Zanna menikmati makan malamnya dengan pikiran kacau, membiarkan Alyssa dan Akmal mengobrol tanpa ada keinginan menimpali. Dia sangat penasaran kira-kira siapa yang telah mengiriminya paket serta mengajak bertemu di Kafe Emerald.Bagaimana jika ternyata dia orang penting? Salah satu dugaan terkuat dalam pikiran Zanna saat ini adalah Bu Riska. Terakhir kali bertemu memang di hari kematian Atha, tetapi bukan tidak mungkin jika ada sesuatu yang ingin dibahas.Akhir-akhir ini, semenjak menikah dan menjadi janda, Zanna tidak banyak berinteraksi dengan orang luar. Dia juga merasa ragu menuduh paket itu dari Dimas. Dress mahal sudah sulit dia dapatkan karena bekerja di bengkel dengan gaji tak seberapa.Apalagi Sandra akan melahirkan, tentu butuh biaya lumayan, juga mempersiapkan pakaian bayi dan sebagainya. Meskipun Kafe Emerald adalah tempat favorite Dimas, selalu ada kata kebetulan di dunia ini."Zanna, kenapa sejak tadi kamu diam? Kamu nggak suka situasinya?" Teguran dari Akmal membuyarkan
Zanna dan Alyssa tiba di rumah setelah pukul sebelas malam karena Akmal mengajaknya berdansa untuk memberi kesan romantis pada malam bahagia mereka. Pak Arsenio pun telah diberitahu dan memberi restu. Jadi, pernikahan akan dilangsungkan dalam dua bulan ke depan untuk persiapan matang sekaligus menunggu kelonggaran waktu sang papa pulang ke Indonesia.Mereka akan menikah di salah satu hotel berbintang, mengundang kerabat dekat saja sesuai keinginan Zanna. Pasalnya dia malu jika samai di antara mereka ada yang tahu masa lalu Zanna karena zaman sekarang sangat mudah mengkritik orang lain tanpa mencari seluk-beluk masalah terlebih dahulu."Za, kamu nggak penasaran siapa pengirim paket itu?".Zanna yang semula sangat mengantuk tiba-tiba membelalakkan mata. " Kak Alyssa sudah tahu?""Iya." Alyssa mengambil ponsel dalam tas bahunya, kemudian menunjukkan percakapannya di aplikasi chatting dengan perempuan yang disuruh menggantikan Zanna tadi.Foto yang mengejutkan. Seorang lelaki duduk sendir
Dimas menarik tangan Zanna keluar dari rumah dan berdiri di teras depan. Di saat yang sama, Alyssa diam-diam merekam mereka karena yakin suatu hari bisa menjadikannya senjata. Tidak ada yang tahu jika di mobil ada orang lain.Mereka saling menatap tajam. Dimas muak, ingin rasanya menghabisi nyawa Zanna. Namun, entah kenapa saat memikirkan itu hatinya ikut terluka."Dari mana foto itu, Za? Apa jangan-jangan perempuan tadi malam suruhan kamu?""Suruhan?" Zanna tersenyum kecut. "Kamu terlalu penting jika harus mengirim orang buat menemui kamu, Mas. Udahlah, aku ke sini bukan mau bahas tentang kita ke depannya. Sebaliknya, aku mau minta kamu fokus jaga Sandra. Nggak udah ngusik aku lagi. Tadi malam aku ada acara lamaran, jangan sampai calon suamiku salah paham dan ingin membunuhmu!"Zandra mendorong kasar tubuh Dimas, kemudian masuk ke mobil dan melakukannya dengan kecepatan tinggi. Dimas membuang napas kasar, menyugar rambut ke belakang karena merasa frustrasi. Entah bagaimana dia akan m
Dimas sudah tiba di rumah sambil membawa gorengan pesanan Sandra. Peluh membasahi tubuh, terlihat sangat kotor karena tadi sibuk membongkar motor yang rusak parah. Wajahnya pun tidak lepas dari oli bekas. Bau asam menjadi pelengkap betapa Dimas tidak pantas menunda mandi.Pintu terbuka pelan, muncul sosok perempuan berbadan dua. Dia mengerutkan kening, menutup hidung dengan kedua jemari. Tangan kanannya merampas kantong kresek yang dibawa Dimas sebelum akhirnya bergegas masuk ke ruang tengah."Gitu amat sama suami, bukannya salim dulu malah langsung masuk!" sindir Dimas tepat mengenai hati Sandra.Tanpa menoleh, perempuan itu membalas, "Gimana mau salim kalau kamu aja bau asem gitu, Mas. Mending mandi sekarang!""Mas bau begini juga karena kamu. Sebentar lagi kamu lahiran, masa nggak butuh duit. Syukur-syukur kalau orang tua kamu mau danain kita."Sandra mendelik kesal, kemudian mengibaskan tangan sebagai isyarat agar Dimas segera mandi. Setelah lelaki dekil itu pergi, Sandra terus me
"Mbok Ain?""Tadi itu mantan suami Bu Za?" Pertanyaan Mbok Ain berhasil membuat ibu dan anak itu geleng-geleng kepala dengan wajah pucat pasi.Tentu saja mereka ketakutan karena tidak mau jika Zanna mengetahui kedatangan Dimas atau rencana mereka gagal begitu saja sebelum memulai. Ini masih hari pertama, baik Nila maupun ibunya harus berperilaku sopan, jangan sampai membuat Mbok Ain mengadu yang tidak-tidak pada Zanna.Mereka berdua sebenarnya jauh lebih takut pada Alyssa. Dari tatapan mata saja, nyali Nila sudah berhasil dibuat menciut. Alyssa terkesan dingin dan tidak punya hati. Apalagi Nila pernah ditangkap dan dibawa ke Rumah Hitam. Bersyukur karena Zanna tidak menyimpan dendam terlalu dalam. Sekarang dia jadi penasaran bagaimana nasib gadis yang pernah dikurung bersamanya.Mereka melanjutkan pekerjaan, Nila membantu ibunya membuat lauk. Hari ini Zanna memberi kabar bahwa nanti malam ada tamu spesial dan mereka harus menyiapkan makanan paling enak. Mbok Ain yang dianggap sebagai
"Mbak Za!" panggil Nila begitu selesai mengantar Akmal ke depan dan melihat Alyssa sudah menuju kamarnya.Perempuan itu menoleh dengan air muka datar. Kelakuan Nila ketika membawa tisu membuat Zanna ingin menelannya hidup-hidup. Akan tetapi, sekarang dia harus mengetahui maksud Nila memanggilnya.Mereka berdiri saling berhadapan dalam jarak kurang dari satu meter di depan pilar dekat tangga. Zanna masih diam menunggu gadis itu berbicara. Meski demikian, Zanna tetap memutar otak berusaha menebak tujuan dari Nila."Pak Akmal punya adik nggak, Mbak?""Kenapa?" Zanna balik bertanya meskipun sedikit bisa menebak arah pembicaraan Nila sekarang.Kaki gadis itu mendadak gemetaran di bawah sana. Nyalinya tiba-tiba ciut ketika menatap mata Zanna. Padahal dahulu saat mereka masih memiliki hubungan keluarga karena status pernikahannya dengan Dimas, Nila bahkan tidak takut sekadar meledek perempuan itu.Seorang perempuan yang kini bersikap dingin padanya, bahkan mungkin Nila tidak bisa melawan jik
"Mas, kamu nggak apa-apa, kan?" Nila membantu kakaknya untuk bangun. Beruntung pukulan keras tadi tidak sampai membuat Dimas memuntahkan darah atau mereka harus membawanya ke rumah sakit.Meski begitu, tetap saja perut Dimas terasa sakit. Untuk berdiri pun tidak sanggup lagi. Wajahnya berubah pucat, keringat dingin membanjiri pelipis hingga belakangnya.Bu Tika sendiri hanya terpaku menatap putra sulungnya. Sejak dulu, dia menjaga Dimas dengan baik apalagi saat masih kecil pernah masuk rumah sakit karena bisul yang sangat besar di leher bagian belakangnya. Sekarang, dengan mata kepala sendiri menyaksikan Dimas dipukul telah oleh lelaki asing yang tidak mereka kenal.Hanya tahu kalau lelaki berpakaian serba hitam itu adalah salah satu dari bodyguard Zanna. Menurut Bu Tika, ada kemungkinan kalau memang Zanna memberi perintah."Ibu, sebaiknya kita pulang. Nggak apa-apa tinggal di rumah, makan seadanya daripada harus tersiksa di sini. Setiap malam aku akan memikirkan keadaan Ibu dan juga
"Apa? Maksud kamu bebas tentang apa?"Sandra tersentak, buru-buru dia mematikan ponselnya, melempar ke tempat tidur, lalu menghampiri sang suami yang memberi tatapan tajam padanya. Sungguh, Sandra merasa jantungnya akan copot, tetapi berusaha semampu mungkin mengemas kegugupan tersebut dengan senyum menawan.Andai Dimas banyak bertanya, maka dia harus menjaga ekspresi sebisa mungkin karena khawatir ketahuan. Bagaimanapun, Sandra harus tetap bersama Dimas, minimal sampai dia melahirkan. Menggigit bibir, Sandra tidak akan kehabisan akal meskipun Dimas menepis tangan yang baru saja dia genggam."Siapa yang bicara sama kamu di telepon tadi?""Itu." Sandra kehabisan akal. Apa yang harus dia katakan sekarang? Dimas bukan orang bodoh.Oh tidak, Sandra sangat bingung bagaimana menjaga ekspresi. Haruskah menangis dan pura-pura terluka? Namun, Sandra takut Dimas semakin marah. Sekali lagi dia memberanikan diri melingkarkan tangan di lengan suaminya, bergelayut begitu manja."Sekali lagi aku tan