Jika ada wanita yang paling bahagia di dunia ini, tentu Zie lah orangnya. Sejak peristiwa kedatangan Aaera dan pernyataan cinta Sean, Zie selalu dibuat berbunga-bunga dengan perlakuan pria itu. Bahkan saat hendak pulang Sean sampai ingin ikut naik lift bersamanya. Namun, sudah sangat jelas tanpa perlu berdiskusi, Zie menolak dengan tegas ide sang suami. Akhirnya Sean pun turun memakai tangga darurat seperti biasa. "Aku mau menunggu Sean,"ucap Zie ke sang mama saat mereka sudah tiba di basement. Gia menoleh Airlangga, hingga mereka memutuskan untuk pulang lebih dulu. Lagipula mereka juga membawa mobil masing-masing. Zie berdiri di dekat pintu keluar sambil memainkan ujung sepatunya. Dia menoleh ke kiri di mana letak tangga darurat berada. Gadis itu tiba-tiba tertawa, dia ingat dulu sering melakukan hal ini saat menunggu Sean. Zie pun mendekat ke arah pintu darurat. Ia mulai berhitung satu sampai sepuluh saat tepat berada di depan pintu. Di hitungan ke sepuluh dia yakin Sean akan mu
Sama-sama menjadi ibu hamil dengan usia kandungan yang tak terpaut jauh, tapi Zie dan Marsha mengalami perubahan bentuk tubuh dan sikap yang jauh berbeda. Seperti saat ini, Marsha sedang mengomel ke butik langganannya karena baju yang dia pesan untuk sang sahabat belum juga jadi. "Maaf Nyonya, tapi memang ternyata ada salah pencatatan. Staff kami salah memasukkan jumlah pesanan.""Halah, alasan!"Marsha menolak alasan dari manager butik itu. Ia bahkan sudah mengancam akan mengadu ke pemilik butik tentang ketidakbecusan pekerjanya. "Lalu mana staff yang kamu maksud itu? Aku ingin bertemu dengannya," kata Marsha. "Itu-""Iya si itu," sembur Marsha. Si manager butik pun kebingungan, padahal nama staffnya bukan 'itu'. Dia hanya mengucapakan kata itu untuk menunjuk. "Maksud saya, staff itu yang bernama Bagus sedang tidak masuk kerja hari ini. Ibunya sakit dan dirawat di rumah sakit."Marsha bengong, dia tiba-tiba merasa sedih karena ucapan si manager barusan. Ia pun bertanya, "Sakit
“Katanya cinta, tapi tidur memunggungi,”imbuh Zie. Ia masih terus menusuk pinggang Sean, dan tak lama suaminya itu berbalik ke arahnya.Pipi Zie menghangat dan memerah seperti buah tomat. Sean memandanginya lekat, bahkan ujung hidung mereka hampir menempel satu sama lain. Suaminya itu menempelkan tangan ke pipinya, tersenyum dan mengecup dalam kening Zie. “Tidurlah, kamu masih harus beristirahat. Jangan sampai kelelahan lagi dan membuat bayi kita kenapa-kenapa,” ucap Sean. Ia menggeser badan membawa kepala Zie ke dadanya dan memeluk erat.“Apa kamu menyayanginya? dia hadir karena kesalahan.” Zie mengulum bibir. Diarahkannya jari telunjuk ke dada Sean dan seolah meggambar lingkaran kecil di permukaannya.“Tentu saja, karena dia kita bisa sedekat ini.”“Sean, apa kamu ingat kapan pertama kali kita bertemu?” tanya Zie penasaran. Ia renggangkan pelukan dan memandang wajah tampan pria yang membuatnya tergila-gila ini.“Entah, aku tidak mengingatnya.” Sean menggeleng, karena tahu istrinya
Zie kembali dengan aktivitasnya. Ia hari itu mengenakan baju kerja baru dari butik langganan Marsha. Zie menemui pak Firman untuk jujur dengan kondisinya yang tengah berbadan dua.“Ha-ha-hamil?”Calon wakilnya itu terkejut karena ini jelas bukan masalah kecil. Jika sampai ada lawan politiknya yang tahu tentu akan menjadi senjata untuk menjatuhkan mereka.“Aku benar-benar minta maaf! Aku pasti sangat mengecewakan Bapak,” lirih Zie.Padahal hari itu Pak Firman ingin mengatakan bahwa dia menyewa beberapa pengawal untuk mulai menjaga Zie. Ia takut terjadi hal yang buruk ke gadis yang sudah dianggap anaknya sendiri itu menjelang pemilihan.“Lebih baik kita rahasiakan saja kehamilanmu ini, cukup aku saja yang tahu dan jangan sampai ada yang tahu lagi,” ucap Pak Firman. Padahal Surya sudah pernah bicara tentang kecurigaan ini. Jika sampai pendukung setia mereka itu tahu, bisa jadi akan murka dan membuat semuanya menjadi kacau.“Pak!” Lirih Zie.“Sudah! tidak perlu khawatir, aku tidak ingin
“Jadi apa tidak masalah jika pak Firman tahu kamu sedang hamil?”Manusia gelato berubah menjadi manusia posesif. Memeluk istrinya dari belakang dan menghidu dalam-dalam wangi shampo yang masih menguar dari surai panjang sang istri.“Tidak masalah,”jawab Zie ragu.Ia tahu kebohongan tentang kehamilannya tidak bisa selamanya ditutupi. Zie bahkan berpikiran buruk ke calon wakilnya, karena jika sesuatu terjadi saat dia menjadi wali kota jelas pak Firman lah yang akan menggantikan posisinya.“Nada bicaramu menunjukkan kalau kamu tidak yakin.” Sean menarik lembut lengan Zie agar menghadap ke arahnya. Ia menyelam dalam ke manik mata istrinya itu lalu mengangsurkan tangan membelai pipi. Susana yang mereka lalui beberapa hari ini sungguh sangat romantis. Andai saja ini sejak dulu, andai saja Sean tak memiliki kesalahpahaman terhadap Zie. Kesalahpahaman yang bahkan masih belum dia ceritakan ke istrinya itu. Tak salah jika Zie masih menganggap semua ini mimpi.Zie melakukan hal yang sama seper
Pagi harinya, Zie dibuat syok dengan cerita Sean. Dadanya bahkan naik turun menahan amarah yang bercokol di sana. Zie berpikir pak Firman pasti dalang di balik semua ini, tapi kenapa suaminya? Kenapa Sean yang dijadikan sasaran?“Semalam papa bilang kita perlu memikirkan cara untuk membuat Doni mengaku, dia sepertinya sudah pulang dan berganti shift dengan pengawalmu yang perempuan,” kata Sean. “Pak Firman, apa mungkin ini ulahnya?” Zie tak bisa berbaik sangka ke wakilnya itu. Ia terlihat cemas dan bahkan menggigiti kuku jari.Baru kali ini Sean melihat Zie ketakutan seperti ini. Ia malah berpikir bagaimana takutnya Zie saat pertama kali menyadari tengah mengandung anaknya. Sean menarik pinggang wanita itu lantas meraih pergelangan tangan Zie dan menurunkannya ke sisi badan.“Jangan mengambil kesimpulan dulu! Aku dan Papa akan menyelidiki ini. Untuk sekarang bersikaplah wajar,” bujuk Sean.“Tapi orang jahat itu pasti sedang menunggu kabar dirimu celaka, Sayang!” Zie merajuk, tanpa sa
Sean membawa mobil Gia menuju T Group sambil sesekali melihat siapa yang mengirim pesan. Sejak tadi ponselnya berbunyi, Sean takut ada hal penting karena notifikasinya sedit mengganggu. “Pesan penipuan, dasar hari gini masih saja ada orang yang menipu.”Sean baru saja melempar kembali ponselnya ke kursi penumpang, tapi dikagetkan dengan seorang pengendara motor yang baru memberikan sign ke kanan dari jarak dekat. Sean yang terkejut refleks membanting kemudinya ke kanan, dan nahas sebuah mobil menghantamnya dari belakang. Mobil milik Gia yang dikendarai Sean sampai terguling dua kali. Hingga membuat semua pengendara jalan yang akan mengawali aktivitas pagi itu syok.Beberapa orang langsung menepikan kendaraan. Terlihat beberapa ojek online mencoba memberi pertolongan. Dengan sigap mereka bahu membahu untuk mengeluarkan Sean yang terlihat tak bergerak di dalam mobil.“Api-api, ada api woi …. cepat tolong!” teriak salah seorang warga. Beruntung dengan sigap seorang wanita pengendara tu
“Dokter bilang hasil MRInya keluar besok, tapi yang terpenting adalah menunggunya sadar.” Raiga bicara di depan keluarganya yang menunggu di kursi selasar. Ia menoleh ke ruang ICU di mana Zie sedang berada di dalam menunggui Sean.“Tidak ada luka serius ‘kan? Tangan dan kakinya hanya memar?” tanya Daniel untuk memastikan lagi, meski dokter sudah menjelaskan ke mereka tadi.“Iya, tapi dokter takut terjadi trauma di kepala jadi kita tunggu hasilnya,” jawab Raiga dengan suara pelan. Ia mengangsurkan tatapan ke sang mama yang terlihat sangat terpukul karena kecelakaan yang terjadi ke sang kakak.Raiga tadi sempat berbincang dengan Ghea. Wanita yang melahirkannya itu merasa sangat bersalah. Bahkan sampai sekarang, Ghea masih merasa bahwa penculikan dan phobia yang diderita Sean juga akibat dari kesalahannya.“Mama pikir, Mama bisa menjadi ibu yang baik untuk kalian, tapi ternyata tidak.” Raiga mengenang ucapan Ghea.“Terkadang Mama merasa memiliki banyak kesalahan ke kalian. Bahkan, ketid