Dua hari berlalu sejak Erlangga terbaring di ranjang rumah sakit.Pagi ini asisten Prabujaya, Daniel, sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit bersama beberapa orang pengawal.Hari ini Erlangga sudah diizinkan untuk keluar dari rumah sakit setelah dokter menyatakan luka-luka ditubuhnya sudah jauh lebih baik.Prabujaya melihat keluar dari ruang tamu. Dua buah mobil keluar meninggalkan rumah besar di River Villa.Laki-laki tua itu memutiskan untuk tidak ke kantornya hanya untuk memastikan Erlangga kembali dengan selamat.Kali ini, dia lebih waspada setelah serangan mematikan pada Er saat itu. Dia mencurigai semua orang yang berada dekat dengan putranya.Prabujaya bahkan tidak dapat mempercayai para pengawal yang selalu berada di sisi Erlangga selama ini.Laki-laki paruh baya itu berencana mengganti seluruh pengawal Erlangga dengan pengawal baru yang lebih gesit untuk melindunginya.Prabujaya tidak mengerti mengapa penjahat itu masih belum ditemukan hingga kini. Tak seorangpun melih
Erlangga memandangi tubuh telanjangnya sambil berputar di depan cermin setinggi tujuh kaki yang berdiri tegak di depannya.Luka di lengannya meninggalkan bekas yang cukup mengganggu dan itu membuatnya geram.Karir yang dibangunnya dengan susah payah kini harus berada di ujung tanduk karena penjahat itu.Er khawatir luka itu akan mempengaruhi pekerjaannya di masa depan. Belum lagi rasa sakit yang masih dia rasakan setelah benda tajam itu menembus kulit punggungnya.Erlangga meringis menahan sakit setiap kali bekas lukanya berdenyut.Semua orang bersyukur karena perdarahan pada paru-parunya tidak berakibat fatal dan dia dapat diselamatkan.Erlangga berbalik untuk mengambil ponselnya dari atas nakas dan mencoba menelpon seseorang."Halo? Dimana kau?" Er berkata dengan dingin saat panggilannya terhubung."Saya baru tiba di Komplek River Villa, Tuan." Terdengar suara seorang pria menyahutinya dari ujung telpon."Temui aku di kamarku jika kau sudah sampai di rumah. Jika mereka bertanya, ka
"Boleh saya masuk?"Erlangga menoleh ke arah pintu saat Daniel membuka pintu kamarnya."Ya, masuk saja. Ada apa?""Ah, aku hanya ingin melihat keadaanmu. Bagaimana perasaanmu? Sepertinya anda harus menunda pengambilan foto itu untuk sementara." Daniel duduk di ujung ranjang agar Erlangga merasa lebih nyaman berbincang dengannya.Er bisa menebak kemana arah percakapan mereka.Namun, Er akan tetap bertahan pada karirnya sebelum semua penjahat itu memdapat karmanya.Sampai kapanpun, dia tidak akan merasa tenang. Mimpi buruk itu akan selalu datang menghantuinya selama pembunuh itu belum tertangkap dan dihukum."Ya, Paman tidak perlu khawatir. Mereka mengerti keadaanku, jadi ... aku akan kembali ke sana saat aku siap."Kepala Daniel mengangguk pelan. Dia memikirkan kalimat lain untuk ditanyakan."Apa aku boleh tanya sesuatu?""Mau tanya apa?" kata Er datar.Daniel menjawabnya, "Apa anda melihat siapa orang yang telah menyerang anda waktu itu? Mereka mengatakan telah menangkapnya dan membaw
"Tenanglah, Nyonya. Mereka tidak akan melukaimu. Prabujaya tidak akan tega padamu." Jhon berkata dengan datar. Setelah itu dia kembali melanjutkan, "Tidak ada bukti yang memberatkanmu sampai hari ini. Tenang saja! Jika mereka menangkapnya, pasti mereka akan datang ke rumah mencari kita."Dada Liana terasa sesak. Dia setuju dengan ucapan Jhon, tetapi hatinya masih merasa tidak tenang."Cepatlah kembali setelah menyelesaikan urusanmu. Aku benci menunggu!""Aku tahu. Jaga dirimu!"Pembicaraan di antara mereka berakhir. Liana melempar ponselnya di atas sofa karena kesal."Ya, Tuhan ... pikiranku jadi tidak tenang. Pasti banyak kerutan halus yang muncul karena aku terlalu stres." Liana mengeluh, tangannya meraba kulit tebal di wajahnya yang terawat dengan baik."Aku benci terlihat tua! Aku akan membuat janji temu dengan Dokter Anna. Aku harap besok dia tidak terlalu sibuk," gumam Liana.***Di tempat lain, seorang laki-laki dengan stelan hitam serta memakai topeng keluar dari mobil bersama
"Terima kasih, Pa, udah mau mengerti aku. Oya, jangan terlalu keras pada diri sendiri, setidaknya perhatikan kesehatan Papa. Jangan memaksakan diri! Ingat, Papa masih punya Rangga yang bisa diandalkan untuk membantu Papa.""Hah ... jangan pikirkan dia! Pikirkan saja dirimu sendiri dan bersenang-senanglah. Saat kamu sudah bosan mengejar mimpimu, kamu bisa datang pada Papa. Paman Daniel akan mengajarkan banyak hal padamu."Erlangga langsung mengangguk sambil tersenyum penuh arti. Dia memang harus bersiap saat dirinya berhasil mengungkapkan semua kejahatan mereka.Hanya tinggal sedikit lagi, batin Erlangga.Jika itu berhasil, hal pertama yang akan dia lakukan adalah menyingkirkan Rangga dari hadapannya. Dan membuat dirinya diakui oleh semua orang.Erlangga membersihkan bibirnya dan bangkit berdiri setelah sup di mangkuknya telah habis.Dia baru akan meninggalkan meja makan saat Prabujaya kembali berbicara padanya."Er, mulai hari kamu akan ditemani oleh pengawal baru yang Papa rekrut un
"Ya. Kami menahannya untuk sementara. Sangat berbahaya jika melepaskannya, dia bisa saja membuka mulut dan melaporkannya pada polisi. Atau ... kemungkinan terburuknya adalah pelaku utama dibalik serangan itu bisa jadi sedang mencarinya sekarang." Asisten baru Erlangga berbicara dengan suara pelan.Mata obsidian Erlangga berputar.Dia menelan salivanya, membuat jakunnya bergerak turun."Bawa aku ke sana. Aku ingin bertemu dengannya secara langsung!""Baik."***Pukul sebelas pagi, Erlangga tiba di kantor majalah mode.Dia mengetuk pintu lalu masuk ke dalam.Erlangga akhirnya bertemu dengan Ibu Maya, Manager redaksi majalah mode milik orangtua Sylvia, setelah satu minggu penuh menjalani masa pemulihan sejak dia terbaring di rumah sakit."Selamat siang, Bu Maya." Erlangga menyapanya sambil tersenyum ramah.Wanita itu mengangkat wajahnya. Dia tersenyum lebar saat melihat Erlangga berdiri di depannya."Hai, selamat seiang juga, Tuan Er. Bagaimana kabar anda? Apa anda sudah benar-benar puli
"Orang itu adalah Jhon ..."Kalimat itu terus menggema di kepala Erlangga. Nama yang membuat hatinya terasa mendidih."Urus laki-laki ini!" Erlangga berkata dengan keras."Hei, Tuan ... jangan tinggalkan aku sendiri! Kau sudah berjanji akan melindungiku. Tuan, Tuan ... jangan pergi!"Pria tambun itu segera berteriak memanggilnya berulang kali.Dia takut pengawal itu akan melukai dirinya saat Erlangga meninggalkannya.Erlangga mengacuhkannya.Kakinya yang panjang melangkah dengan cepat meninggalkan bangunan villa.Asistennya, Alex, masih mengikutinya dari belakang.Dia berlari untuk membukakan pintu belakang mobil saat Erlangga mencapai taksi."Kembali ke kota, Pak," ucap Alex kemudian memasang sabuk pengamannya.Mobil taksi itu mulai bergerak meninggalkan villa. Satu jam kemudian mereka telah meninggalkan daerah itu dan kembali ke kota.Supir taksi membawa mobilnya kembali ke gedung perusahaan dimana dia menjemput mereka.Erlangga tercengang saat melihat mobilnya tidak berada di area
"Nyonya Liana ada di ruangan mana? Bisa tunjukkan dimana ruangannya?" Jhon berbicara pada staf resepsionis setelah masuk dengan tergesa-gesa ke dalam klinik kecantikan.Staf wanita itu langsung memeriksa catatan di layar komputernya.Beberapa saat kemudian menjawab, "Nyonya Liana ada di lantai dua. Saat ini sedang melakukan perawatan wajah dan akan selesai sekitar dua puluh menit lagi. Untuk sementara Bapak bisa menunggu di loby depan."Staf wanita itu menunjuk ke arah sepasang sofa berwarna hitam di dekat pintu masuk.Jhon merasa tidak puas dengan jawabannya, jadi dia memutuskan untuk langsung berlari naik ke lantai dua.Jhon memeriksa setiap ruangan yang dia lewati. Wajahnya terlihat berkerut seperti sedang mencemaskan sesuatu.Saat dirinya hendak menuju ke ujung lorong, Jhon bertabrakan dengan seorang perawat yang keluar dari salah satu ruangan."Bapak sedang apa di sini?" tanya wanita itu. Dia menatap Jhon dengan penuh curiga."Saya mencari Nyonya Liana. Apa dia ada di ruangan ini