"Sekarang kalian buang mobil wanita itu seolah itu kecelakaan!" perintah Della pada orang bayarannya."Siap, Bos!"Hanya dalam hitungan detik, mobil Amaliya pun sudah dijatuhkan ke jurang dan meledak."Maafkan Tante, Amaliya. Tante terpaksa melakukan ini. Andai saja kamu mau mengalah dari awal dan tidak mencari masalah dengan Eliza, ini semua nggak akan terjadi sama kamu ...." ucap Della terisak.-----Mihran mulai cemas. Pikirannya kacau karena Amaliya belum pulang dan tidak bisa dihubungi. Karena cemas, bahkan ponselnya tidak lepas dari tangannya."Kamu ke mana, Mel? Kenapa kamu nggak bisa dihubungi?" ucap Mihran.Eliza pun kembali memainkan dramanya. Ia seolah gelisah dan mempertanyakan kabar Amaliya."Mihran, gimana kabar Amaliya. Sudah bisa dihubungi?" tanya Eliza yang sejak tadi mondar-mandir tidak jelas di ruang tamu."Belum. Nggak biasanya juga dia seperti ini," jawab Mihran."Aku jadi ikut kepikiran Amaliya. Semoga dia baik-baik saja ya," tutur Eliza. Mihran pun diam tidak
Semua keluarga panik. Alia menangis tidak hentinya. Malik pun bergegas pergi ke lokasi untuk mencari info tentang kakaknya. Oma Siska dan Taher pun memutuskan pergi ke rumah Mihran.Sesampainya di rumah Mihran, sangat kebetulan Della yang membukakan pintu untuk Oma dan Taher. Tanpa basa-basi, Della pun mendapat tamparan dari Oma. Oma yakin, jika Della ada di belakang menghilangnya Amaliya."Di mana cucuku?""Jawab!" hardik Oma."Mana saya tahu," jawab Della ketus.Oma tetap dengan keyakinannya jika Della adalah penyebab menghilangnya Amaliya."Di dunia ini, yang benci Amaliya hanya dua orang. Kamu dan Eliza. Dia jelas tidak mungkin karena sedang hamil besar. Hanya kamu yang mampu melakukannya," gertak Oma."Bu, kita nggak bisa asal nuduh gini," bela Taher."Mas, kamu masih membela perempuan ini?" gertak Arumi."A-aku ....""Kalian punya buktinya? Enggak kan?! Kalau kalian menuduh tanpa bukti, saya bisa melaporkan kalian. Mau kalian di penjara?!" bentak Della yang langsung pergi.-----
Mihran tetap berusaha membujuk Alia agar mau berbicara lagi dengannya. Di bawah derasnya hujan, Mihran tetap berdiri di depan kamar Alia hingga akhirnya Alia membuka tirai jendelanya."Alia, ayah mohon. Walaupun bunda udah nggak ada, Alia masih punya ayah. Alia nggak akan kesepian. Ayah akan selalu ada bersama Alia ...." ucap Mihran terisak."Enggak. Ayah udah punya tante Eliza. Sebentar lagi juga ayah akan sibuk dengan tante Eliza dan anaknya. Ini semua gara-gara ayah. Sejak ayah menikahi tante Eliza, bunda jadi sering nangis. Bunda pasti udah nggak kuat lagi, makanya bunda pergi. Bunda mati gara-gara ayah. Alia benci sama ayah ...." teriak Alia histeris menutup kembali tirainya.Mihran pun terduduk lemah di tanah. Meratapi semua penyesalan yang sudah terlambat. Penyesalan yang tidak akan membuat istri yang begitu dicintainya kembali. Tidak akan membuat Alia memaafkannya."Bahkan sekarang anakku tidak mau memaafkan aku," lirih Mihran. Tangisnya pun pecah. Derasnya hujan pun tidak lag
"Syukurlah, Tante. Mihran tidak jadi menggali kuburan itu. Tapi, Tante harus segera mencari bayi laki-laki untuk aku. Sebentar lagi waktu aku lahiran, nanti Mihran bisa curiga," ujar Eliza. Siang itu Tante Della mengabarkan jika Ayah Amaliya dan Malik berhasil menggagalkan rencana Mihran mencari tahu kebenaran soal makam Amaliya yang dibuatnya. Rahasia keduanya pun aman."Kamu tenang aja, El. Semuanya sudah Tante urus. Tante sudah menyuruh orang untuk mencari bayi laki-laki di rumah sakit," terang Della.------Di sebuah rumah sakit, Santi -- orang bayaran Della mukai melakukan penyamaran memakai baju seragam suster. Di sanalah dia akan mencari bayi laki-laki yang akan diakui sebagai anak Eliza."Aku harus segera mencari bayi laki-laki itu. Bisa ngamuk Tante Della kalau aku belum bisa menemukannya. Aku harus mencari di mana ruangan bayinya," ucap Santi.Santi pun mulai mencari ruang bayi di rumah sakit tempat Amaliya sedang menjalani perawatan. Saat sedang berjalan menyusuri lorong-l
"Aku harus pergi, aku harus pergi ....""Apa jangan-jangan kamu suruhan mereka juga?" pekik Amaliya.Amaliya terus berteriak histeris. Ia ketakutan dan menjauhi Ridho. Ridho pun dibuat bingung karena sikap Amaliya yang ketakutan. Seperti mengalami trauma yang hebat.Mihran akhirnya kembali menuju rumah sakit Bakti Husada tempat semula ia pertama kali mencari keberadaan Amaliya."Kenapa suster itu bohong? Apa mungkin ada Amaliya di sana dan ada orang yang tidak ingin aku menemukan Amaliya? Aku harus segera ke sana. Tunggu aku, Mel. Kita sekarang akan benar-benar bertemu ...." ucap Mihran sambil membawa kendaraannya dengan sangat laju.------Eliza bersama Tante Della akhirnya menemui Santi di rumah sakit Bakti Husada. Tanpa basa-basi lagi, Della pun bertanya di mana keberadaan Amaliya."Di mana dia?""Dia di ruang VVIP. Masih dalam keadaan koma. Mari Bu, kita ke sana," ajak Santi. Ketiganya pun langsung menuju ruang perawatan Amaliya.Ridho terus meyakinkan Amaliya jika dia bukanlah or
Mihran terus membawa laju kendaraannya tanpa tahu ke mana arah yang hendak ia tuju. Rasa kecewanya membuat ia seolah tidak lagi mempunyai tujuan hidup. Harapannya sudah pupus.Mihran yang berharap jika Amaliya masih hidup akhirnya harus menerima kenyataan jika usahanya kini sia-sia. Mungkin inilah saatnya ia mengikhlaskan kepergian istri yang sangat dicintainya itu."Rasanya aku belum ikhlas melepas kepergian kamu, Mel. Aku berharap kalau kamu masih hidup," lirihnya."Jika kamu memang masih hidup, kembalilah. Tunjukkanlah jalanku menuju kamu. Aku akan selalu menunggu kamu selamanya ...." ucap Mihran yang menghentikan mobilnya di sebuah pinggiran jalan ibukota.------Della dan Eliza berjalan mendekati lokasi Amaliya yang terjatuh dari gerobak yang dinaikinya. Terlihat jika istri pertama Mihran sedang merintih kesakitan seperti hendak melahirkan bayinya.Eliza memutuskan bersembunyi. Dia tidak ingin menunjukkan dirinya di hadapan mantan sahabatnya itu. Eliza justru memiliki rencana lai
Della akhirnya sampai di rumah. Ia pun mulai menyusun strategi agar semua ART-nya maupun Mihran tidak mencurigai kehadiran bayi Amaliya yang diakui Eliza nanti."Tarjo, Ijah, Ani, ke sini kalian!" panggil Della berteriak."Iya, Bu."Ijah, kamu ke supermarket belanja semua barang di dapur yang sudah habis. Ani, kamu ambil pakaian di laundry ya. Oh ya Tarjo, kamu temani Ani ya ke laundry. Udah, sekarang kalian cepat pergi!" pekik Della."Baik, Bu."Akhirnya ketiga asisten rumah tangga Mihran itupun bergegas pergi. Walau sempat terjadi perdebatan antara Tarjo dan Ani serta Ijah, mereka pun akhirnya pergi ke tujuannya masing-masing.Setelah memastikan ketiga asistennya pergi, Della pun langsung menghubungi Eliza dan memastikan keadaan rumah kosong.[Halo, El. Situasi di rumah sudah aman. Kamu sudah bisa pulang sekarang.][Ok, Tante.]Ani dan Tarjo akhirnya pergi sesuai perintah Tante Della. Begitupun dengan Ijah. Namun, Ani menarik Tarjo ke sebuah taman untuk mengajaknya bicara."Ada apa
Diam-diam Ani menghubungi Oma Siska untuk mengabarkan soal kelahiran bayi istri kedua Mihran itu. Namun, Oma merasakan sebuah kejanggalan.[Bayinya sudah lahir?][Iya, Oma. Tapi ada yang aneh. Sebelumnya Tante Della menyuruh Ani, Tarjo sama Ijah pergi ke tempat yang jauh. Setelah kami pulang, Bu Eliza sudah melahirkan.][Aneh!][Bayinya laki-laki atau perempuan? Mihran senang nggak atas kelahiran bayinya?][Bapak sepertinya senang, Oma.][Ya sudah, makasih ya Ani atas informasinya.]"Apa ya yang sebenarnya terjadi?" gumam Oma Siska.-----Mihran kembali mendatangi makam Amaliya. Makam yang selalu didatanginya setiap hari. Hatinya memang hancur. Mihran seperti kehilangan arah dan tujuan hidupnya."Mel, aku tuh kangen banget sama kamu. Aku seperti nggak punya pegangan saat kamu nggak ada lagi. Aku butuh kamu, Amaliya ...." ucap Mihran terisak."Kamu pasti tahu kan, kalau anakku dari Eliza sudah lahir? Sejujurnya aku sedih, kenapa aku nggak bisa mendapat anak dari kamu. Apa semua ini sal