Ucapan Sean seperti tak nyata bagi Zie. Ia mengangguk dan menjawab lirih ucapan pria itu barusan. "Aku masih mencintaimu, perasaanku dulu dan sekarang masih sama," ucap Zie. Di mata Zie terlihat jelas Sean tersenyum lebar. Pria itu masih memegang tangannya dan perlahan memejamkan mata kembali. Begitu juga dengan Zie. Efek obat dari dokter yang mengandung penenang membuatnya memejamkan mata lagi. Hingga saat matahari mulai menampakkan diri. Zie bangun dan tak melihat Sean berada di dekat ranjang seperti semalam. "Ternyata hanya mimpi," Lirih Zie diikuti senyum ironi. Ia perlahan menegakkan punggung, berpikir Sean pasti sudah pergi meninggalkannya. Namun, tak lama dia kaget karena mendengar suara dari dalam kamar mandi. Zie ingat kemarin Sean memang belum mandi dan malah berakhir mengantarnya ke rumah sakit. Ia menoleh ke arah sofa, di sana tergeletak tas miliknya juga paper bag kecil yang dipakai Airlangga untuk membawakan baju Sean.Zie hampir meraih ponsel yang ada di atas nakas
"Sean!"Baru turun dari mobilnya, Sean dikagetkan dengan panggilan dari suara orang yang dia kenal. Dia menoleh, tapi tak memerdulikan dan memilih masuk ke gedung T Group. Sean tersenyum miring, untuk apa mantan tunangannya datang ke tempat kerjanya pagi-pagi seperti ini. Terlebih dengan apa yang telah Aaera lakukan padanya, Sean benar-benar tak lagi memiliki rasa yang tersisa. Aaera pun memilih berhenti berjalan dari pada terlihat seperti dicampakan. Sepertinya akan sulit baginya untuk bisa membuat Sean kembali percaya padanya. Aaera pun memilih cara terakhir. Dia membuka ponselnya untuk mencari video makan malam yang pernah direkam saat Nova masih hidup. Wanita tua itu sangat menyukainya, hingga yang mendekatkan dirinya dan Sean dulu adalah Nova. Kini dia merasa iri saat melihat Sean bisa bahagia dan tak lagi terpuruk karena dicampakan olehnya. Sean yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja terusik oleh sebuah pesan dari Aaera. Ia mengumpat karena belum menghapus nomor gadis itu
Zie termangu sendirian di kamar inapnya setelah Raiga pergi dan belum ada orang yang datang untuk menemaninya. Ia menatap ke arah jendela dan melihat burung yang sesekali hinggap di daun jendela yang terbuka. Zie tak berani banyak bergerak karena ucapan Raiga yang berkata kandungannya sangat lemah. Wanita itu masih memikirkan tentang apa yang didengar dan dirasanya semalam. Dia merasa itu nyata saat Sean menyatakan cinta, tapi melihat sikap pria itu tadi, Zie yakin itu hanya mimpi.“Ah … apa yang aku pikirkan?”Zie mengacak rambutnya, pikirannya mengiyakan kalau hal itu benar. Mana mungkin Sean si manusia gelato itu menyatakan cinta kepadanya.“Sean tidak mungkin berkata mencintaiku. Sepertinya otakku sedikit rusak.” Zie bicara sendiri kemudian memukul kepalanya.☘️☘️☘️Aaera masih sangat terkejut dengan ucapan Sean, tapi sisi egoisnya tidak ingin menyerah begitu saja. Ditatapnya punggung sang mantan tunangan yang berlalu meninggalkan dirinya dengan tangan mengepal di sisi badan.“Kam
Zie masih memasang wajah datar. Jika Aaera menginginkan dirinya cemburu, maka Aaera bisa mewujudkannya di alam mimpi, begitulah kira-kira yang ada di pikiran Zie untuk saat ini.“Lalu, apa kamu pikir aku peduli?” Aaera tersenyum miring, dirinya tidak peduli jika dianggap memalukan dengan mendatangi istri dari mantan tunangannya. Dia hanya berpikir untuk membuat jurang salah paham antara Zie dan Sean, sehingga mereka bertengkar dan dia bisa mendekati Sean lagi.“Ya, aku hanya ingin kamu tahu saja, aku tidak tega jika kamu nantinya kecewa. Sean sebenarnya masih mencintaiku, nyatanya dia juga bercerita kalau sudah menikah denganmu, sebelum orang lain tahu,” dusta Aaera untuk membuat Zie cemburu. Informasi yang didapatkan dari beberapa temannya, ternyata kini bermanfaat untuk dirinya.Zie mencengkeram sisi kiri sprei ranjang yang tak nampak oleh Aaera, tapi sedetik kemudian dia melepasnya dengan cepat setelah mampu mengontrol emosi.“Aku adalah satu-satunya gadis yang dicintainya, jadi a
Zie memeluk tubuh Sean sambil terus meneteskan air mata. Ia menggeleng lalu mendorong tubuh Sean keluar saat pintu lift terbuka. Wajah suaminya yang pucat membuat Zie merasa bersalah. Ia merasa bodoh bagaimana bisa sampai lupa jika Sean mengidap claustrophobia. Zie sampai mengabaikan dirinya sendiri karena takut. Tiang infusnya jatuh, selangnya pun tertarik dan membuat jarum yang menancap di tangan terlepas dan membuatnya mengeluarkan darah.“Apa yang kamu lakukan? dasar bodoh!” amuk Zie dengan isak tangis. Dadanya naik turun karena merasakan sesak yang tak berkesudahan karena sikap Sean.“Aku sudah bilang aku mencintaimu, Zie! Kenapa kamu tidak bisa mempercayaiku?” Sean membuka suara, bibirnya bergetar mengatakan hal itu.“Lihat! aku bermimpi lagi, kenapa aku terus-terusan bermimpi mendengar kamu mengatakan itu.” Zie semakin tergugu, dia frustrasi dengan perasaan cintanya yang tak berbalas seperti ini.“Mimpi? Jadi kamu menganggap apa yang aku katakan hanya mimpi?”Tangisan Zie seket
“Aku sudah boleh pulang ’kan besok? Sean.”Zie bertanya dengan penuh kehati-hatian. Ia lirik Sean yang duduk di sofa dan bermain ponsel. Pria itu ternyata sedang mengirim pesan ke Aaera, memaki habis mantan tunangannya itu karena sudah mendatangi istrinya hanya untuk mengadu domba.“Tak tahu malu,” umpat Sean.“Apa?”Sean yang sadar Zie bereaksi pun bergegas mengunci layar ponsel. Ia berdiri lalu mendekat dan duduk di kursi sebelah ranjang. Tanpa sedikit pun rasa bersalah dia dorong kening Zie sampai kepala wanita itu terdorong ke belakang.“Ahhh …. Apa yang kamu lakukan?” Zie merajuk bak anak kecil, suaranya sangat manja. Ia pegang telunjuk Sean dengan wajahnya yang dibuat seimut mungkin.Sean pun mencibir, dia gunakan satu tangannya yang tidak sedang dalam kekuasaan Zie untuk membelai pipi sang istri. Jika tak memikirkan gengsi, Zie pasti sudah melompat kegirangan karena perlakukan Sean. Namun, apa itu gengsi? Gengsinya sudah mati sejak dia menyukai pria di sebelahnya ini.“Aku tida
Jika ada wanita yang paling bahagia di dunia ini, tentu Zie lah orangnya. Sejak peristiwa kedatangan Aaera dan pernyataan cinta Sean, Zie selalu dibuat berbunga-bunga dengan perlakuan pria itu. Bahkan saat hendak pulang Sean sampai ingin ikut naik lift bersamanya. Namun, sudah sangat jelas tanpa perlu berdiskusi, Zie menolak dengan tegas ide sang suami. Akhirnya Sean pun turun memakai tangga darurat seperti biasa. "Aku mau menunggu Sean,"ucap Zie ke sang mama saat mereka sudah tiba di basement. Gia menoleh Airlangga, hingga mereka memutuskan untuk pulang lebih dulu. Lagipula mereka juga membawa mobil masing-masing. Zie berdiri di dekat pintu keluar sambil memainkan ujung sepatunya. Dia menoleh ke kiri di mana letak tangga darurat berada. Gadis itu tiba-tiba tertawa, dia ingat dulu sering melakukan hal ini saat menunggu Sean. Zie pun mendekat ke arah pintu darurat. Ia mulai berhitung satu sampai sepuluh saat tepat berada di depan pintu. Di hitungan ke sepuluh dia yakin Sean akan mu
Sama-sama menjadi ibu hamil dengan usia kandungan yang tak terpaut jauh, tapi Zie dan Marsha mengalami perubahan bentuk tubuh dan sikap yang jauh berbeda. Seperti saat ini, Marsha sedang mengomel ke butik langganannya karena baju yang dia pesan untuk sang sahabat belum juga jadi. "Maaf Nyonya, tapi memang ternyata ada salah pencatatan. Staff kami salah memasukkan jumlah pesanan.""Halah, alasan!"Marsha menolak alasan dari manager butik itu. Ia bahkan sudah mengancam akan mengadu ke pemilik butik tentang ketidakbecusan pekerjanya. "Lalu mana staff yang kamu maksud itu? Aku ingin bertemu dengannya," kata Marsha. "Itu-""Iya si itu," sembur Marsha. Si manager butik pun kebingungan, padahal nama staffnya bukan 'itu'. Dia hanya mengucapakan kata itu untuk menunjuk. "Maksud saya, staff itu yang bernama Bagus sedang tidak masuk kerja hari ini. Ibunya sakit dan dirawat di rumah sakit."Marsha bengong, dia tiba-tiba merasa sedih karena ucapan si manager barusan. Ia pun bertanya, "Sakit