"Mbok Ain?""Tadi itu mantan suami Bu Za?" Pertanyaan Mbok Ain berhasil membuat ibu dan anak itu geleng-geleng kepala dengan wajah pucat pasi.Tentu saja mereka ketakutan karena tidak mau jika Zanna mengetahui kedatangan Dimas atau rencana mereka gagal begitu saja sebelum memulai. Ini masih hari pertama, baik Nila maupun ibunya harus berperilaku sopan, jangan sampai membuat Mbok Ain mengadu yang tidak-tidak pada Zanna.Mereka berdua sebenarnya jauh lebih takut pada Alyssa. Dari tatapan mata saja, nyali Nila sudah berhasil dibuat menciut. Alyssa terkesan dingin dan tidak punya hati. Apalagi Nila pernah ditangkap dan dibawa ke Rumah Hitam. Bersyukur karena Zanna tidak menyimpan dendam terlalu dalam. Sekarang dia jadi penasaran bagaimana nasib gadis yang pernah dikurung bersamanya.Mereka melanjutkan pekerjaan, Nila membantu ibunya membuat lauk. Hari ini Zanna memberi kabar bahwa nanti malam ada tamu spesial dan mereka harus menyiapkan makanan paling enak. Mbok Ain yang dianggap sebagai
"Mbak Za!" panggil Nila begitu selesai mengantar Akmal ke depan dan melihat Alyssa sudah menuju kamarnya.Perempuan itu menoleh dengan air muka datar. Kelakuan Nila ketika membawa tisu membuat Zanna ingin menelannya hidup-hidup. Akan tetapi, sekarang dia harus mengetahui maksud Nila memanggilnya.Mereka berdiri saling berhadapan dalam jarak kurang dari satu meter di depan pilar dekat tangga. Zanna masih diam menunggu gadis itu berbicara. Meski demikian, Zanna tetap memutar otak berusaha menebak tujuan dari Nila."Pak Akmal punya adik nggak, Mbak?""Kenapa?" Zanna balik bertanya meskipun sedikit bisa menebak arah pembicaraan Nila sekarang.Kaki gadis itu mendadak gemetaran di bawah sana. Nyalinya tiba-tiba ciut ketika menatap mata Zanna. Padahal dahulu saat mereka masih memiliki hubungan keluarga karena status pernikahannya dengan Dimas, Nila bahkan tidak takut sekadar meledek perempuan itu.Seorang perempuan yang kini bersikap dingin padanya, bahkan mungkin Nila tidak bisa melawan jik
"Mas, kamu nggak apa-apa, kan?" Nila membantu kakaknya untuk bangun. Beruntung pukulan keras tadi tidak sampai membuat Dimas memuntahkan darah atau mereka harus membawanya ke rumah sakit.Meski begitu, tetap saja perut Dimas terasa sakit. Untuk berdiri pun tidak sanggup lagi. Wajahnya berubah pucat, keringat dingin membanjiri pelipis hingga belakangnya.Bu Tika sendiri hanya terpaku menatap putra sulungnya. Sejak dulu, dia menjaga Dimas dengan baik apalagi saat masih kecil pernah masuk rumah sakit karena bisul yang sangat besar di leher bagian belakangnya. Sekarang, dengan mata kepala sendiri menyaksikan Dimas dipukul telah oleh lelaki asing yang tidak mereka kenal.Hanya tahu kalau lelaki berpakaian serba hitam itu adalah salah satu dari bodyguard Zanna. Menurut Bu Tika, ada kemungkinan kalau memang Zanna memberi perintah."Ibu, sebaiknya kita pulang. Nggak apa-apa tinggal di rumah, makan seadanya daripada harus tersiksa di sini. Setiap malam aku akan memikirkan keadaan Ibu dan juga
"Apa? Maksud kamu bebas tentang apa?"Sandra tersentak, buru-buru dia mematikan ponselnya, melempar ke tempat tidur, lalu menghampiri sang suami yang memberi tatapan tajam padanya. Sungguh, Sandra merasa jantungnya akan copot, tetapi berusaha semampu mungkin mengemas kegugupan tersebut dengan senyum menawan.Andai Dimas banyak bertanya, maka dia harus menjaga ekspresi sebisa mungkin karena khawatir ketahuan. Bagaimanapun, Sandra harus tetap bersama Dimas, minimal sampai dia melahirkan. Menggigit bibir, Sandra tidak akan kehabisan akal meskipun Dimas menepis tangan yang baru saja dia genggam."Siapa yang bicara sama kamu di telepon tadi?""Itu." Sandra kehabisan akal. Apa yang harus dia katakan sekarang? Dimas bukan orang bodoh.Oh tidak, Sandra sangat bingung bagaimana menjaga ekspresi. Haruskah menangis dan pura-pura terluka? Namun, Sandra takut Dimas semakin marah. Sekali lagi dia memberanikan diri melingkarkan tangan di lengan suaminya, bergelayut begitu manja."Sekali lagi aku tan
Nila mulai memindahkan sepatu Zanna untuk dibersihkan secepat mungkin di kamar mandi. Setelah itu—sekitar sepuluh menit berlalu—dia meletakkan bangku kecil di lantai, kemudian membiarkan kaki Zanna berada di atas pahanya yang dilapisi handuk hitam kecil.Kaki jenjang putih nan mulus itu dia bersihkan dengan sangat hati-hati karena Zanna memberi peringatan. Nila juga takut ditendang jika sampai melakukan kesalahan.Perempuan yang pernah menjadi kakak ipar Nila tersenyum miring. Dia senang mengerjai gadis itu setelah selama ini selalu mem-bully dirinya. Sebenarnya dia sengaja menginjakkan kaki ke tanah yang basah karena sebelum pulang tadi, hujan deras sempat mengguyur."Emang pekuburan mana yang sebecek ini, Mbak?""Aku nggak nyuruh kamu buat nanya. Cepat bersihin!"Wajah ketus Zanna akan selalu Nila ingat. Ketika gadis itu berhasil menikahi lelaki kaya, maka dia akan membalas semuanya. Meskipun tahu bahwa Zanna banyak berubah karena kesalahan di masa lalu. Nila menyadari itu, tetapi t
"Digadai?!" Bu Tika dan Nila tersentak bersamaan.Zanna mengulum senyum. Hujan di luar sana masih begitu deras mengguyur bumi. Kilatan cahaya disertai suara gemuruh menciutkan nyali apabila ingin keluar.Ibu dan anak itu saling pandang, tenggelam dalam pikiran kacau. Mereka tidak menduga kalau Dimas akan menggadaikan ibu dan adiknya demi mendapatkan sejumlah uang untuk Sandra. Bagaimana jika pada akhirnya perempuan itu meninggal dunia?Tidak ada keuntungan besar dalam upaya menyelamatkan Sandra selain penantian anak yang akan dilahirkan. Namun, prematur adalah masalah besar. Terkadang beberapa bayi bisa tumbuh sehat, sebagian lainnya justru menghabiskan hidup di ruang perawatan."Berapa nominal yang Dimas ambil, Za?""Kurang tahu, Kak Alyssa yang mengurusnya. Miskin banget ya sampai nggak punya malu minjem duit sama mantan istri yang dulu dianggap babu. Sekarang hidup kalian ada di tanganku!""Menggigit tangan yang dulu memberimu makan itu keterlaluan, Za!""Kami bukan boneka, Mbak!"
"Bayinya sudah lahir, kecil banget jadi harus menjalani perawatan dulu. Sandra dia ...."Zanna menatap dalam pada kakaknya. "Sandra kenapa, Kak?""Dia koma. Kecil kemungkinan bisa diselamatkan, tapi kata dokter, menunggu keajaiban."Setelah itu, Alyssa langsung pergi ke kamarnya. Tadi malam dia menghabiskan malam bersama teman-temannya karena merasa bosan jika terus menunggu di rumah sakit. Bukankah mereka tidak memiliki hubungan apa-apa selain karena dendam?Zanna pun memilih cuek. Hari ini dia harus menemui Akmal karena ada hal penting terkait pernikahannya yang akan digelar dalam waktu dekat. Perihal Sandra bisa hidup lagi atau tidak, bukan urusan Zanna. Namun, untuk anak itu ... semoga baik-baik saja.Anak itu selalu lahir dalam keadaan suci sekalipun berasal dari perbuatan salah orang tuanya. Kalau boleh memilih, maka mereka pun pasti ingin lahir dari pasangan yang patuh pada norma kehidupan serta agama.Sementara itu, Bu Tika kembali ke dapur setelah kepergian Zanna. Minimal dia
"Akmal Atharrayhan, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak perempuan saya, Zanna Amani Zaroun dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang tunai seratus juta rupiah dibayar tunai!""Saya terima nikah dan kawinnya Zanna Amani Zaroun binti Arsenio Zaroun dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!" Akmal mengucap qabul dengan suara lantang, debar di dada seperti genderang penambah rasa gugup yang kian menjadi."Bagaimana saksi?""Sah!""Sah!" sorak para tamu undangan mengikuti ucapan saksi utama pernikahan itu."Alhamdulillah."Setelah serangkaian doa terucap dari semua tamu undangan di acara sakral itu, kedua pengantin menandatangani berkas yang telah disediakan oleh penghulu, tanda bahwa mereka telah resmi menjadi pasangan halal.Acara sakral itu sengaja dilakukan di rumah Zanna sesuai permintaannya, padahal dua pekan lalu Akmal bilang akan menyiapkan dengan mewah di salah satu hotel berbintang. Namun, menurut Zanna lagi, asal pernikahan itu sah, di mana pun dia tetap sen