Zie memeluk tubuh Sean sambil terus meneteskan air mata. Ia menggeleng lalu mendorong tubuh Sean keluar saat pintu lift terbuka. Wajah suaminya yang pucat membuat Zie merasa bersalah. Ia merasa bodoh bagaimana bisa sampai lupa jika Sean mengidap claustrophobia. Zie sampai mengabaikan dirinya sendiri karena takut. Tiang infusnya jatuh, selangnya pun tertarik dan membuat jarum yang menancap di tangan terlepas dan membuatnya mengeluarkan darah.“Apa yang kamu lakukan? dasar bodoh!” amuk Zie dengan isak tangis. Dadanya naik turun karena merasakan sesak yang tak berkesudahan karena sikap Sean.“Aku sudah bilang aku mencintaimu, Zie! Kenapa kamu tidak bisa mempercayaiku?” Sean membuka suara, bibirnya bergetar mengatakan hal itu.“Lihat! aku bermimpi lagi, kenapa aku terus-terusan bermimpi mendengar kamu mengatakan itu.” Zie semakin tergugu, dia frustrasi dengan perasaan cintanya yang tak berbalas seperti ini.“Mimpi? Jadi kamu menganggap apa yang aku katakan hanya mimpi?”Tangisan Zie seket
“Aku sudah boleh pulang ’kan besok? Sean.”Zie bertanya dengan penuh kehati-hatian. Ia lirik Sean yang duduk di sofa dan bermain ponsel. Pria itu ternyata sedang mengirim pesan ke Aaera, memaki habis mantan tunangannya itu karena sudah mendatangi istrinya hanya untuk mengadu domba.“Tak tahu malu,” umpat Sean.“Apa?”Sean yang sadar Zie bereaksi pun bergegas mengunci layar ponsel. Ia berdiri lalu mendekat dan duduk di kursi sebelah ranjang. Tanpa sedikit pun rasa bersalah dia dorong kening Zie sampai kepala wanita itu terdorong ke belakang.“Ahhh …. Apa yang kamu lakukan?” Zie merajuk bak anak kecil, suaranya sangat manja. Ia pegang telunjuk Sean dengan wajahnya yang dibuat seimut mungkin.Sean pun mencibir, dia gunakan satu tangannya yang tidak sedang dalam kekuasaan Zie untuk membelai pipi sang istri. Jika tak memikirkan gengsi, Zie pasti sudah melompat kegirangan karena perlakukan Sean. Namun, apa itu gengsi? Gengsinya sudah mati sejak dia menyukai pria di sebelahnya ini.“Aku tida
Jika ada wanita yang paling bahagia di dunia ini, tentu Zie lah orangnya. Sejak peristiwa kedatangan Aaera dan pernyataan cinta Sean, Zie selalu dibuat berbunga-bunga dengan perlakuan pria itu. Bahkan saat hendak pulang Sean sampai ingin ikut naik lift bersamanya. Namun, sudah sangat jelas tanpa perlu berdiskusi, Zie menolak dengan tegas ide sang suami. Akhirnya Sean pun turun memakai tangga darurat seperti biasa. "Aku mau menunggu Sean,"ucap Zie ke sang mama saat mereka sudah tiba di basement. Gia menoleh Airlangga, hingga mereka memutuskan untuk pulang lebih dulu. Lagipula mereka juga membawa mobil masing-masing. Zie berdiri di dekat pintu keluar sambil memainkan ujung sepatunya. Dia menoleh ke kiri di mana letak tangga darurat berada. Gadis itu tiba-tiba tertawa, dia ingat dulu sering melakukan hal ini saat menunggu Sean. Zie pun mendekat ke arah pintu darurat. Ia mulai berhitung satu sampai sepuluh saat tepat berada di depan pintu. Di hitungan ke sepuluh dia yakin Sean akan mu
Sama-sama menjadi ibu hamil dengan usia kandungan yang tak terpaut jauh, tapi Zie dan Marsha mengalami perubahan bentuk tubuh dan sikap yang jauh berbeda. Seperti saat ini, Marsha sedang mengomel ke butik langganannya karena baju yang dia pesan untuk sang sahabat belum juga jadi. "Maaf Nyonya, tapi memang ternyata ada salah pencatatan. Staff kami salah memasukkan jumlah pesanan.""Halah, alasan!"Marsha menolak alasan dari manager butik itu. Ia bahkan sudah mengancam akan mengadu ke pemilik butik tentang ketidakbecusan pekerjanya. "Lalu mana staff yang kamu maksud itu? Aku ingin bertemu dengannya," kata Marsha. "Itu-""Iya si itu," sembur Marsha. Si manager butik pun kebingungan, padahal nama staffnya bukan 'itu'. Dia hanya mengucapakan kata itu untuk menunjuk. "Maksud saya, staff itu yang bernama Bagus sedang tidak masuk kerja hari ini. Ibunya sakit dan dirawat di rumah sakit."Marsha bengong, dia tiba-tiba merasa sedih karena ucapan si manager barusan. Ia pun bertanya, "Sakit
“Katanya cinta, tapi tidur memunggungi,”imbuh Zie. Ia masih terus menusuk pinggang Sean, dan tak lama suaminya itu berbalik ke arahnya.Pipi Zie menghangat dan memerah seperti buah tomat. Sean memandanginya lekat, bahkan ujung hidung mereka hampir menempel satu sama lain. Suaminya itu menempelkan tangan ke pipinya, tersenyum dan mengecup dalam kening Zie. “Tidurlah, kamu masih harus beristirahat. Jangan sampai kelelahan lagi dan membuat bayi kita kenapa-kenapa,” ucap Sean. Ia menggeser badan membawa kepala Zie ke dadanya dan memeluk erat.“Apa kamu menyayanginya? dia hadir karena kesalahan.” Zie mengulum bibir. Diarahkannya jari telunjuk ke dada Sean dan seolah meggambar lingkaran kecil di permukaannya.“Tentu saja, karena dia kita bisa sedekat ini.”“Sean, apa kamu ingat kapan pertama kali kita bertemu?” tanya Zie penasaran. Ia renggangkan pelukan dan memandang wajah tampan pria yang membuatnya tergila-gila ini.“Entah, aku tidak mengingatnya.” Sean menggeleng, karena tahu istrinya
Zie kembali dengan aktivitasnya. Ia hari itu mengenakan baju kerja baru dari butik langganan Marsha. Zie menemui pak Firman untuk jujur dengan kondisinya yang tengah berbadan dua.“Ha-ha-hamil?”Calon wakilnya itu terkejut karena ini jelas bukan masalah kecil. Jika sampai ada lawan politiknya yang tahu tentu akan menjadi senjata untuk menjatuhkan mereka.“Aku benar-benar minta maaf! Aku pasti sangat mengecewakan Bapak,” lirih Zie.Padahal hari itu Pak Firman ingin mengatakan bahwa dia menyewa beberapa pengawal untuk mulai menjaga Zie. Ia takut terjadi hal yang buruk ke gadis yang sudah dianggap anaknya sendiri itu menjelang pemilihan.“Lebih baik kita rahasiakan saja kehamilanmu ini, cukup aku saja yang tahu dan jangan sampai ada yang tahu lagi,” ucap Pak Firman. Padahal Surya sudah pernah bicara tentang kecurigaan ini. Jika sampai pendukung setia mereka itu tahu, bisa jadi akan murka dan membuat semuanya menjadi kacau.“Pak!” Lirih Zie.“Sudah! tidak perlu khawatir, aku tidak ingin
“Jadi apa tidak masalah jika pak Firman tahu kamu sedang hamil?”Manusia gelato berubah menjadi manusia posesif. Memeluk istrinya dari belakang dan menghidu dalam-dalam wangi shampo yang masih menguar dari surai panjang sang istri.“Tidak masalah,”jawab Zie ragu.Ia tahu kebohongan tentang kehamilannya tidak bisa selamanya ditutupi. Zie bahkan berpikiran buruk ke calon wakilnya, karena jika sesuatu terjadi saat dia menjadi wali kota jelas pak Firman lah yang akan menggantikan posisinya.“Nada bicaramu menunjukkan kalau kamu tidak yakin.” Sean menarik lembut lengan Zie agar menghadap ke arahnya. Ia menyelam dalam ke manik mata istrinya itu lalu mengangsurkan tangan membelai pipi. Susana yang mereka lalui beberapa hari ini sungguh sangat romantis. Andai saja ini sejak dulu, andai saja Sean tak memiliki kesalahpahaman terhadap Zie. Kesalahpahaman yang bahkan masih belum dia ceritakan ke istrinya itu. Tak salah jika Zie masih menganggap semua ini mimpi.Zie melakukan hal yang sama seper
Pagi harinya, Zie dibuat syok dengan cerita Sean. Dadanya bahkan naik turun menahan amarah yang bercokol di sana. Zie berpikir pak Firman pasti dalang di balik semua ini, tapi kenapa suaminya? Kenapa Sean yang dijadikan sasaran?“Semalam papa bilang kita perlu memikirkan cara untuk membuat Doni mengaku, dia sepertinya sudah pulang dan berganti shift dengan pengawalmu yang perempuan,” kata Sean. “Pak Firman, apa mungkin ini ulahnya?” Zie tak bisa berbaik sangka ke wakilnya itu. Ia terlihat cemas dan bahkan menggigiti kuku jari.Baru kali ini Sean melihat Zie ketakutan seperti ini. Ia malah berpikir bagaimana takutnya Zie saat pertama kali menyadari tengah mengandung anaknya. Sean menarik pinggang wanita itu lantas meraih pergelangan tangan Zie dan menurunkannya ke sisi badan.“Jangan mengambil kesimpulan dulu! Aku dan Papa akan menyelidiki ini. Untuk sekarang bersikaplah wajar,” bujuk Sean.“Tapi orang jahat itu pasti sedang menunggu kabar dirimu celaka, Sayang!” Zie merajuk, tanpa sa