"Bu, aku mau bicara sebentar," ucap Taher yang langsung menarik tangan Oma Siska ke ruang kerjanya."Bu, apa maksud Ibu menyuruh orang untuk mengatakan kalau anakku dengan Della sudah meninggal," tanya Taher."Pasti Della yang ngomong kan. Dia fitnah Ibu. Kamu kayak nggak tahu aja gimana perempuan itu. Sekarang kamu percaya Ibu atau Della?!" pekik Ibu Siska pada anak lelaki satu-satunya itu. Taher pun terdiam. Tanpa disadari keduanya, jika Arumi sedang mendengarkan pembicaraan mereka."Anaknya hilang itu karena keteledoran dia sebagai seorang Ibu. Jangan salahkan Ibu. Salahkan Della!" bentak Oma Siska."Anak kalian?" ucap Arumi.Taher dan Oma Siska pun seketika menatap ke arah Arumi berdiri. Ia tidak menyangka jika Arumi sudah mendengarkan semuanya."Maksudnya apa, Bu? Mas Taher sama Della punya anak?" gertak Arumi. Wajah Ibu Siska dan Taher pun seketika panik."Ma, Mama ...." panggil Taher ketika Arumi memilih pergi. Ibu Siska pun turut mengejarnya.------Arumi syok. Bukan saja ber
Wajah Eliza seketika panik. Airmatanya pun luruh ketika kata talak itu jatuh padanya.Mihran yang sejak awal menikahinya bukan karena cinta, dapat dengan mudah memilih antara Eliza ataupun Amaliya."Maafkan aku, Eliza Dari awal, kamu tahu aku tidak pernah mencintai kamu," seru Mihran."Mel, tolong bilang sama Mihran. Aku tidak mau diceraikan. Aku nggak bisa hidup tanpa dia ...." ucap Eliza terisak. Ia memohon pada sahabatnya itu agar mau membujuk suaminya. Agar menarik kata-katanya."Mihran, jangan talak aku. Aku mohon ... aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Mihran ...." ucap Eliza terisak. Ia mengemis agar tidak diceraikan."Mel, aku mohon, bicara sama Mihran," rintih Eliza menangis."El, aku nggak bisa berbuat apapun. Itu keputusan Mihran," jawab Amaliya."Bohong!""Ini sebenarnya kamu kan yang pengaruhi Mihran untuk talak aku? Jujur, Amaliya!" pekik Eliza menunjuk wajah sahabatnya itu."Amaliya itu tidak tahu apa-apa. Ini murni keputusan aku. Aku hanya mencintai Amaliya. Aku udah coba.
Eliza memutuskan pergi meninggalkan area ruang praktek dokter. Setelah mendengar sindiran dan cemoohan pasien lain, Eliza gerah dan akhirnya memilih pergi."Eliza, tunggu!" panggil Della."Kamu kenapa pulang?" tanya Della."Aku nggak kuat Tante dengar cemoohan orang. Aku jadi dikasihani," ujar Eliza dengan wajah sendu."Tante sebenarnya kurang setuju kamu satu dokter dengan Amaliya. Dokter itu kan. rekomen Ibu Siska. Mereka pasti dekat. Tante hanya khawatir jika kamu di nomor duakan,"ujar Della."Tapi mau gimana lagi Tante? Aku kan sudah terbiasa dengan dokter yang sama dengan Amaliya," sahut Eliza."Lebih baik kamu sama dokter kenalan Tante saja ya," bujuk Della.Mihran dan Amaliya akhirnya keluar dari ruang praktek dokter Aufar. Di sana ia tidak lagi melihat Eliza dan Tante Della. Mihran pun akhirnya menghubungi Eliza.[Hallo, Eliza kamu ke mana? Ini kamu sudah dipanggil loh.][Aku sudah pulang, Mihran. Aku nggak kuat dengan sindiran orang. Kamu punya dua istri dan periksa di dokter
"El, kamu makan ya. Nanti kasihan bayi kamu kalau nggak makan," bujuk Amaliya."Aku suapin ya," kata Amaliya yang langsung memasukkan makanan ke mulut Eliza. Tiba-tibaEliza batuk dan makanan yang ada di mulutnya sengaja disemburkan ke Amaliya."Mel, maafin aku ya. Aku nggak sengaja," ujar Eliza meminta maaf."Iya nggak apa-apa. Kamu minum dulu ya," ujar Amaliya memberikan gelas berisi air putih. "Aduh, Mel, maaf, aku nggak sengaja ...." ujar Eliza yang kembali menyemburkan air yang baru diminumnya."El, kamu harus makan yang banyak dan bergizi ya biar anak kamu sehat," seru Amaliya."Mihran, aku mau mandi. Kamu temani aku mandi ya," pinta Eliza memelas.Mihran pun salah tingkah. Rasanya sulit menolak permintaan Eliza. Tapi, Mihran sadar jika ini akan menyakiti hati Amaliya. Amaliya pun hanya terdiam ketika Mihran memapah Eliza masuk ke dalam kamar mandi.-----Alia kesepian. Ia menghubungi Oma Siska dan mengadukan semuanya. Alia ingin kembali tinggal di rumah Omanya.[Alia kesepian
Mihran dan Amaliya akhirnya keluar dari ruang dokter Ferry. Mihran marah karena menganggap jika Amaliya memfitnah Eliza yang sedang sekarat."Kamu tega memfitnah Eliza?!" gertak Mihran."Demi Allah, Mihran. Aku melihat sendiri kalau ini tuh tempat syuting," balas Amaliya membela dirinya."Oh, jadi kamu menganggap penyakitku ini bohongan? Semua hanya rekayasa? Enggak ada yang mau sekarat, Mel!" pekik Eliza."Kamu tenang saja, Mel. Setelah aku mati, kamu bisa memiliki Mihran seutuhnya," ucap Eliza dengan wajah sedih dan menahan kecewa.Eliza akhirnya pergi meninggalkan Amaliya dan Mihran. Penuh tanda tanya di benak Amaliya."El, Eliza ...." panggil Mihran."Aku semakin yakin jika Eliza mempunyai niat buruk sama aku ....""Eliza, tunggu!" cegah Mihran yang akhirnya berhasil membuat Mihran menghentikan langkahnya."Kamu jangan emosi dulu. Nanti berpengaruh sama anak kita," seru Mihran."Terus aku nggak boleh emosi ketika kamu, Amaliya dan semua orang menganggap aku merekayasa semua penya
Wajah panik nampak terlihat di wajah Mihran dan Amaliya. Begitupun dengan Della. Ibu Arumi dan Oma Siska ketika menunggu Eliza yang sedang di tangani di ruang UGD.Beberapa jam berlaluDokter yang menangani Eliza akhirnya keluar dari ruangan UGD. Mihran pun langsung menanyakan kondisi istri keduanya itu."Bagaimana keadaan Eliza, Dok?""Istri anda berhasil diselamatkan. Tapi, mohon maaf, bayinya tidak selamat ...." ucap sang dokter yang berlalu pergi."Anakku ....." Della seketika mengamuk. Dia merasa jika Mihran dan Amaliya harus bertanggungjawab atas meninggalnya anak Eliza."Puas kalian?""Darah dibayar dengan darah, nyawa dibayar dengan nyawa!" gertak Della yang langsung pergi meninggalkan area ruang UGD."Tante, semuanya sudah hancur. Aku kehilangan anak aku, Tante ...." lirih Eliza yang menangis kehilangan bayinya.Mihran dan Amaliya serta Oma Siska dan Ibu Arumi pun masuk ke kamar perawatan Eliza. Nampak Della sedang mencoba menenangkan keponakannya."El, aku juga sedih atas k
Alia merasakan kesedihan setiap kali mendengar jika kedua orang tuanya bertengkar. Melihat Bunda yang sangat disayanginya itu terus saja menangis."Ya Allah, tolong kembalikan kebahagiaan di keluarga Alia. Alia rindu Ayah dan Bunda seperti dulu. Saling sayang, mesra dan selalu sayang sama Alia ...."Doa-doa itu terus dipanjatkan Alia di setiap salatnya. Walau saat ini Alia tinggal terpisah dari kedua orang tuanya, Alia dapat merasakan jika Bundanya di rumah sedang tidak baik-baik saja.------"Aku harus telepon Ibu Siska. Dia harus memberitahu aku di mana anakku sebenarnya," gumam Della. Della pun malam itu juga menghubungi Oma Amaliya itu."Della, mau apa dia malam begini menghubungi aku? Apa jangan-jangan dia mau menanyakan soal keberadaan anaknya?" pikir Oma Siska. Oma pun memutuskan mengangkat panggilan mantan menantunya itu.[Hallo, mau apa kamu menghubungi saya?][Ibu Siska, saya mau ketemu kamu besok. Kamu harus memberitahu di mana anak saya. Awas aja kalau kamu bohong. Saya ak
Setelah pertengkarannya di cafe bersama Arumi, Taher akhirnya pulang ke rumah setelah semua pekerjaannya di kantor selesai."Oh, masih ingat jalan pulang?" sindir Arumi."Emangnya kalau aku nggak pulang ke rumah, mau ke mana?" celetuk Taher."Ya pulang ke tempat mantan istri siri kamu itu!" gertak Arumi."Cukup, Ma! Aku sudah muak dengan ini semua. Lama-lama aku nggak nyaman. Malas mau pulang ke rumah!" bentak Taher."Aku nggak akan seperti ini, kalau kamu tidak ketemu dengan perempuan itu lagi, Mas!" bentak balik Arumi. Taher pun terdiam. Dia tidak menyangka jika istrinya yang penurut dan pendiam itu justru bersuara lantang kini di hadapannya."Sekali lagi kamu pergi menemui perempuan itu, aku akan keluar dari rumah ini!" tegas Arumi. Ia pun berlari masuk ke kamarnya.Setelah Arumi pergi, Ibu Siska pun. mendatangi anak lelakinya itu. Oma sudah mendengar keributan menantu dan anaknya."Kamu ketemu perempuan itu lagi?" tanya Oma Siska. Taher hanya diam dan tertunduk. Oma pun tahu jawa