Hari ini pengunjung resto ramai.Malik selaku cheff sekaligus pemilik resto baru saja bisa mengecek ke sana seusai dirinya syuting seharian.Malam hari Malik masih harus wara-wiri di resto mengurus beberapa hal yang memang biasa dia tangani tanpa bantuan karyawannya.Sekitar pukul delapan malam, Malik baru saja selesai dengan pekerjaannya di dapur. Dia melepas apronnya dan masuk ke dalam ruangan kantor pribadinya.Dia hendak menelepon sang istri di rumah sekadar bertanya apakah Isna sudah makan atau belum, sebab biasanya Isna sering meminta dibawakan makanan jika Malik bekerja lembur seperti hari ini."Halo sayang, kamu lagi apa?" Tanya Malik sumringah. Lelaki itu menjatuhkan dirinya ke sofa empuk seraya merebahkan tubuhnya yang letih."Baru aja habis nemenin Jhio tidur," jawab suara Isna di seberang. "Kamu kapan pulang? Tumben malem banget?" Tambah sang bumil."Iya, tadi syuting kelarnya ngaret terus aku mampir ke resto dulu. Nih baru kelar, aku istirahat sebentar nanti habis itu bar
"Papa sudah bicarakan dengan Om Aji tentang rencana kita?" Tanya seorang lelaki berpakaian kantor lengkap dan terlihat rapi.Dia duduk di sebuah sofa empuk di dalam ruang direktur utama Perusahaan Adijaya Grup.Ruangan yang sebelumnya dihuni oleh Wildan dan kini berpindah tangan kepada Haris Adijaya yang merupakan anak angkat di keluarga Adijaya, terhitung sejak Wildan mengalami kecelakaan."Belum, biarkan mereka bersenang-senang dulu. Papa tidak ingin mengganggu Wildan dan Vanessa setidaknya sampai Wildan bisa kembali masuk ke kantor," jawab Haris seraya menyesap kopi hangatnya."Lalu sampai kapan kita akan terus hidup jadi kacungnya Wildan Pa? Padahal selama ini, tanpa bantuan Papa dan aku, Wildan nggak mungkin bisa mengurus perusahaan ini hingga sebesar dan sesukses sekarang sendirian! Ini sudah lewat lima tahun sejak Om Haidar meninggal, tapi hidup kita tetap saja begini-begini terus," keluh Argan, lelaki berusia 28 Tahun yang merupakan anak kandung Haris."Yasudah, kalau kamu mem
Kejadian masa lalu itu seakan kembali merasuk ke dalam benak Malik dan mengganggu pikirannya.Bahkan setelah sekian lama Malik tidak lagi memikirkan hal ini.Sayangnya, kenapa sekarang dia harus kembali dihadapkan dengan sesuatu yang bersangkutan dengan masa lalu itu?Perselingkuhan Kinara dengan Linggar.Kinara yang meminta Kenari bertukar posisi untuk mengelabui Malik sementara Kinara pergi dengan selingkuhannya padahal saat itu posisi Kinara dengan Malik sudah menikah.Hingga pada insiden mengerikan yang terjadi menimpa Kinara.Kematian Kinara yang tragis hingga membawa nama Kenari sebagai tersangka atas semua kejadian itu, padahal sebenarnya Kenari tidak bersalah.Kenari hanya menjadi korban kekejaman Linggar di bawah ancaman lelaki itu yang akan membunuh orang-orang yang dicintainya jika tidak mau mengikuti apa yang Linggar katakan.Kenari yang lemah, yang pada akhirnya menjadi korban atas kejahatan Linggar.Bahkan tidak sampai disitu, karena Linggar pula, kini Malik harus rela k
"Vanessa?" Sapa Argan seraya menghampiri Vanessa yang terduduk di trotoar jalanan dengan tubuhnya yang lecet dan terluka.Saat itu perempuan yang dipanggil Vanessa oleh Argan itu terlihat bingung. Menatap sosok Argan dengan tatapan aneh."Tumben kamu bawa motor? Kamu mau kemana?" Tanya Argan lagi."A-aku mau pulang," jawabnya terbata."Maaf Pak-Bu, dia saudara saya. Terima kasih sudah membantu ya," ucap Argan dengan ramah pada beberapa warga yang saat itu baru saja membantu Vanessa.Kerumunan itu bubar seiring kepergian Vanessa yang diajak Argan menaiki mobil sementara Argan sudah menelepon pihak bengkel langganannya untuk mengurus motor yang dibawa Vanessa.Selama diperjalanan, Vanessa terus diam. Entah karena dia menahan sakit atau apa, Argan sendiri tidak tahu. Bahkan wajah perempuan itu terus saja menunduk."Kamu baik-baik aja Nessa? Aku antar kamu ke klinik ya? Lukamu banyak," ucap Argan dengan penuh perhatian."Eh nggak usah. Antar aku pulang aja,""Nggak, kita harus ke klinik,
Vanilla baru saja mendapat kabar dari Asih bahwa kini Kenari dilarikan ke Rumah Sakit karena mengalami pendarahan di area kepalanya yang terluka.Malam itu, Vanilla baru saja dimarahi Wildan karena aksinya yang mengunci pintu tadi.Alhasil, kini kunci pintu kamar di pegang Wildan dan kamar itu di kunci oleh Wildan dari luar.Vanilla tidak bisa berkutik.Dia kebingungan di dalam kamar karena tak bisa keluar."Wildan! Buka pintunya!" Teriak Vanilla seraya menggedor-gedor pintu. Sayangnya hal itu percuma dia lakukan, hanya menghabiskan energi karena Wildan pasti tidak akan perduli."Dasar suami brengsek! Nggak punya akhlak! Nggak punya hati! Awas kamu ya! Ihk!" Lagi, Vanilla hanya bisa mencaci maki Wildan hingga melampiaskan amarahnya pada pintu dengan menendangnya.Meski setelah itu jari kakinya yang malah kesakitan.Vanilla kembali berpikir, dia harus keluar untuk segera pergi ke rumah sakit, pokoknya Vanilla tidak akan memaafkan Wildan kalau sampai terjadi apa-apa dengan ibunya.Modal
"Kamu baik-baik saja Nessa?" Tanya Argan ketika Vanilla keluar dari ruangan rawat sang Ibu. Saat itu Argan tidak ikut masuk karena Vanilla yang melarangnya."Aku nggak apa-apa. Sekarang, aku harus pulang. Wildan pasti mencariku," kata Vanilla seraya menyeka air matanya.Seharian ini dia berada di rumah sakit dan Argan dengan sabar menemaninya. Bahkan saat Vanilla meminta Argan untuk pulang saja, lelaki itu tidak mau. Katanya, dia mengkhawatirkan keadaan Vanilla yang dia pikir adalah Vanessa.Meski sebenarnya, Argan sudah mulai menaruh curiga. Hanya saja, melihat kesedihan di wajah Vanilla, Argan tidak mau terlalu banyak bertanya soal apapun, mungkin untuk saat ini."Apa kamu nggak berniat untuk melaporkan kasus pembegalan yang kamu alami semalam ke kantor polisi?" Tanyanya lagi.Vanilla menggeleng. "Nggak perlu. Biarkan saja. Aku nggak mau Wildan tau tentang hal itu. Aku pulang sekarang ya,""Aku antar kamu pulang ya?"Vanilla kembali menggeleng. Bisa bahaya jika sampai Argan menganta
"Jadi, kamu bukan Vanessa?" Tanya Wildan saat kini dirinya sudah duduk berhadapan dengan Vanilla di ruang keluarga.Ditemani Raga, Wildan hendak menginterogasi Vanilla.Vanilla mengangguk masih dengan kepalanya yang menunduk."Siapa namamu dan apa hubunganmu dengan Vanessa?" Tanya Wildan "Namaku Vanilla...""Jawab lebih keras!" Potong Wildan setengah membentak membuat Vanilla tersentak kaget."Vanilla Larasati, aku saudara kembar Vanessa," jawab Vanilla lantang."Vanilla Larasati? Bukankah sebelumnya kamu itu dikabarkan sudah meninggal?" Tanya Wildan kemudian."Aku berhasil diselamatkan oleh seorang polisi yang selama ini bertugas di lapas. Dia mencintai Ibuku dan dia juga yang telah menyelamatkan Ibuku dari insiden kebakaran itu," jawab Vanilla cepat, tepat dan padat."Oke," Wildan mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. Meski saat itu tatapannya tak lepas dari wajah Innocent Vanilla."Apa alasan yang membuatmu dan Vanessa memutuskan untuk bertukar tempat? Apa karena uang?" T
Hari ini untuk pertama kalinya, Wildan kembali ke kantor setelah dia melewati masa liburan panjang bulan madunya dengan Vanessa.Seperti biasa, Edwin sudah siap menjemput Wildan untuk kemudian mengantar sang Atasan menuju kantor dengan mobil pribadi Wildan, sementara Raga masih terus memperhatikan dan mengawasi keselamatan Wildan dari kejauhan.Bahkan di kantor, Raga sudah menyebar beberapa anak buahnya yang menyamar sebagai Cleaning service dan karyawan untuk menjaga Wildan.Saat itu, Edwin mengantar Wildan ke ruangan yang biasa di huni oleh Wildan.Di dalam ruangan itu jelas-jelas Wildan melihat keberadaan Haris dan Argan di sana. Argan yang sedang duduk berleha di atas kursi kebesaran Wildan, sementara Haris sedang duduk di sofa mengutak atik laptop."Apa Om Haris sudah datang?" Tanya Wildan saat itu pada Edwin.Edwin yang memang bersekongkol dengan Haris langsung menoleh ke arah Haris sementara Argan langsung menyingkir dari kursi Direktur utama saat Wildan hendak duduk."Hari ini