Happy Reading . . . *** "Maafkan aku." Kalimat itu pun mengisi keheningan yang terjadi di antara kedua orang yang sedang duduk berhadapan di kursi meja makan, dan saling memberikan tatapan yang tidak bisa diartikan. Sudah sejak tadi keduanya duduk saling berhadapan, namun hanya keheninganlah yang mengisi situasi di antaranya. Hingga cukup lama dirasa keheningan itu berlangsung, kini sebuah kalimat yang rasanya sangat sulit untuk diartikan pria itu ucapkan dan membuat sosok wanita yang mendengarnya sangat dibuat terkejut akannya. "Apa maksud dari semua hal yang kau ucapkan itu, Jacob? Aku sungguh tidak mengerti dengan dirimu yang sekarang." "Aku tahu hal ini membuatmu menjadi merasa tidak mengerti-" "Aku mengerti! Aku sungguh sangat mengerti dengan kau sudah menemukan yang lebih baik dariku di luar sana. Tetapi kenapa, Jacob? Kenapa? Aku ingin mengetahui kenapa kau bisa sampai mengambil keputusan ini setelah satu hari yang lalu aku mengetahui perselingkuhanmu itu? Bisakah kau men
Happy Reading . . . *** Angin yang bertiup tidak cukup kencang di siang hari itu, memacu ombak di laut yang bergulung dengan tenang dan terlihat begitu indah. Suara deburan ombak yang juga terdengar begitu menenangkan di telinga, serta gulungan kecil yang sampai pada tepi pantai itu menyapu sepasang kaki yang berada di atas pasir putih yang terasa lembut di telapak kaki. Sinar matahari yang memancar dengan terang pun membuat tubuh yang hanya terbalut pakaian renang bermodel dua potong itu, merasakan kehangatan dan sedikit terbakar dari panas khas sinar matahari. Tempat penginapan yang Jacob sewa pun begitu privasi dan memiliki akses langsung menuju pantai yang begitu indah dari kamar cottage yang mereka tempati. Dengan tanpa keberadaan pengunjung lain yang juga sedang berlibur di cottage tersebut, sehingga tempat itu hanya milik kedua insan yang benar-benar seperti sedang dimabuk oleh asmara. "Selamat ulang tahun untuk wanita cantik yang terlihat begitu sempurna di bawah sinar mat
Happy Reading . . . *** Satu minggu waktu telah berlalu, dan minggu penuh cinta itu pun tidak terasa sudah berakhir. Liburan singkat selama satu minggu di Maldives itu rupanya membuat Jacob semakin jatuh cinta terhadap Nalla. Pria itu seakan menemukan kembali tambatan hati yang mengubah sekaligus mengisi sebagian kehidupannya yang masih terasa kosong. Dan kini, setelah liburan itu berakhir keduanya pun sudah kembali ke Penthouse, dan baru saja keduanya tiba. "Aku lelah," keluh Nalla sambil menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. "Istirahatlah." "Aku tidak bisa jika tidak di dalam pelukanmu," balas wanita itu dengan manja. Mendengar hal itu, Jacob pun dengan senyuman yang terbit di wajahnya bergegas menghampiri Nalla, lalu ia memposisikan dirinya di pangkuan wanita itu lalu menghimpit tubuh Nalla dengan tubuhnya di atas sofa. "Sekarang sudah terbalik, hah?" Ucap Nalla yang membuat keduanya terkekeh. "Kau ingin memeluk saya, bukan?" "Ya, memang. Tetapi jika seperti ini sama saja den
Happy Reading . . . *** "Hallo, tampan. Waktunya bangun, Sayang." Bisikan lembut yang terdengar begitu merdu di telinga itu langsung membangunkan sang pemilik telinga yang sebelumnya masih tertidur. Pelukan hangat yang diberikan wanita itu langsung disambut dengan tarikan di tubuhnya, hingga kini ia sudah berada di atas tubuh sang suami. "Tampar aku," pinta pria itu sambil menatap mata wanitanya itu. "Kenapa harus ditampar, hah?" "Agar aku bisa tahu, apakah ini mimpi atau bukan?" "Bagaimana kalau cium saja?" Kecupan singkat pun langsung Nalla berikan tepat di bibir Benjamin yang langsung membuat keduanya tersenyum. "Aku sangat merindukanmu, Sayang. Ughh..., rasanya sudah lama sekali aku tidak memanggilmu dengan panggilan sayang seperti itu." "Dan sekarang aku sudah berada di dalam pelukanmu lagi." "Kapan kau kembali?" "Baru saja. Anak buahmu mengatakan semalam kau bertempur dengan hebat." "Tetapi aku menyukainya." "Kesukaanmu itu memang selalu bisa membuatku menggelengkan
Happy Reading . . . *** Suara hentakan sepatu hak tinggi yang terdengar membentur lantai mengisi sunyinya ruangan yang biasa digunakan untuk melakukan setiap pengeksekusian. Ruangan yang sebagian besar berlapiskan kaca dan dinding yang serba bewarna putih. Serta pencahayaan luar biasa dari lampu yang berada di setiap sudutnya itu, juga begitu menerangi ruangan tersebut. Dengan angkuhnya Nalla berdiri sambil tersenyum saat melihat korban yang berada di hadapannya dengan sudah tidak berdaya. Dikurung dan disekap selama satu minggu lebih tentu membuat ketiga orang korban itu telah menjadi tidak berdaya. Dan mungkin jika asisten Nalla yang sudah mati karena dibunuh tidak memberikan makan kepada sanderaannya itu, semua tawanan tersebut sudah menyusul kepergian sang asisten. Setelah berada tepat di hadapan ketiga tawanan yang masing-masing kepalanya ditutupi oleh kantung kain, Nalla pun mulai membuka salah satu kain yang menutupi kepala Norah. Senyuman penuh kejahatan langsung diberikan
Happy Reading . . . *** [Satu Minggu Kemudian] ~ Nalla membuka mata disaat tidur yang kesekian kali dalam satu hari itu dirasa sudah cukup. Sudah satu minggu waktu telah berlalu semenjak pembunuhan tersebut, nyatanya perasaan wanita itu tidak juga menjadi lebih baik. Ia justru merasakan perasaan bersalah yang tidak ia mengerti kenapa harus timbul. Bahkan selama beberapa hari belakangan ini saja, wanita itu hanya mengurung dirinya di dalam kamar dan tidak berniat untuk melakukan kegiatan apapun. Ia merasa semua yang telah ia lakukan itu justru menjadi terasa tidak berarti. Karena kini entah kenapa juga perasaan bersalah dan menyesal menjadi seperti menyerang wanita itu. "Sayang, apa kau hanya akan terus berbaring di atas ranjang saja seperti ini?" Ucap Benjamin sambil mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Dengan lembutnya juga ia memberikan ketenangan untuk sang istri dengan membelai lembut puncak kepalanya. "Apa yang sudah aku lakukan itu benar?" "Melakukan apa? Kau tidak melaku
Happy Reading . . . *** Suara bising yang sedikit ditimbulkan dari arah dapur disaat waktu baru menunjukkan pukul tujuh pagi itu, mampu membangunkan tidur Jacob yang cukup berkualitas semalam. Dan kini ia sudah berada di dapur dengan pandangan tidak percaya akan hal yang sedang ia lihat di depannya. Nalla, wanita yang ia ketahui tidak pernah menyentuh dapur itu namun kini sedang memasak di atas kompor. Tentu hal seperti itu sangat membuat Jacob terkejut sekaligus tidak percaya disaat yang bersamaan. "Hei, apa yang sedang kau lakukan?" Tanya pria itu sambil menghampiri Nalla. "Mendaki gunung," balasnya dengan asal. "Rupanya sekarang kau juga sudah menyukai bergurau," ujar Jacob dengan senyuman kecil yang terbit di sudut bibirnya itu. "Kau bisa melihat sendiri apa yang sedang aku lakukan, bukan?" "Sejak kapan?" "Setengah jam yang lalu." Pria itu pun langsung memutar mata jengah mendengar jawaban wanita itu yang selalu tidak serius. "Saya bertanya sejak kapan kau bisa memasak? B
Happy Reading . . . *** Suara erangan kesakitan yang tertahan oleh sehelai lakban yang menutup mulut seorang pria yang terlihat sudah mulai tidak berdaya itu sayup-sayup terdengar memenuhi sunyinya ruangan tersebut. Sinar terang lampu juga menyorot dirinya seakan membutakan pria itu. Belum lagi tubuhnya yang terikat di sebuah kursi kayu dengan ikatan-ikatan tali yang terasa begitu mengikat dan sesak sehingga membuatnya sedikit kesulitan bernafas. Beberapa saat kemudian, suara pintu terbuka dan langkah kaki yang mendekat. Membuat pria itu merasa sedikit cemas akan kedatangan seseorang yang datang. Karena sudah beberapa kali selama ia disekap seperti itu, ia selalu mendapatkan perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari sang rival hingga membuat wajah sampai tubuh pria itu sudah terdapat banyak luka dalam maupun luar. Hingga seseorang yang datang tersebut sudah berdiri tepat di hadapannya, baru ia bisa melihat dengan pandang tidak menyangka akan keberadaan Nalla. Mulut yang dibungka