarin Sean memang belum mandi dan malah berakhir mengantarnya ke rumah sakit. Ia menoleh ke arah sofa, di sana tergeletak tas miliknya juga paper bag kecil yang dipakai Airlangga untuk membawakan baju Sean.Zie hampir meraih ponsel yang ada di atas nakas