Nikita tersenyum lebar lalu kedua lengan diangkat diarahkan ke depan sambil berucap,”Ini bagian kalian. Habiskan!”Gagak-gagak yang jumlahnya puluhan tersebut langsung terbang lalu mengitari mayat Pak Tikno. Sebagian besar berebut hinggap di atas tubuh tanpa darah dan yang tidak dapat tempat di sekelilingnya. Suara berisik koak-koak mereka menggema karena berebut daging segar.Seketika Nikita lenyap dalam tatapan mata pilu Pak Kades yang setengah sekarat dengan tubuh membusuk di beberapa bagian.“Nik, ampun!”teriaknya lirih dengan air mata darah menetes dari kedua sudut mata. “A-Aku pe-ngen ma-ti.”Berpuluh kilometer dari gudang tua, tepatnya di rumah besar. Beberapa polisi telah mengamankan para bodyguard dan wanita-wanita malam dari amukan warga. Para perangkat desa membantu mencari keberadaan Bu Lodi, Jacky dan Bon bon. Namun, ketiga orang yang harusnya bertanggung jawab akan keberadaan sarang prostitusi berkedok gudang pengemasan, tidak ada di dalam rumah. Para aparat dibantu war
Semilir angin dingin membawa aroma melati berbaur anyir darah menguar memenuhi ruangan. Seketika daun pintu dan jendela terbuka lebar. Dari pantulan sinar bulan purnama, kini tampak keadaan bagian dalam gudang tua. Sosok tubuh wanita telah berdiri tepat di depan Jacky. Pria ini sangat mengenalinya.“Nikita!”“Hi hi hi! Syukurlah masih mengenaliku. Sebelum tubuh dan ruh kalian kupersembahkan kepada Junjungan,” ucap Nikita dengan mata melotot mengerikan.“Ampun!”Jacky yang biasanya garang dan preman terkenal sadis sama siapa pun. Kini, tubuh dan bibirnya gemetar karena ketakutan. Dia merasakan aroma balas dendam yang mengerikan akan segera menyapanya.Jacky mengamati sekeliling dan hatinya langsung menciut. Kini di hadapan terpampang jelas pemandangan mengerikan layaknya tempat eksekusi mati. Ada tulang tengkorak tergantung berpakaian polisi, ada Pak Kades yang di beberapa tubuh luka membusuk hingga berbelatung, belum lagi Bu Lodi yang setengah sekarat berjejer dengan Bon bon. Dua ora
"Hah! Berarti kau …,”Dengan cepat pria yang sedari tadi menunduk itu, mengangkat wajahnya yang rusak parah dan dipenuhi belatung serta satu bola mata keluar dari rongga. Dia menatap tajam pada perangkat desa."Iya, saya Pak Kades!”"A--hh!" Kedua mata perangkat desa melotot dengan mulut menganga. Sajadah yang sedari tadi diapit terlepas dan jatuh di lantai. Oleh karena tidak kuasa karena perasaan takutnya, perangkat desa pun jatuh pingsan. Sekejap kemudian hantu menyerupai sosok Pak Kades tersebut hilang begitu saja. Pagi harinya hingga matahari terbit, perangkat desa belum berangkat ke kantor desa. Pria ini bagai orang linglung karena peristiwa semalam. Tadi saat sepulang salat Subuh dari musala, dirinya sempat menceritakan kepada seorang warga bahwa telah bertemu arwah Pak Kades.Dia bercerita meskipun ada beberapa yang terlupa. Akhirnya cerita tentang arwah penasaran Pak Kades menyebar dari mulut ke mulut. Seketika seluruh desa geger karena semua warga percaya akan cerita terse
"Benar itu orangnya yang mengaku bernama Pak Darmawan. Wajahnya tampan dan tubuhnya gagah,”balas Pakde Pardi bersemangat. Pria ini merasa lega karena pemesan jasanya benar warga di sini. Dia pun tersenyum lebar. Namun rupanya, situasi berbeda dialami oleh Pak RT. Ekspresi pria ini menyiratkan sebuah kegelisahan. Sebelum menanggapi omongan Pakde Pardi, Pak RT menghela napas sesaat.Pria ini mengusap wajah dengan telapak tangan lalu berucap, “Ini memang yang bernama Pak Darmawan. Beliau adalah kepala desa di sini. Tapi, dua bulan yang lalu mayatnya ditemukan di sungai. Anehnya, saat akan dikubur, jenazah jadi seorang wanita. Terpaksa jenazah wanita dibawa kembali ke rumah sakit. Sementara jenazah Pak Kades belum ada kabar sampe hari ini. Maka dari itu Bu Kades tinggal di rumah orang tuanya sampai hari ini karena syok.”Pakde Pardi pun menjadi sangat terkejut, tubuhnya dingin lalu segera beristighfar. Pak RT akhirnya memanggil seorang warga yang sedang lewat dengan menggandeng seorang a
"Lek, aku nawakno jajan ora ser tumbas?" (Paman, aku menjajakan kue tidak berminat beli?)Suara Nikita juga terdengar berat dan serak, bau amis darah tercium sangat menyengat saat kehadirannya. Dari balik tirai, bayangan itu berdiri menghadap ke arah ruang tamu.Pakde Pardi yang mempunyai keistimewaan dengan indra keenam segera memberi saran ke Pak RT untuk berdoa. Kedua pria membaca doa tasawuf lalu Ayat Kursi.“Dia ini juga mati penasaran, Pak,” ucap Pakde Pardi kepada Pak RT."Ora Nik, sepurane, yo, Nduk. Ndang moleho, kowe digoleki bapakmu,” kata Pak RT pelan dengan kedua tangan berkeringat dingin. (Tidak Nik, maaf, ya, Nak. Buruan pulang, kamu dicari bapakmu.)Sementara dalam kamar, ibu berdaster mengoleskan minyak kayu putih di leher dan sela sela bawah hidung. Kemudian dia juga membaluri dada, perut dan juga punggung putrinya.Badan gadis kecil masih lemas dengan kedua kelopak mata menutup rapat. “Buk, pulang!”“Tunggu bentar! Biar badan kamu sedikit segar dulu.” Ibunya menenan
Flashback “Paklek, beneran arep mborong jajanku?”tanya Nikita dengan berpakaian kebaya dan berkain panjang. Dia tampak cantik dan elegan daripada wanita penghibur yang lain. Pak Kades memang menyediakan Nikita untuk para tamu istimewa. Tentu saja dengan penawaran tertinggi. Nikita yang telah ternoda oleh AKBP Siswo Laksono dan telah jadi teman tidur bagi Pak Kades tiap malam, kini dilepas pertama kali untuk tamu istimewa dengan harga mahal. Pak RT yang memang doyan daun muda, merasa tertantang untuk mencoba.Anak Pak Atmo yang cantik dan bernasib sial ini telah terkurung berbulan-bulan dalam rumah besar. Kini dirinya sedang mengatur siasat untuk bisa melarikan diri. Tubuh dan jiwanya telah telah tersakiti, tetapi dirinya harus bisa lepas dari cengkraman Pak Kades. Padahal sudah ada satu bulan ini, Nikita tidak enak badan. Pengen makan yang masak-masak dan selalu mual, jika membaui masakan. Dia tahu ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Oleh karena itu, dia pengen bisa kabur. Nikita
“Brengsek! Apa kerja kalian?”teriak Pak Kades dengan kemarahan tak terkendali. Dia segera menelepon dokter langganan.Kedua wanita yang telah diminta untuk menemani Nikita datang tergopoh-gopoh dengan wajah pucat pasi.“Maaf, Pak. Nik sedang tidur karena kecapekan,”ucap Tasya begitu telah masuk kamar.“Liat itu! Ada darah menggenang!”tunjuk Pak Kades dengan muka merah padam. Tubuh kedua wanita muda ini gemetar karena syok melihat keadaan Nikita. “Maaf, Pak! Kami gak tahu kalo seperti ini,”ucap Tasya yang biasanya bisa melunakkan hati pria berkaca mata tersebut.“Enteng kali mulut kamu bilang maaf! Buruan cari kain buat menghentikan darah!”teriak Pak Kades dengan ekspresi menakutkan. Pria ini gegas berjalan keluar kamar. Dia mondar-mandir menunggu kedatangan dokter dengan perasaan gelisah.Akhirnya, pikiran Pak Kades langsung tertuju kepada Pak RT. Dia pun seketika menghubungi pria terakhir yang telah bersama Nikita.“Ya, Pak. Ada apa?”tanya Pak RT dari seberang telepon.“Cepat balik
“Begitu tahu pingsan, apalagi jangka lama, harusnya diperiksa dokter. Minimal kasih tahu anak-anak, biar dipanggilkan dokter. Kalian habis habis tidur bareng. Bisa saja terjadi luka atau ada infeksi. Kalo ada apa-apa dengan Nikita, kamu harus mau tanggung jawab!”Ucapan Pak Kades yang tegas, membuat tubuh Pak RT gemetaran. Pria ini berharap setelah operasi, Nikita bisa pulih kembali. “Baik. Saya akan bayar semua biaya tagihan rumah sakit.”“Bukan soal biaya! Itu sih, masalah enteng. Aku bisa atasi sendiri. Ini soal nyawa Nikita. Kita harus ada persiapan, jika dia gak bisa diselamatkan.”Nyali Pak RT semakin keder dapat penjelasan barusan. “Maksudnya, aku akan dilaporkan polisi? Gimana anak istriku, Pak?”Pak Kades adalah teman karib dari usia remaja dan kebetulan pula punya kesamaan hobi dalam berpetualang mencari daun muda. Maka dari itu, mereka berdua dalam berbicara seperti dua orang soulmate, meskipun jabatan di antara mereka dalam struktur organisasi desa adalah atasan dan bawaha