“Dokter bilang hasil MRInya keluar besok, tapi yang terpenting adalah menunggunya sadar.” Raiga bicara di depan keluarganya yang menunggu di kursi selasar. Ia menoleh ke ruang ICU di mana Zie sedang berada di dalam menunggui Sean.“Tidak ada luka serius ‘kan? Tangan dan kakinya hanya memar?” tanya Daniel untuk memastikan lagi, meski dokter sudah menjelaskan ke mereka tadi.“Iya, tapi dokter takut terjadi trauma di kepala jadi kita tunggu hasilnya,” jawab Raiga dengan suara pelan. Ia mengangsurkan tatapan ke sang mama yang terlihat sangat terpukul karena kecelakaan yang terjadi ke sang kakak.Raiga tadi sempat berbincang dengan Ghea. Wanita yang melahirkannya itu merasa sangat bersalah. Bahkan sampai sekarang, Ghea masih merasa bahwa penculikan dan phobia yang diderita Sean juga akibat dari kesalahannya.“Mama pikir, Mama bisa menjadi ibu yang baik untuk kalian, tapi ternyata tidak.” Raiga mengenang ucapan Ghea.“Terkadang Mama merasa memiliki banyak kesalahan ke kalian. Bahkan, ketid
Sean duduk bersandar pada headboard dan menerima suapan makanan dari Ghea. Pria itu sama sekali tidak mau didekati oleh Zie meski terkadang masih melirik ke arah sang istri.Jangan ditanya bagaimana perasaan Zie sekarang, dia sudah ingin menangis, berteriak sejak tadi. Bahkan jika bisa, dia mau bertanya ke Sean kenapa bisa melupakan dirinya. Zie menunduk dan tertawa. Sudah jelas tawanya ini bukanlah tawa bahagia melainkan kesedihan karena Sean melupakannya.Sepertinya baru semalam mereka bermesraan, saling melempar kata cinta, tapi kini pria itu menganggapnya orang asing. Jika diibaratkan kenangan Sean adalah sebuah lautan luas, maka Zie merasa hanya menjadi buih di sana, yang bahkan tidak bisa menjadi bagian dari lautan itu sendiri.“Sean, apa kamu tidak mengingat Zie. Kalian sudah menikah dan bahkan dia sedang mengandung anak kalian sekarang,” ucap Ghea penuh kelembutan. Ada beberapa hal yang Ghea kurang mengerti, Sean ingat Nova sudah meninggal tapi bisa lupa dengan pernikahannya
Semua keluarga berkumpul di ruangan dokter yang bertanggungjawab atas Sean siang itu. Para wanita nampak duduk di kursi, sedangkan Daniel dan Airlangga berdiri di belakang. Mereka tak sabar untuk mendengarkan penjelasan dokter tentang apa yang dialami oleh Sean.“Dari hasil MRI terjadi sedikit cidera di bagian ini.”Semua orang menatap ke gambar citra kepala Sean dan fokus, mereka memilih diam meski sebenarnya tidak begitu paham dengan bagian yang ditunjuk.“Bisa Anda jelaskan apa itu, Dok?” tanya Daniel. Ia yakin bukan hanya dirinya yang tidak paham tapi semua orang kecuali dokter itu sendiri. “Bentuknya seperti kacang almond,”imbuhnya.“Bagian otak ini bernama amigdala, dia memiliki peran penting dalam menentukan seberapa kuat ingatan untuk disimpan. Dari kondisi yang pasien alami juga dari keterangan Anda, kemungkinan pasien mengalami amnesia retrograde.”“Am-nesia, Dok? tapi bagaimana bisa dia mengingat kenangan yang jauh lebih lama?” tanya Zie dengan sedikit emosional. Gia sampai
“Jangan berbuat kasar ke Zie, dia sedang mengandung anak Sean!”Raiga menatap nyalang Aaera. Ia bahkan mencekal tangan gadis itu dan menghempaskannya ke sisi badan. Aaera pun tak bisa berkata-kata, dia menoleh Sean seolah mencari bantuan.“Sean!”panggilnya dengan nada memelas.“Rai, apa yang kamu lakukan?” bentak Sean, dia bahkan turun dari atas ranjang dan mendorong tubuh sang adik dengan muka marah. “Jangan berbuat kasar pada Aaera, kamu lupa? dia calon kakak iparmu,”imbuhnya.“Kamu yang lupa, kamu mengalami amnesia dan tidak ingat kalau sudah menikah dengan Zie, dan kini dia sedang mengandung anak kalian.”Raiga begitu marah, meski tahu akan kondisi kakaknya, tapi dia tak terima Zie diperlakukan sangat kejam seperti ini. Apalagi Aaera, wanita itu tiba-tiba saja datang dan peduli. Padahal sudah memutuskan tali pertunangan dengan Sean dengan alasan yang tidak jelas.“Asal kamu tahu, wanita ini sudah memutuskan pertunangan kalian tanpa alasan yang jelas.”Ucapan Raiga membuat Aaera k
Satu jam kemudian, Daniel dan Ghea baru bisa masuk ke kamar rawat inap sang putra. Mereka benar-benar menunggu Aaera pergi. Entah sudah berapa banyak gadis itu meracuni pikiran Sean, yang jelas mereka yakin kalau Sean pasti bisa diajak bicara baik-baik.Daniel mendekat dan berkata ingin menyampaikan sesuatu ke sang putra. Namun, Sean terlihat dingin dan hanya mengangguk kecil tanpa mau menoleh.“Sean, meski kamu kehilangan ingatan tapi kamu sudah dewasa. Jadi Papa harap kamu bisa bijak dalam menentukan sikap.”“Katakan apa yang ingin Papa sampaikan! tidak perlu berbelit,”kata Sean tanpa basa-basi.“Sean, kamu sudah menikah dengan Zie. Dia juga sedang mengandung anak kalian, jadi bersikap baik lah. Kamu dan Aaera sudah berpisah, bahkan dia yang memutuskan tali pertunangan kalian.” Daniel mencoba bicara dengan nada lembut. Ia tidak ingin membuat Sean emosi dan marah seperti saat bicara ke Raiga tadi. “Kalau kamu tidak percaya tanya ke tante Mauren. Papa yakin dia tidak akan berbohong me
“Apa Zie?”Marsha yang tak sadar mengurai pelukan, hingga pria yang tak lain adalah Bagus itu hampir kabur dan Zie berteriak dengan suara lantang.“Berhenti! jangan berani-beraninya kamu melangkah!”Marsha menoleh, dia heran melihat Bagus tak bergerak dengan sebelah kaki sedikit terangkat belum menapak lantai.“Apa kamu kenal dia? Dia itu pegawai ceroboh yang membuat bajumu tak jadi dalam satu waktu,” terang Marsha.“Lebih dari itu, Sya.”Zie berdiri, dia menarik kerah bagian belakang Bagus hingga pria itu mau tak mau mundur ke belakang. Bagus menunduk seakan enggan menatap wajah Zie yang berdiri di depannya.“Kamu, kamu pria gigolo itu ‘kan?” tanya Zie dengen sorot mata tajam.“Apa? gi-gi-gi-gigolo?” Marsha terbata-bata, dia memandang wajah Zie dan Bagus bergantian. Pikirannya sudah macam-macam. Di mana, kenapa, bagaimana bisa sahabatnya mengenal seorang gigolo?Akhirnya karena ketakutan Bagus menuruti perintah Zie untuk duduk, ruang tunggu butik itu seketika berubah menjadi ruang si
Sean nampak memindai ruang tamu rumah Airlangga. Ia merasa tidak asing dengan ruangan itu tapi juga tidak bisa mengingat kenangannya di sana. Airlangga yang menyusul masuk hanya bisa memerhatikan sang menantu yang kebingungan. Ia pun mempersilahkan Sean menuju kamarnya dan Zie.“Kenapa di bawah? Apa benar ini kamarku? Bukankah ini bukan kamar utama? Apa Om memperlakukanku berbeda selama ini? begitukah?” cerocos Sean dengan sorot curiga.Airlangga hanya bisa membuang napas kasar, dia sendiri bingung bagaimana menjelaskan kalau Sean sendirilah yang menginginkan pindah kamar, karena takut kandungan Zie kanapa-kenapa. Meski menantunya itu tidak ingat, tapi akhirnya Airlangga memutuskan untuk memberitahu alasannya.“Beberapa saat yang lalu kandungan Zie mengalami sedikit masalah, sehingga dia harus bedrest. Kamu meminta pindah kamar karena tidak ingin melihat Zie naik turun tangga.”“Benarkah? kalau begitu ada kamar kosong ‘kan di atas. Aku akan memakai kamar itu,”ujar Sean tanpa sedikitp
Aaera hanya diam saja diperlakukan seperti itu oleh Gia. Ia merasa diterbangkan ke atas awan karena Sean sendirilah yang memintanya datang. Di saat dia belum sempat membalas ucapan Gia lagi. Pria itu muncul dari arah belakang dan langsung bicara ke sang mertua."Tante, aku mau pergi keluar sebentar.""Sean kondisimu masih lemah, kamu baru saja keluar dari rumah sakit, mau ke mana?"Gia jelas melarang sang mantu. Suaminya tadi sudah tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh Sean, dia juga tidak mungkin berbuat hal yang sama. Apalagi jika sampai membiarkan dua orang ini pergi, bisa-bisa Zie kecewa. "Sean, kamu bisa pergi besok tapi tidak hari ini. Kamu baru saja keluar dari rumah sakit kondisimu kurang baik," kata Gia sambil memandangi wajah menantunya. Setelah itu dia menatap tajam Aaera dan kembali bicara. "Seharusnya kamu tahu kalau Sean masih butuh istirahat, kalau kamu benar peduli kamu pasti tidak akan mau pergi ke luar bersama Sean yang kondisi kesehatannya baru saja membaik.