Share

Deru Alam

Pertengahan 1998

SUASANA di pedalaman Matang, Bireuen, terasa tak biasa. Angin yang biasanya berhembus kencang terasa tenang malam ini. Kicauan burung tak terdengar. Bahkan suara jangkrik pun seolah menghilang entah kemana.

Para santri tertidur lelap di asrama masing-masing. Mereka mungkin telah terbuai dengan mimpi.

Hanya beberapa lampu dayah yang masih menyala. Jam menunjukan pukul 00.23 dini hari. Tapi Teungku Fiah masih belum bisa memejamkan mata. Ini merupakan pekan kedua, ia dan keluarga, berada di komplek dayah di pedalaman Bireuen tadi.

Teungku Fiah terlihat gelisah. Berulangkali ia balik badan di kasur kecil yang ditempatinya bersama Sakdiah. Sementara Haidar, anaknya yang tersisa, terlihat lelap di kasur lainnya yang berada tak jauh dari tempat tidur mereka.

Gerak Teungku Fiah yang gelisah membuat Sakdiah terjaga.

“Kenapa Abang gelisah tiba-tiba? Apakah ada sesuatu yang tidak bereh?” ujar Sakdiah. Ia kemudian

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status