Hallo, Pembaca! Jika kamu suka karya ini, jangan lupa masukan ke pustakamu, Ya! Ikuti terus kisah Alisya hanya di Goodnovel! 😃 Dukung author dengan memberikan review bintang 5, vote/gem, dan ajak teman-teman anda untuk membaca kisah ini. Terima kasih.
Setelah mendapat persetujuan Dafandra, kereta segera berjalan menuju ke lokasi kebakaran. Begitu sampai, Alisya keluar dari kereta dengan menenteng tas yang berisi peralatan medis. Alisya terkejut begitu melihat kobaran api yang mengamuk menghanguskan sebuah rumah milik warga. Malam yang dingin menjadi terasa gerah karena amukan si jago merah. Lalu-lalang orang-orang berlarian tanpa menghiraukan kehadiran Alisya. Mereka datang berkerumun untuk membantu memadamkan api. Ada juga yang datang hanya untuk melihat-lihat kemalangan tetangga mereka. Suara orang-orang panik sembari menenteng ember berisi air seolah menggema meramaikan malam. Tidak jauh dari rumah yang terbakar tampak seorang wanita paruh baya tengah menjerit histeris. Rambut wanita itu berantakan terlepas dari ikatan. Bajunya lusuh dengan keringat membasahi bagian punggung hingga ketiak. Ekspresi marah, putus asa dan sedih terkumpul di wajah bulat wanita itu. Di depan wanita itu duduk seorang pemuda dan seorang bocah wani
Tiba-tiba semua orang terdiam seolah keramaian lenyap seperti ditelan bumi. Alisya yang sedang memandang Syrena menoleh. Seorang lelaki berrambut hitam, panjang, dan keriting muncul membelah kerumunan. Di belakang pria itu berjajar beberapa pria kekar bersenjata yang siap mengikuti perintahnya. Lelaki berjubah hitam itu terus maju mendekati keluarga Rasia. Dia tersenyum congkak seolah ingin pamer kekuasaan. "Siapa kamu?" Daryan memberi isyarat kepada Alisya dengan dagunya untuk menjawab pertanyaan. "Dia bukan siapa-siapa, Tuan. Dia hanya orang lewat yang kebetulan singgah," kata Rasia panik. "Aku tidak bertanya kepadamu!" teriak Daryan kasar kepada Rasia. Daryan semakin mendekati Alisya. Dia menyesap cerutunya dan mengembuskannya di depan putri berambut merah. Serta merta Alisya mengibaskan tangan untuk menghalau asap tembakau dari hidung. "Siapa kamu?" tanya Daryan sekali lagi seraya menyisir setiap detail wajah sang putri Crysozh. "Aku Thiara, seorang yang kebetulan lewat,"
"Jangan, Rodas! Kamu masih terluka!" teriak Alisya cemas. Meski sekarang Alisya seorang diri, tetapi sebenarnya dia bersama Dafandra. Pangeran kedua pasti tidak akan membiarkan hal buruk menimpa Alisya. Sedangkan Rodas, dia hanya seorang buruh miskin yang tidak mempunyai penyokong. Jika terjadi sesuatu padanya, tidak akan ada orang yang peduli. "Tidak apa-apa nona, baik Anda atau ibuku. Tidak layak untuk mendapatkan perlakuan buruk dari siapa pun," tegas Rodas seraya bersiap dengan posisi kuda-kudanya. "Jangan banyak bicara! Habisi dia!" teriak Daryan lantang. Kedua pengawal Daryan segera menyerbu Rodas. Dengan lihai Rodas menghindari serangan kedua pedang yang terus memburunya. Melompat, berguling, meliuk, menyikut, mencengkeram, menghantam, menendang, dan merobohkan kedua lawan. Ketika dihadapkan pada pertarungan, Rodas terlihat seperti seorang pendekar ketimbang buruh rendahan. Alisya terpaku melihat pemandangan itu. Sebuah pertarungan yang indah. Napas pemuda itu terengah-e
Dafandra yang tengah beristirahat ketika menunggu Alisya dikejutkan dengan kedatangan Arys, pengawal pribadinya. "Lapor Yang Mulia, Putri Alisya berada dalam masalah," kata Arys segera ketika berada di hadapan Dafandra. Dafandra mendengkus pelan, dia seperti tidak terkejut mendengar berita itu. "Apa yang terjadi?" tanya Dafandra. "Putri Alisya menyinggung pejabat di kota Fillozh. Sekarang dia dibawa pergi oleh pejabat yang bernama Daryan," jelas Arys sedikit cemas. "Baiklah, kita segera susul Daryan," kata Dafandra. Dia segera keluar dari kerta kuda dan menaiki kuda miliknya. Bersama Arys dan tiga orang pengawalnya Dafandra bergerak cepat mengejar rombongan Daryan. Sementara itu Alisya terikat di dalam kereta Daryan. Lelaki yang berusia lima puluh lima tahun itu terus memandangi Alisya. Dia sangat penasaran dengan asal-usul wanita di depannya. Saat itu Alisya tidak banyak menggunakan aksesori, hanya sepasang anting dan sebuah kalung. Daryan menaksir harga sebelah anting Alisya
"Maaf Tuan Daryan, saya tidak bisa menerima lamaranmu." Alisya mengembuskan napas berat . Lelaki berjubah hitam terlihat tidak suka mendengar penolakan Alisya. Perasaan Alisya tidak enak. Baru beberapa saat yang lalu pria itu membunuh orang. Sekarang dia melamar seorang wanita untuk putranya. Bukankah ini terlalu mulus? "Kenapa?" "Bukankah sudah aku katakan sebelumnya, aku telah menikah ...." Belum selesai Alisya berucap Daryan memotong ucapan Alisya, "Berbohonglah yang lebih masuk akal!" Alisya mendengkus kesal. Dia begitu jengkel dengan tingkah Daryan. Seringai licik Daryan kembali terlihat di bibirnya. "Aku tidak berbohong, Tuan Daryan. Kita mungkin bisa berdamai, tetapi tidak dengan cara pernikahan." Entah bagaimana Alisya harus menjelaskan, satu-satunya kejujuran yang dia ucapkan adalah tentang status pernikahannya. "Lalu bagaimana caramu menawarkan perdamaian?" tanya Daryan. "Sebutkan saja berapa nominal yang kamu inginkan," ujar Alisya memberikan penawaran. "Meski aku b
Sesampainya di dalam kereta Alisya masih terdiam. Dafandra pun masih membiarkan Alisya memeluknya. "Apa kamu terluka?" tanya Dafandra sambil membelai rambut merah sang putri. Lidah Alisya yang kelu tidak mampu mengeluarkan suara. Sang putri hanya menggeleng pelan. "Syukurlah jika kamu tidak terluka. Tidurlah! Tidak perlu takut. Ada aku di sini." Dafandra mengembuskan napas berat seraya memandang wanita yang tidur dipangkunya. Rasa hangat dan bahagia tiba-tiba saja memenuhi hati Dafandra. Apakah karena dia berhasil membunuh seorang pejabat kerajaan? Ataukah karena pelukan hangat dari putri berambut merah? 'Rasa takut membuatmu begitu jujur dan memelukku tanpa berpikir. Aku rasa hal ini tidak akan bertahan lama, terlebih setelah kesadaranmu kembali.' batin Dafandra gelisah karena merasa dipermainkan. Ketika pagi hari datang Alisya terbangun masih dengan posisi yang sama, kemudian menyingkir dari pangkuan pangeran kedua Kosmimazh. 'Semalam yang mulia tidur dengan memangkuku. Ku
Setelah cukup lama beristirahat, rombongan Dafandra kembali berjalan menuju Tigryzh. Dalam perjalanan Alisya menyodorkan ramuan herbal pada pangeran kedua Kosmimazh untuk menambah stamina setelah semalam bertarung. "Tanganmu memar!" Dafandra terkejut ketika melihat pergelangan tangan Alisya yang berwarna merah. "Ah ini ... bukan masalah. Aku telah mengobatinya," jawab Alisya. Dafandra masih mengamati pergelangan tangan sang putri. "Yang Mulia ... ramuan herbal ini kubuat khusus agar staminamu kembali pulih. Tenang aja, rasanya tidak pahit." Alisya kembali menyodorkan ramuan buatannya, baru kemudian sang pangeran meminum sampai habis. Setelah gelas dalam genggaman Dafandra kosong. Alisya mendekat sambil menatap wajah tampan sang pangeran. 'Aku berhutang nyawa keladamu.' Tangan sang putri terulur menyentuh bahu kekar pria berambut pirang. "Jangan sentuh aku!" ucap Dafandra pelan sambil menepis tangan mulus Alisya. "Kenapa? Bukankah kamu memintaku untuk memijat?" sepasang alis A
"Habisi mereka!" perintah Dafandra segera. Seketika suasana kembali menegang. Segerombolan pasuka berbaju hitam datang menyerang rombongan Pangeran Dafandra. "Apakah itu orang suruhan Daryan?" tanya Alisya khawatir. "Entahlah." Dentingan pedang, ringikan dan derap langkah kuda terdengar nyaring. Pria berbadan kekar di samping Alisya bangkit dari tempat duduk untuk menyambut serangan orang-orang tidak dikenal. Akan tetapi, sebelum Dafandra melangkah ke luar kereta, Alisya mencengkeram erat lengan sang pangeran. "Tolong jangan pergi!" pinta putri berambut merah dengan tatapan memelas. Dia masih terlihat ketakutan mengingat belum lama ini dia mengalami hal yang sama. Pertarungan sengit terjadi dengan jumlah pasukan yang tidak seimbang. Pasukan elit pangeran kedua pontang-panting menghadapi serangan musuh yang terlatih dalam jumlah banyak. Seorang dari penyerang itu masuk ke dalam kereta dan menyerang Alisya dengan pedang. Akan tetapi, sebelum serangan itu sempat mendarat di kuli