Alaric berjalan di koridor rumah sakit bersama Billy. Keduanya berjalan cepat menuju ke salah satu ruangan yang ada di tempat itu.Saat sampai di ruangan yang dimaksud, seorang dokter yang tak lain bibi Emily keluar dari sana.“Kukira kamu tidak bisa datang malam ini,” ucap sang bibi.“Aku sempatkan untuk bisa memastikan, Bi.” Alaric membalas lantas menoleh ke pintu ruangan yang dituju.“Aku belum memberitahu polisi karena mereka baru akan mengambil hasil autopsinya besok. Aku sebenarnya agak cemas jika malam ini kamu tidak datang dan besok polisi sudah lebih dulu ke sini,” ujar sang bibi.Alaric mengangguk paham mendengar ucapan bibi Emily. Sebagai dokter yang harusnya profesional, wanita itu tak seharusnya berbohong atau menyembunyikan sesuatu.Bibi Emily bukan dokter autopsi, tapi karena dia yang menerima pertama tubuh Aster, membuatnya yang pertama kali tahu kondisi sebenarnya wanita itu.“Ayo masuk! Kita bicara di dalam!” ajak sang bibi takut jika ada yang melihat mereka.Alaric
Alaric dan Billy pergi ke rumah sederhana. Mereka memarkirkan mobil di halaman depan rumah itu, lantas buru-buru turun dan menuju ke rumah itu. “Anda datang.” Saat Alaric akan mengetuk pintu, ternyata sudah ada yang membuka. Sekretaris Emily yang menghubungi, hingga Alaric langsung datang ke sana. “Saya tidak mungkin menghubungi Bu Emi karena beliau di penjara. Saya hanya punya nomor Anda, jadi menghubungi Anda,” ucap sekretaris Emily sambil menutup pintu saat Alaric dan Billy masuk. “Di mana dia?” tanya Alaric ke sekretaris Emily. “Di kamar ini. Saya sudah menawarinya ke rumah sakit, tapi dia menolak karena takut jika tertangkap lagi katanya,” ucap sekretaris Emily membuka pintu kamar. Alaric dan Billy melihat Fandy terbaring di sana, mereka pun langsung masuk untuk melihat kondisi anak buah mereka itu. “Di mana kamu menemukannya?” tanya Alaric ke sekretaris Emily. Kondisi Fandy kurang baik, wajahnya penuh lebam, kedua pergelangan tangan pun tampak memerah karena bek
“Awalnya tidak ada apa-apa, semua berjalan baik. Tiba-tiba saja ada yang membunuh Aster, jika berniat membunuh kenapa tidak sejak Aster di luar negeri, kenapa harus sekarang dan kenapa harus Emily yang menjadi sasarannya? Apa Papa akan diam dengan kecurigaanku?” tanya Mia ke Bobby malam itu di rumah.Bobby pun diam berpikir, memang benar jika semua yang terjadi kenapa berhubungan satu sama lain.“Entah kenapa aku merasa ini ada kaitannya dengan Lena,” ucap Mia mengungkap kecurigaannya.Bobby terlihat menarik napas panjang lantas mengembuskan kasar. Dia meraih gagang telepon karena ingin menghubungi seseorang.“Kirim data kegiatan Lena juga siapa saja yang ditemuinya!” perintah Bobby.Mia terkejut mendengar perintah Bobby. Dia tak menyangka jika mertuanya itu ternyata mengawasi Lena.“Sejak aku membuat perintah untuk mengalihkan saham ke Alaric, aku sudah menduga akan terjadi hal seperti ini. Entah Gio atau Lena pelakunya, aku akan benar-benar membuat keputusan tegas kali ini,” ucap Bo
Alaric pergi ke rumah bibi Emily. Rumah itu adalah tempat teraman untuk menyembunyikan Aster, tentu saja semua itu dilakukan atas izin bibi dan paman Emily.“Setelah dipindahkan semalam. Dia sempat sadar sebentar, tapi kemudian kembali tertidur karena kondisinya masih lemah,” ucap sang bibi ketika menemui Alaric dan Billy yang baru saja datang.“Terima kasih karena Bibi mau membantu,” ucap Alaric.“Tidak usah sungkan, semua juga demi Emily,” balas sang bibi lantas mengajak Alaric dan Billy menuju pavilium belakang.Ternyata di sana anak buah Alaric pun berjaga di depan pavilium untuk memastikan tidak ada yang masuk ke sana tanpa izin.“Kondisinya pagi ini mulai membaik, semoga saja dia sudah bisa diajak bicara,” ucap sang bibi lagi.Alaric pun menganggukkan kepala sambil mengikuti langkah bibi Emily.Mereka sampai di pavilium. Dia pun meminta anak buahnya beristirahat setelah berjaga semalaman di sana.Saat mereka masuk, ternyata Aster baru saja sadar. Wanita itu tampak terkejut melih
Emily diminta keluar dari sel karena ada yang hendak menemuinya. Dia penasaran karena polisi berkata jika yang menemuinya bukan suami atau keluarganya. “Pak, tapi ini ditemani, kan? Bagaimana kalau orang itu sebenarnya berniat jahat kepadaku?” tanya Emily mencoba waspada meski pertanyaannya agak konyol. Polisi menoleh Emily, lantas menjawab, “Boleh.” Emily melebarkan senyum mendengar ucapan polisi, sepertinya dipenjara tak membuatnya takut sekarang, malah nyaman karena semalam bisa banyak bercerita dengan para narapidana. Saat pintu ruang kunjungan dibuka. Emily melihat punggung seorang pria membelakangi pintu, sepertinya dia bisa menebak siapa datang. “Tidak usah ditemani, Pak. Aku kenal dia,” ucap Emily dengan ekspresi wajah tidak senang. Emily pun akhirnya mendekat ke pria yang tak lain Gio. Dia langsung menarik kursi yang ada di depan pria itu. “Mau apa kamu ke sini?” tanya Emily agak ketus. Dia lantas duduk di kursi yang berhadapan dengan Gio. Gio menatap Emily yang baru s
Alaric datang bersama pengacaranya untuk memberikan bukti yang mereka miliki sebelum kasus itu naik ke pengadilan karena Emily tak bersalah sama sekali. Namun, sebelum memberikan bukti yang sudah dirangkum, Alaric dan para pengacaranya memilih menemui Emily terlebih dahulu. “Aku sudah punya bukti dan saksi, juga nama pelakunya. Akan aku pastikan kamu bebas hari ini,” ujar Alaric ketika menemui Emily di ruang kunjungan. “Al, sebenarnya tadi Gio ke sini,” ucap Emily lantas mengeluarkan flashdisk yang diberikan Gio. “Dia memberiku ini, katanya ini bisa membuatku bebas,” imbuh Emily lagi sambil memberikan flashdisk itu ke Alaric. Alaric sangat terkejut mendengar ucapan Emily soal Gio yang mendatangi istrinya itu. Dia menerima flashdisk itu lantas memberikan ke pengacara untuk melihat apa isinya. Pengacara langsung mengecek isi flashdisk itu, sedangkan Emily menunggu dengan cemas karena tak tahu apa isi di dalamnya. Pengacara dan Alaric terlihat terkejut, hingga Alaric menatap
“Apa maksudmu ada polisi di depan?”Lena cukup terkejut saat pembantu mengatakan kalau polisi datang ingin bertemu dengannya.“Di depan memang ada polisi yang katanya ingin bertemu dengan Nyonya,” ucap pembantu sopan.Lena mengerutkan alis mendengar ucapan pembantu, hingga berpikir jika polisi datang untuk meminta keterangan karena dia kenal Aster.Lena pun keluar menemui polisi tanpa rasa curiga. Saat Lena baru saja keluar, Gio ternyata pulang dan melihat ada polisi di rumahnya.“Dengan saudari Magdalena?” tanya polisi memastikan.“Iya benar saya,” jawab Lena sambil menatap bergantian kepada dua polisi itu, lantas menoleh Gio yang baru saja datang.“Kami membawa surat penangkapan untuk Anda atas dugaan percobaan pembunuhan terhadap saudari Aster dan tuduhan fitnah atas saudari Emily,” ucap polisi sambil memberikan surat tugas penangkapan itu.“Apa?” Lena sangat terkejut mendengar ucapan polisi. “Ini tidak benar. Ini Fitnah? Kenapa saya dituduh membunuh dan memfitnah?”Lena mulai pani
“Apa kamu yang memberikan bukti percakapan mama?” tanya Lena sambil menatap Gio yang siang itu menemuinya.Gio menghela napas kasar lantas menatap sang mama.“Seharusnya Mama menghapusnya jika tak ingin ketahuan,” balas Gio.“Gio!” Lena terkejut karena benar putranya melaporkan dirinya.“Apa yang mama lakukan, ini semua demi kamu. Bagaimana bisa kamu memperlakukan mama seperti ini?” tanya Lena sambil menatap Gio dengan rasa tak percaya.Gio malah tampak ingin tertawa mendengar ucapan Lena, hingga dia kembali bicara.“Demi aku? Mama bilang demi aku? Bukankah apa yang Mama lakukan, sebenarnya hanya demi ambisi Mama saja? Aku benar-benar tak habis pikir, bagaimana jalan pikiran Mama?”Lena terdiam mendengar ucapan Gio. Dia tidak bisa membantah apa pun yang dikatakan oleh putranya itu.“Jalani hukuman Mama dengan baik. Untung saja Aster tidak benar-benar meninggal, sehingga hukuman Mama tak sampai seumur hidup,” ucap Gio lantas ber