"Lek, aku nawakno jajan ora ser tumbas?" (Paman, aku menjajakan kue tidak berminat beli?)Suara Nikita juga terdengar berat dan serak, bau amis darah tercium sangat menyengat saat kehadirannya. Dari balik tirai, bayangan itu berdiri menghadap ke arah ruang tamu.Pakde Pardi yang mempunyai keistimewaan dengan indra keenam segera memberi saran ke Pak RT untuk berdoa. Kedua pria membaca doa tasawuf lalu Ayat Kursi.“Dia ini juga mati penasaran, Pak,” ucap Pakde Pardi kepada Pak RT."Ora Nik, sepurane, yo, Nduk. Ndang moleho, kowe digoleki bapakmu,” kata Pak RT pelan dengan kedua tangan berkeringat dingin. (Tidak Nik, maaf, ya, Nak. Buruan pulang, kamu dicari bapakmu.)Sementara dalam kamar, ibu berdaster mengoleskan minyak kayu putih di leher dan sela sela bawah hidung. Kemudian dia juga membaluri dada, perut dan juga punggung putrinya.Badan gadis kecil masih lemas dengan kedua kelopak mata menutup rapat. “Buk, pulang!”“Tunggu bentar! Biar badan kamu sedikit segar dulu.” Ibunya menenan
Flashback “Paklek, beneran arep mborong jajanku?”tanya Nikita dengan berpakaian kebaya dan berkain panjang. Dia tampak cantik dan elegan daripada wanita penghibur yang lain. Pak Kades memang menyediakan Nikita untuk para tamu istimewa. Tentu saja dengan penawaran tertinggi. Nikita yang telah ternoda oleh AKBP Siswo Laksono dan telah jadi teman tidur bagi Pak Kades tiap malam, kini dilepas pertama kali untuk tamu istimewa dengan harga mahal. Pak RT yang memang doyan daun muda, merasa tertantang untuk mencoba.Anak Pak Atmo yang cantik dan bernasib sial ini telah terkurung berbulan-bulan dalam rumah besar. Kini dirinya sedang mengatur siasat untuk bisa melarikan diri. Tubuh dan jiwanya telah telah tersakiti, tetapi dirinya harus bisa lepas dari cengkraman Pak Kades. Padahal sudah ada satu bulan ini, Nikita tidak enak badan. Pengen makan yang masak-masak dan selalu mual, jika membaui masakan. Dia tahu ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Oleh karena itu, dia pengen bisa kabur. Nikita
“Brengsek! Apa kerja kalian?”teriak Pak Kades dengan kemarahan tak terkendali. Dia segera menelepon dokter langganan.Kedua wanita yang telah diminta untuk menemani Nikita datang tergopoh-gopoh dengan wajah pucat pasi.“Maaf, Pak. Nik sedang tidur karena kecapekan,”ucap Tasya begitu telah masuk kamar.“Liat itu! Ada darah menggenang!”tunjuk Pak Kades dengan muka merah padam. Tubuh kedua wanita muda ini gemetar karena syok melihat keadaan Nikita. “Maaf, Pak! Kami gak tahu kalo seperti ini,”ucap Tasya yang biasanya bisa melunakkan hati pria berkaca mata tersebut.“Enteng kali mulut kamu bilang maaf! Buruan cari kain buat menghentikan darah!”teriak Pak Kades dengan ekspresi menakutkan. Pria ini gegas berjalan keluar kamar. Dia mondar-mandir menunggu kedatangan dokter dengan perasaan gelisah.Akhirnya, pikiran Pak Kades langsung tertuju kepada Pak RT. Dia pun seketika menghubungi pria terakhir yang telah bersama Nikita.“Ya, Pak. Ada apa?”tanya Pak RT dari seberang telepon.“Cepat balik
“Begitu tahu pingsan, apalagi jangka lama, harusnya diperiksa dokter. Minimal kasih tahu anak-anak, biar dipanggilkan dokter. Kalian habis habis tidur bareng. Bisa saja terjadi luka atau ada infeksi. Kalo ada apa-apa dengan Nikita, kamu harus mau tanggung jawab!”Ucapan Pak Kades yang tegas, membuat tubuh Pak RT gemetaran. Pria ini berharap setelah operasi, Nikita bisa pulih kembali. “Baik. Saya akan bayar semua biaya tagihan rumah sakit.”“Bukan soal biaya! Itu sih, masalah enteng. Aku bisa atasi sendiri. Ini soal nyawa Nikita. Kita harus ada persiapan, jika dia gak bisa diselamatkan.”Nyali Pak RT semakin keder dapat penjelasan barusan. “Maksudnya, aku akan dilaporkan polisi? Gimana anak istriku, Pak?”Pak Kades adalah teman karib dari usia remaja dan kebetulan pula punya kesamaan hobi dalam berpetualang mencari daun muda. Maka dari itu, mereka berdua dalam berbicara seperti dua orang soulmate, meskipun jabatan di antara mereka dalam struktur organisasi desa adalah atasan dan bawaha
Tasya berlari ingin pulang dengan perasaan entah. Namun, saat dirinya hendak keluar dari gedung tanpa disangka-sangka dia melihat Pak Kades. Langkah kaki Tasya terhenti dan niat ingin pulang pun urung saat melihat Pak Kades berjalan menuju arah Pak RT.Tasya segera sembunyi saat kedua lelaki bersalaman dengan senyum melebar.“Beres!” ucap Pak RT bernada lega.“Keranjang jamunya gimana?” tanya Pak Kades. “Kalau dia mencari Hani dan dagangannya?” “Dia gak mungkin menuduh kita,”jawab Pak RT dengan senyum sadis. Gak nyangka. Pak RT ternyata seorang psikopat, batin Tasya dengan jantung berdebar-debar.Tiba-tiba angin dingin bertiup kencang menerpa tubuh Tasya yang semula akan keluar dari persembunyian akhirnya terjungkal beberapa meter ke belakang. Akhirnya, untuk beberapa saat dirinya harus berdiam karena merasa kaget sekaligus sakit pada siku tangan dan kaki.Tasya seketika mengawasi, lebih tepatnya mencari keberadaan ‘sesuatu’ yang memang sengaja membuatnya terjatuh barusan. Terdengar
Saat langkah kaki Tasya memasukkan ruang tamu, indra penciumannya mengendus aroma melati kesukaan Nikita. Oleh karena aroma wangi ini, hingga tanpa sadar Tasya berlari ke arah kamar Nikita. Kebetulan pintu dalam keadaan tidak terkunci. Dia pun segera membukanya dan ternyata benar seperti dugaannya, Nikita sedang duduk memunggunginya.“Nik, katanya kamu pulang bareng Pak Kades?”tanya Tasya sambil mendekat.Saat ini, bibirnya berucap tanpa menyadari ‘sesuatu'. Dia enteng saja mengeluarkan kalimat tanya yang terdengar aneh, jika didengar oleh orang dalam keadaan sadar. Kata ‘pulang’ yang terucap dari bibir Tasya sangat berbeda arti dan itu ditanyakan kepada yang bersangkutan.Saat jemari tangannya akan menjamah bahu Nikita dan tiba-tiba tubuh kembang desa tersebut lenyap. Tasya segera sadar bahwa temannya telah meninggal dunia dan akan dimakamkan. Wanita ini menangis tersedu-sedu dan juga muncul rasa ngeri.Akankah nasib Nikita sama dengan yang wanita sebelumnya? Wanita pilihan yang haru
Kedua bola mata Tasya melotot semerah darah dengan kedua bibir menyeringai. Dia menatap tajam ke arah bodyguard lalu berucap,”Kami mati. Cari jasad kami!”Bodyguard seketika geming menatap Tasya dengan jantung berdetak kencang. Pria ini syok mendengar ucapan dari mulut Tasya. Namun suara yang terdengar adalah milik Nikita. Tiba-tiba dari dalam mulut yang terbuka lebar tersebut muncul belatung berjumlah puluhan.Hewan-hewan ini melata ke wajah Tasya hingga kulit yang tertempel terkelupas mengerikan. Bodyguard merasa ngeri dan langsung lari tunggang langgang. Pria bertubuh kekar panik lalu lari sekencang-kencangnya ke arah pos jaga.Kini bodyguard kembali dengan ditemani seorang sekuriti. Mereka mencari keberadaan Tasya.Tiba-tiba dari arah belakang mereka, terdengar suara desisan disertai angin semilir beraroma melati bercampur bau kemenyan menyengat lubang hidung.Kedua pria menoleh dan langsung tercengang dengan jantung yang berdebar kencang melihat Tasya berdiri kaku. Wanita ini mem
“Nona Hani dari kemarin belum datang, Mak.”“Baiklah. Nanti kalo sudah datang, suruh ke rumah Mak. Saya pulang dulu kalo gitu.”“Ya, Mak. Terima kasih ceritanya.”Wanita tua ini balik badan lalu beranjak meninggalkan rumah besar. Seketika sekuriti terkejut saat melihat Hani tanpa mata memeluk bakul milik Mak Jamu sambil menatap sedih ke arah sekuriti.Pria ini meringis ngeri lalu buru-buru menutup pintu gerbang sekaligus mengembok kembali. Pria ini tidak habis pikir dengan yang terjadi terhadap dua wanita penghuni rumah besar.Kenapa Nona Hani dan Nona Nikita jadi hantu, kalo tidak mati? Itu jelas, mereka mati tidak wajar. Arwahnya jadi gentayangan, batin sekuriti sambil bergidik.Pria ini balik badan menuju pos jaga. Mata pria ini seketika terbelalak melihat tubuh Tasya terbujur di atas bangku panjang dalam pos. Pria ini mendekat ke arah tubuh si wanita. Pria ini mengecek denyut urat si wanita. Ternyata, masih terasa denyut nadi di lengan Tasya. Sekuriti ini pun tersenyum lega.Dua t