Di tempat lain, Ghea ternyata sedang mengajak Zie untuk pergi ke sebuah toko pakaian bayi. Di toko yang memiliki ukuran cukup besar dengan banyaknya jenis pakaian, sepatu, hingga stroller bayi itu, Ghea dan Zie berjalan untuk melihat barang.“Kamu pilih saja, mana yang kamu suka, Zie.” Ghea meminta Zie untuk memilih apa yang diperlukan untuk persiapan kelahiran bayinya nanti.Zie tersenyum mendapatkan penawaran dari Ghea, hingga kemudian berkata, “Tidak, Ma. Katanya pantang membeli perlengkapan bayi sebelum kandungan berusia tujuh bulan.”Ghea terdiam mendengar penolakan Zie, dia juga tahu mitos itu dan dulu juga dia sama seperti Zie—takut. Sebenarnya Ghea mengajak Zie keluar bukan hanya karena ingin bertemu dengan menantunya saja, melainkan dia juga ingin membujuk Zie agar mengurungkan niat untuk bercerai dari sang putra.Zie memandang Ghea yang hanya diam, hingga bisa menebak jelas maksud ibu mertuanya itu mengajaknya bertemu.“Apa Mama meminta bertemu untuk membahas soal Sean?” tan
“Apa yang ingin kamu bicarakan? Kita tidak dalam kondisi baik hingga bisa melakukan hal romantis.”Zie menghindar, seolah takut apa yang akan dilakukan Sean membangkitkan kembali rasa yang sebenarnya sudah dia kubur. Dia sudah merelakan Sean yang melupakannya, jadi jangan sampai harapan semu kembali lagi mengisi kekosongan di dalam hati.“Itu bukan hal romantis Zie, hanya bonding ayah ke anaknya. Meski hubungan kita seperti ini, tapi anak itu jelas butuh perhatian.”“Bijak sekali dirimu,”sindir Zie. “Datang saja! aku juga belum pindah dari rumah papa.”Zie menutup panggilan tanpa banyak bicara. Dia menunggu apakah Sean akan benar-benar datang untuk berbicara dengan bayi mereka.Namun, hingga malam semakin larut, Sean tidak juga menampakkan batang hidung di rumah Airlangga. Hal ini membuat Zie kecewa, dia menyesal sudah berharap pria itu akan datang untuk mengusap perut dan bicara kepada bayi di dalam kandungannya.“Selesai! aku tidak bisa lagi!” Zie mencengkeram erat bagian depan piy
Satu bulan kemudianZie memakai setelan rapi hari itu, dengan semangat baru dia ingin menghadapi apa yang terjadi di depan matanya. Semua persoalan yang terjadi sudah dia selesaikan satu persatu, hingga masalah terakhir yang harus dia selesaikan hari itu adalah mendengarkan keputusan sidang perceraiannya dan Sean.Semua terasa ringan, beban di pundak Zie terasa luruh dan hilang. Benar jika mengikhlaskan itu memang sulit, tapi setelah hati sudah berdamai dengan keadaan maka segalanya menjadi terasa lebih ringan.“Sean, terima kasih untuk beberapa bulan ini, seperti kesepakatan kita tentang bayi ini, aku harap semuanya berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan.”Zie mengulurkan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memegang map berisi akta perceraiannya dan Sean. Pria itu tak langsung menyambut uluran tangan Zie, Sean hanya memandanginya beberapa saat dan meraihnya tepat saat Zie ingin menarik tangan. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa, karena semua ini juga sudah dia setujui.“Raig
‘Jangan lupa aku akan menjemputmu jam tiga’Zie membaca pesan dari Sean, ini bulan ke dua di mana pria itu akan mengajaknya pergi memeriksakan kandungan. Seperti janjinya, Sean benar-benar ingat kapan harus mengajak Zie ke rumah sakit. Sementara itu, orang-orang di T group dibuat heran karena Sean meminta pindah ruang ke lantai tiga. Ia bahkan memersilahkan karyawannya untuk memakai eskalator yang dulu biasa dia pakai. Banyak orang yang merasakan perubahan sikap Sean semenjak dia kehilangan ingatan, tak terkecuali sekretarisnya. Agita merasa sang atasan juga lebih ramah dan tak dingin seperti sebelumnya.“Aku pulang awal hari ini, jadi tinggalkan saja berkas yang butuh aku tandatangani di meja, aku akan selesaikan nanti,”ucap Sean tanpa memandang gadis yang berdiri di depan meja kerjanya ini.Meski sifatnya berubah menjadi sedikit ramah, tapi Sean tetap menjaga jarak. Entahlah, setelah bercerai dengan Zie, dia tidak memiliki rasa ingin menjalin kisah cinta lagi. Sean seolah ingin men
Beberapa bulan kemudian“Kenapa makannya hanya sedikit?”Gia menatap Zie yang pagi itu hanya sarapan sedikit dan lebih banyak minum. Zie memang sudah mulai cuti sejak lima hari yang lalu, ini karena hari perkiraan lahir bayinya sudah dekat.“Agak kurang berselera, Ma.” Zie mengulas senyum tipis.“Apa kamu menginginkan sesuatu?” tanya Gia kemudian. Ia curiga bahwa sang putri sudah merasakan tanda-tanda persalinan tapi hanya diam.Zie menggelengkan kepala, dia memilih berdiri dari kursi dan membuat Gia dan Airlangga memandangnya. Seperti dugaan Gia, Zie sebenarnya sudah merasakan mulas sejak kemarin, tapi berusaha menahan karena kontraksi yang dirasakan belum terlalu sering, hingga pagi tadi dia merasa perutnya semakin mulas dan kencang.Saat berada di kamar, Zie tiba-tiba merasa pakaian dalamnya terasa lembab dan basah. Dia pun mencoba mengecek untuk melihat dan seketika kaget mendapati lendir yang bercampur bercak merah. Zie pun takut dan memutuskan untuk keluar mencari Gia.“Ma.” Zie
Semua keluarga merasa sangat bersyukur dan bahagia menyambut kelahiran anggota keluarga baru mereka. Meski orangtuanya sudah berpisah, tapi baik Airlangga dan Daniel yakin, Keenan tidak akan kekurangan limpahan kasih sayang. Seperti saat ini, di ruang perawatan Sean menggendong putranya itu meski tak seluwes Raiga. Beberapa kali dia harus dicibir adiknya karena terkesan kaku dan takut menimang anaknya.“Begini Sean, coba gendong dia begini!”Raiga memberi contoh dan malah membuat Sean ketakutan. Raiga menggunakan satu tangan dan menengkurapkan bayi merah itu di lengan dengan kaki di telapak tangan.“Rai, kalau dia jatuh bagaimana?” Sean mengamuk. Ia semakin kesal karena tidak ada satu orang pun yang membelanya.“Sean, Rai itu profesional. Dia sudah biasa bersentuhan dengan bayi baru lahir, apa kamu tidak ingat siapa yang memegang Keenan saat baru keluar dari perut Zie?” Ghea mengingatkan sang putra sulung, semua orang tertawa termasuk Zie. Ia mengulurkan tangan ke Rai, dan mantan ad
“Sekretaris kak Jeremy sangat tampan, namanya Peter. Aku sempat berkencan dengannya dulu, tapi saat dia menyatakan cinta aku menolak. Bodoh! harusnya aku nikahi saja dia, aku yakin sekarang pasti hidup bahagia dan anak kami sudah TK.”Zie terkekeh kecil, tapi tidak dengan Sean yang memasang muka datar terkesan dingin. Zie dibuat salah tingkah dengan tatapan mata pria itu, beruntung tak lama pintu kamar terbuka. Dia kaget karena Marsha datang bersama Jeremy, wanita itu menggendong bayinya yang lahir di hari itu juga.“Zie, bagaimana keadaanmu? Dapat berapa jahitan dari Rai?”Pertanyaan absurd Marsha membuat pipi Zie merona menahan malu. Ia tidak ingin pikiran dua pria dewasa yang sedang berada di kamar perawatannya ini sampai ke mana-mana. “Tidak tahu, aku tidak tanya,”jawab Zie mencoba memotong perbincangan aneh itu dengan sahabatnya.“Lihat! jagoan Mami udah punya teman. Tuh … namanya … “ Marsha berhenti bicara, dia membaca dengan seksama papan identitas bayi yang terpasang di box.
Ada yang bilang waktu akan terasa cepat saat kamu memiliki anak. Sepertinya Zie mengalami hal itu sekarang, dia merasa takjub melihat Ken yang sudah mulai berguling dan bahkan bisa tertawa saat diajak bercanda. Bayi tampan itu kini sudah berumur lima bulan, dan setiap jam makan siang Zie akan pulang untuk melihat keadaan putranya.Ken seperti menjadi penyemangat dan hiburan bagi orang-orang, pipinya yang gembul dan wajahnya yang imut membuat siapapun pasti gemas dan ingin menciumnya. Bahkan Ghea dan Gia selalu berebut untuk mengajak cucunya itu menginap di rumah.Seperti saat ini, Zie lagi-lagi harus menghadapi situasi membingungkan. Dua wanita yang dia panggil dengan sebutan mama itu meminta Ken untuk menginap minggu ini.“Katanya kamu ada acara, Zie. Biar Mama yang menjaga Ken, Ya! Mama akan membawanya menginap di rumah.” Ghea tak ingin kalah dari Gia. Mendapati mantan besannya itu berada di dapur utuk mengambilkan Zie minum, membuatnya mencuri start untuk meminta izin.“Terserah s