***Sean langsung mengambil kotak cokelat yang diberikan Nisa dan membukanya. Wajahnya langsung bersemu merah karena cokelat berbentuk hati itu membuatnya tersipu malu. Ia memakan cokelat tersebut dan mood-nya yang sebelumnya sedang kesal langsung membaik.Sean kesal karena Eric dengan terang-terangan meminta dukungan dari jajaran direksi untuk menggantikan Vino. Ia tidak akan membiarkan lelaki itu dengan mudah mendapatkan posisi tersebut. Sean harus banyak mengumpulkan bukti kecurangan Eric agar posisi wakil direktur tidak bisa ia dapatkan. Kalau bisa, ia akan menendang lelaki itu dari perusahaan.Pintu diketuk dan ia melihat Eric datang dengan seringainya.“Tadi kekasihmu datang kemari untuk memberimu cokelat itu? Kalian sangat manis sekali,” ucapnya tanpa malu langsung duduk di sofa.“Kamu ada urusan apa lagi?” tanya Sean tanpa basa-basi.“Sebentar lagi, aku akan duduk di kursi itu. Nikmati saja hari-hari terakhirmu di sana,” sindir Eric.Sean tertawa. Ia sungguh tak menyangka bahw
***Sean langsung menarik lengan Nisa. Nisa hanya bisa menatap lelaki itu dengan tatapan bingung. Ia tak kuasa juga menolaknya. Pintu mobil depan Sean dibuka dan Sean menyuruh Nisa masuk, tapi perempuan itu agak ragu.“Kenapa?” tanya Sean.“Aku bawa mobil,” jawab Nisa.“Tinggalkan saja di sini. Biar nanti anak buahku yang mengambil mobilmu,” ucap Sean datar.Nisa seperti terhipnotis. Ia langsung saja masuk ke mobil. Ia juga tidak tahu kenapa lelaki itu seperti menghipnotisnya. Bukankah selama ini ia tidak pernah mau ditekan ataupun diperintah? Tapi, Sean. Lelaki itu sangat berbeda. Nisa merasakan ada kebahagiaan tersendiri saat patuh pada lelaki itu.Apakah ini definisi yang orang lain katakan bucin alias budak cinta? Tidak! Nisa tidak mau diperbudak cinta. Pasti bukan itu alasannya. Mungkin saja lelaki itu sangat unik dan membuatnya merasa penasaran.Mobil melaju ke arah yang berbeda, bukan ke arah menuju apartemennya. Ia merasa heran, Sean mau mengajaknya ke mana.“Ini bukan ke arah
***Kevin langsung memeluk Sarah dari belakang. Istrinya itu sedang sibuk menyiapkan sarapan. Sarah tak banyak bicara, ia hanya diam dan tak mempedulikan kehadiran Kevin.“Sayang, sudah dong ngambeknya,” pinta Kevin sambil meletakkan dagunya di atas bahu kanan Sarah.Tak ada jawaban apapun dari Sarah.“Sayang, aku minta maaf. Coba aku harus melakukan apa lagi untukmu, agar kamu bisa memaafkan aku?” tanya Kevin dengan lembut.“Kamu jauh-jauh dariku,” sahut Sarah.“Apa? Kok kamu gitu sih, Sayang,” Kevin berkata pelan. Ia mana bisa jauh dari istrinya itu.“Aku mau nyiapin sarapan buat Sophia. Lepasin dulu!” pinta Sarah. Tangan suaminya dari tadi terus saja melingkar di pinggangnya.“Asal maafin aku dulu,” Kevin mengajukan syarat.“Kenapa harus minta maaf? Kamu merasa ada salah?” tanya Sarah dengan nada kesal.“Iya. Aku salah sama kamu. Aku tidak langsung mengangkat telepon darimu,” jawab Kevin. Ia tidak akan membela diri di depan Sarah. Mau alasannya benar pun, pasti di mata istrinya itu
***Eric tersenyum puas saat menerima telepon dari pengacaranya tentang perkembangan kasus kematian mendiang papanya yang tidak wajar.Eric segera memanggil Miranda dan Adisty.“Ada apa sih, Kak? Teriak-teriak manggil kita, kayak kita menang lotre aja,” kesal Adisty.“Kita bahkan mendapatkan jackpot,” kata Ericngan girang.“Maksud kamu?” tanya Miranda.“Kita sebentar lagi akan kembali menghuni rumah mewah itu lagi,” sahut Eric senang.“Kok bisa?” tanya Miranda penasaran.“Bisa dong, Ma. Tadi pengacaraku mengatakan bahwa ada kejanggalan dalam kasus kematian papa dan polisi sudah mulai menyelidikinya,” jawab Eric.“Apa Yuta pelakunya?” tanya Miranda kaget. Eric mengangguk sambil tersenyum penuh kemenangan.“Masa Kak Yuta berbuat seperti itu sih, Kak?” tanya Adisty, masih tidak percaya.“Dia memang orang yang
***Setelah diperiksa selama tujuh jam di kantor polisi, Sean diperbolehkan pulang. Ia masih ditetapkan sebagai saksi. Sean langsung pergi ke rumah Kevin untuk menemui keluarganya dan menenangkan Sarah agar tidak terlalu khawatir padanya.“Ojisan sudah bertindak?” tanya Sean pada asistennya.“Sudah, Tuan. Mr. Isamu bahkan berkata, jika mau malam ini bisa langsung membuat Eric terdesak,” jawab asistennya.“Tidak perlu! Aku ingin bersenang-senang dulu dengan mereka. Aku ingin membiarkan mereka tidur tenang malam ini. Tidur yang tenang untuk terakhir kalinya,” Sean berkata datar.Setelah sampai di rumah adik iparnya, Sean langsung masuk dan disambut pelukan hangat oleh adiknya.“Kak, apa semua akan baik-baik saja?” tanya Sarah, dengan mendung kesedihan yang menyelimuti wajahnya.Sean tersenyum, lalu ia mencubit pipi Sarah dengan gemas. “Seperti yang kamu lihat. Kakak baik-baik saja da
***Kantor sangat ramai dengan gosip menjelang kedatangan CEO baru esok hari. Kabar yang beredar menggambarkan sosok CEO tersebut sebagai orang yang tegas dan tak kenal ampun, siapapun yang melakukan keaalahan,l siapa pun yang melanggar aturannya, maka jangan harap mendapatkan ampunan dari CEO nan kejam yang dikenal sebagai monster itu.Sarah, bagaimanapun, tak terlalu ambil pusing. Baginya, sebagai karyawan biasa, kemungkinan bertemu langsung dengan atasan baru itu sangat kecil. Selama ini, dia bahkan belum pernah berjumpa langsung dengan CEO sebelumnya. Jadi, mau sekejam dan mirip monster pun, ia tak peduli. Baginya lebih baik fokus pada pekerjaannya saat ini.“Sar, lembur lagi? Jam segini?” tanya Nitha.“Iya nih, Bu Sonia minta proposal ini segera selesai dan harus dikirim malam ini,” jawab Sarah sambil fokus mengetik.“Baiklah, aku pamit duluan ya. Bye-bye,” kata Nitha sebelum pergi, meninggalkan Sarah yang tengah sibuk.Sarah hanya mengangguk sebagai tanggapan.“Akhirnya selesai!
*** Sophia merasa sangat bahagia karena kali ini dia mendapatkan dua keranjang boneka. Biasanya sangat sulit baginya untuk mendapatkan boneka, tetapi hari ini pertemuannya dengan Sarah membuatnya bahagia dan menghilangkan kekesalannya pada Kevin, sang ayah.“Shopia lapar, Kak,” rengek Sophia, dan Sarah sadar bahwa mereka sudah terlalu lama bermain dan sekarang waktunya untuk makan siang.“Ayo, kita makan. Biar kakak yang traktir,” ajak Sarah sambil menggandeng tangan Shopia menuju food court, dan Sophia mengangguk senang dengan mata berbinarnya.“Sayang, apakah kamu sering bermain di sini?” tanya Sarah.“Sering, Kak. Bahkan hampir tiap minggu ke sini,” balas Shopia.“Tapi kenapa Kakak tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya, padahal Kakak juga sering datang ke sini? Apa jamnya Shopia datang ke sini tak menentu?” tanya Sarah heran.“Mungkin Kakak datang ke sini hanya pada hari Sabtu ya?” tanya Sophia sambil menyeruput minumannya.“Iya, tapi bagai
Bab 3***"Yuk, jalan!" Ajak Riky."Gak ah, lagi males banget nih," jawab Nisa dengan santainya."Hmm..tadi aku lihat ada tas limited edition tuh. Kalau ada yang mau diajak jalan plus ngajak Sarah, kayaknya aku sanggup beliin tas itu," goda Riky, dan langsung saja Nisa tertarik dengan ajakan itu."Sar, sini," teriak Nisa saat melihat Sarah celingak-celinguk mencarinya. Ia memang pura-pura sok malas agar Riky memberikannya reward karena sudah mengajak Sarah bersamanya.Sarah menghampiri Nisa saat ia mendengar namanya disebut."Nis, kenapa tiba-tiba ngajak nonton? Ada apa, kok mau ngebagi tiket buat orang lain?" tanya Sarah curiga. Ia paham kalau Nisa itu adalah wanita terhemat di dunia."Hehehe, aku engga ngajak kamu nonton tuh. Ih, mana mungkin aku nonton sama kamu. Mending aku ngajak cowok aja, enak dibayarin segala," jawab Nisa seenaknya."Terus, kenapa kamu maksa aku kemari, huh?" tanya Sarah, dan Nisa menunjuk ke arah datangnya Riky yang tadi langsung menghilang saat Nisa memangg