“Kita benar-benar akan menginap?” tanya Emily saat sedang makan malam dengan Alaric.“Kalau tidak, untuk apa aku memesan semua fasilitas di sini?” Alaric membalas dengan gaya angkuh seperti biasa.Emily hanya menahan senyum, lantas menikmati hidangan yang tersedia di meja.“Anak buahmu juga akan menginap?” tanya Emily lagi.Alaric menoleh ke arah dua anak buahnya yang sedang makan malam juga, lantas membalas, “Tenang saja, mereka akan tidur di kamar lain.”Emily tergelak mendengar balasan Alaric, hingga kemudian kembali bicara.“Iya tahu, bukan berarti aku mengatakan mereka akan sekamar dengan kita,” ucap Emily tak bisa menahan tawanya.Alaric hanya tersenyum kecil melihat Emily tertawa, mereka pun kembali menikmati hidangan yang tersedia.Setelah makan malam. Alaric dan Emily berjalan di sekitar tempat menginap.“Tempat ini sangat nyaman untuk dijadikan tempat beristirahat,” ucap Emily sambil mengamati sekitar dan menikmati udara malam yang menenangkan di sana.“Aku tidak salah tempa
Emily masih menautkan bibir mereka, hingga akhirnya dia melepas sambil menurunkan pandangan. Wajahnya memerah mungkin malu karena dia yang memulainya.Emily memberanikan diri memandang Alaric yang ternyata sudah menatapnya. Dia pun mengulum bibirnya saat tatapan pria itu begitu intens kepadanya.“Kamu boleh melakukannya sekarang jika mau,” ucap Emily lantas mengulum bibir sambil menurunkan pandangan.Alaric terlihat terkejut mendengar ucapan Emily. Dia menangkup kedua pipi istrinya lantas menatap dalam ke mata Emily.Tanpa pikir panjang, Alaric kembali menautkan bibir mereka dalam-dalam, dia benar-benar menikmati setiap ciuman yang dilakukan.Alaric mengajak Emily masuk kamar. Dia merebahkan tubuh istrinya lantas mengukung di bawahnya.Emily menatap Alaric yang ada di atasnya. Wajahnya benar-benar bersemu merah, jantungnya pun berdegup sangat cepat membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini.“Kamu benar-benar yakin?” tanya Alaric memastikan. Dia menatap Emily yang ada di bawah tub
Emily tersenyum saat melihat wajah suaminya saat pertama kali membuka mata. Dia mengulurkan telunjuk lantas menyentuh hidung mancung suaminya itu.Alaric menggeliat pelan karena terganggu dengan yang dilakukan Emily.Emily hanya mengulum senyum melihat suaminya bangun karena ulahnya. Hingga dia menatap Alaric yang baru saja membuka mata.“Pagi,” sapa Emily saat melihat suaminya sudah memandang dirinya.“Pagi,” balas Alaric yang tampak masih sangat mengantuk.“Kamu masih mengantuk, kalau begitu tidurlah lagi,” ucap Emily sambil mengusap rambut Alaric dengan lembut.Alaric merangsek ke arah Emily, lantas memeluk istrinya itu di bawah selimut yang menutupi tubuh mereka.Emily mengulum bibir karena Alaric memeluk posesif. Dia menatap wajah suaminya yang masih sangat mengantuk.“Aku masih mengantuk, tapi punya janji mengajakmu jalan-jalan,” ucap Alaric lantas mendaratkan kecupan di kening Emily.“Kalau begitu tidak usah pergi,” balas Emily karena tak tega melihat suaminya dipaksa bangun.A
“Sepertinya kamu tak tahu apa-apa,” ucap Gio ketika melihat Emily penasaran.Emily melihat Gio yang melirik ke sekretaris dan staffnya, seolah memberi kode agar dua orang itu pergi dulu.“Maaf, tahu atau tidak. Ini bukan urusanmu, aku juga tidak peduli dengan apa yang kamu maksud,” ucap Emily yang paham maksud Gio ingin bicara berdua dengannya, tapi Emily tak terpancing ucapan sepupu suaminya itu.Apalagi Alaric sudah memperingatkan agar Emily menghindar jika bertemu dengan Gio.Emily pun pergi meninggalkan pria itu begitu saja, tak mau berurusan apalagi Gio seolah ingin bicara dengannya saja.Gio menatap Emily yang pergi mengabaikan dirinya. Dia tersenyum sambil mengusap dagu melihat iparnya itu pergi begitu saja.“Dia sangat menarik, pantas saja Alaric menjadikannya istri. Tapi lihat saja, sampai mana dia bertahan di samping sepupuku itu.”**Emily kembali ke perusahaan, saat baru saja sampai lobi, staff resepsionis berjalan menghampirinya.“Bu Emi, tadi ada kiriman untuk Anda. Saya
Emily menginjak kaki Farrel karena kesal mendengar ucapan pria itu.“Emi!” pekik Farrel terkejut.“Mau memanfaatkan atau tidak, itu bukan urusanmu. Jangan campuri urusan kami lagi!” bentak Emily yang kesal.Emily berusaha kabur, tapi Farrel kembali menahan lengannya.“Jangan bodoh kamu! Aku berusaha menyadarkanmu. Dia tak sebaik yang kamu pikirkan!” Farrel memaksa agar Emily mau mendengar ucapannya.“Kamu bisa menilai orang, tapi bagaimana denganmu, hah?”Farrel hendak bicara, tapi dari samping ada yang menarik pundaknya lantas melayangkan sebuah pukulan ke Farrel.“Anda baik-baik saja?” tanya anak buah Alaric yang datang terlambat.“Aku baik,” ucap Emily agak syok karena salah satu anak buah Alaric memukul Farrel.Di saat bersamaan, mobil Alaric berhenti di sana. Pria itu langsung turun dari mobil lantas menghampiri Emily.Melihat Farrel di sana, membuat Alaric murka hingga ikut memberi bogem mentah ke pipi Farrel.“Berani mengganggunya, kupatahkan tanganmu!” ancam Alaric begitu murk
Alaric berjalan di koridor perusahaan. Dia berjalan mengabaikan beberapa staff yang menatapnya. Alaric pergi ke perusahaan Gio, tentu saja untuk memperingatkan sepupunya itu karena berani menemui Emily. Begitu masuk ruang kerja Gio. Alaric melihat sepupnya itu duduk sambil memandang dirinya. “Seperti keajaiban kamu mau datang ke kantorku,” ucap Gio sambil menutup berkas yang baru saja dibaca lantas menatap Alaric. Namun, bukan tanggapan sebuah ucapan yang didapat Gio, tapi bogem mentah yang menghantam pria itu. Alaric berdiri di depan meja kerja Gio, lantas menarik kerah kemeja sepupunya itu dengan cepat dan menghantamkan sebuah pukulan tepat di pipi. “Sialan! Berhenti bersikap kamu yang paling kuat hingga menghajarku dan selalu meremehkanku!” Gio mengumpat kesal karena Alaric tiba-tiba memukulnya. Alaric mencengkram erat kerah kemeja Gio, amarahnya memuncak hingga rahangnya mengetat dan membuat gigi-giginya bergemeretuk. “Selama ini aku diam dengan segala tingkahmu untuk meng
[Aku mau mengajakmu ke suatu sempat sepulang kerja nanti. Aku akan menjemput tepat waktu.]Emily tersenyum membaca pesan dari Alaric. Dia pun membalas pesan itu, lantas meletakkan ponsel kembali di meja.Emily mengecek berkas yang bertumpuk di meja. Dia harus segera menyelesaikan itu agar bisa pulang tepat waktu.Saat Emily masih sibuk mengecek berkas sebelum ditandatangani, ponselnya berdering dan langsung diangkat Emily tanpa melihat nama yang terpampang di layar.“Halo.”“Kupikir kamu tidak mau menjawab panggilanku, Kakak Ipar.”Emily terkejut ada yang memanggilnya kakak ipar. Dia langsung menjauhkan ponsel dari telinga untuk mengecek nomor yang terpampang hingga membuatnya terkejut.“Mau apa kamu? Untuk apa menghubungiku, aku tidak punya urusan denganmu,” ucap Emily dengan ekspresi wajah malas.Emily hendak mengakhiri panggilan itu tapi mendengar suara Gio yang mencegah.“Apa kamu tidak mau tahu alasan Alaric menikahimu, bahkan setelah bertunangan kenapa malah memilihmu?”Emily te
“Bekas lipstik ini?”Emily menarik lengan Alaric, memperlihatkan ada bekas lipstik berbentuk bibir di sana. Dia pun menatap tak senang ke suaminya.Alaric melirik ke lengannya, hingga memejam mata sekilas sambil mendesis. Dia pun buru-buru melepas jas itu kemudian melemparnya serampangan.Emily menatap Alaric yang baru saja membuang jas. Dia menatap tak senang karena suaminya belum menjelaskan.“Ada yang mau kamu jelaskan?” tanya Emily sambil meletakkan buket bunga yang dibawa ke meja.“Saat membeli kue, aku bertemu dengan rivalmu,” jawab Alaric jujur karena tak ingin ada kesalahpahaman di antara mereka.“Selena?” Emily langsung mengerutkan alis mendengar jawaban Alaric.“Ya. Dia tiba-tiba muncul dan menabrakku, membuat kue yang aku beli jatuh. Dia memaksa ingin mengganti kue itu, tapi aku tolak. Lalu saat akan pergi ….” Alaric menjeda ceritanya ketika ingat apa yang terjadi.“Sial!” umpatnya sambil memukul udara.Emily masih memperhatikan Alaric dengan eksprei wajah datar, hingga sua