Tiba-tiba suasana di depan ruanganku riuh. Sebab seantero kantor mendengar teriakan Re seolah-olah kaget Andrew yang baru keluar dari ruangan aku dengan membawa tas ranselnya, hanya tas ransel. "Drew......" Aku teriak dan pandanganku amat gelap, namun aku terus berusaha jalan menuju sumber keributan di depan, hingga sampai aku merasa lemas dan tak berdaya.Plaaaakk......"Laaaaaa, Lailaaaa lo kenapaaaa?????" *****"Gue dimana ini?" Ucapku pelan sembari menggerakkan tangan yang terasa amat sakit.Aku perlahan membuka mataku, terlihat samar-samar plafon putih dan sebuah tv tertempel di dinding. Aromanya persis aroma obat."Ini di rumah sakit....." Ucapku pelan."Kaakkk, udah sadar???? Kakak kenapa??" Jelas saja terdengar khas suara Tania yang berada di sisi sebelah kananku."Apa yang terjadi Tan?""Kakak pingsan tadi di kantor. Kondisi kakak kayanya lagi drop banget ya. Sebentar aku panggil dokter dulu." Sigapnya.Selang 5 menit kemudian dokter datang dengan membawa beberapa peralatan
"Cepat diganti semua akunnya...." "Duh sabar Re, satu satu dulu ini..."Terlihat seorang programmer yang sedang asyik mengotak-atik komputernya."Butuh waktu berapa lama lagi?" Re yang sedari tadi tampak tergesa-gesa melihat ketukan tangan sang programmer."Oke selesai semuanya..." Seorang misterius itu memundurkan kursinya dan mengangkat tangannya."Udah semua kamu pindahin juga kan uangnya?""Iya sudah Re. Lo tuh ya sudah buat hal jahat, pake gak percayaan lagi sama gue..." Balas seorang misterius ini."Bagian komisi gue mana?" "Sebentar, gue cek dulu di rekening gue sama Tika..."Re bergegas membuka ponselnya kembali, mengetik beberapa password ponsel hingga rekening mobile bankingnya."Good Job Rehan, semua sudah masuk. Tinggal aset perusahaannya aja nih yang perlu kita alihin atas nama gue..." Re tersenyum senang karena aksinya berhasil dengan mulus."Sayang, di aku juga sudah masuk sih ini.... Aku kirim ke Rehan ya langsung?" Perempuan dengan rambut sebahunya ini menghampiri p
"Kunci brankas di ruangannya mana?" Re memutar kunci mobilnya hendak menyalakan mesin kendaraan roda empat tersebut."Aman sayang, sudah aku bawa ini di dalam tas..." Tika mengeluarkan sebuah kunci fancy berlapiskan emas dengan gantungan inisial huruf L."Laila gak curiga kuncinya bisa di kamu?" Re menoleh ke arah kekasihnya ini."Hahaha kamu kayaknya peduli banget ya sama Laila. Ya memang punya 2 kunci, satu di yan punya, satunya memang di aku sebagai cadangan. Dia sebegitu percayanya sama aku, karena selama ini dia selalu merasa aku adalah saudara perempuannya.""Hahahaha pasangan yang cocok banget dah kalian berdua. Memang katanya jodoh cerminan diri itu nyata ya, sama -sama partner in crime......." Hasan tertawa terbahak-bahak sembari melihat sepasang temannya yang tengah sibuk melakukan kejahatan."Ya kan lo juga dapat bagian, jadi diam aja!" Celetuk Tika."Lo berdua segini amat ya niatnya buat merebut harta keluarga konglomerat itu. Dendamnya pasti gak main-main sih." Tambah Reh
"Ini masih jauh gak sih?" Terdengar suara nafas Tika yang sudah mulai tersengal-sengal kala menaiki satu per satu anak tangga dihadapannya. "Sstttt, jangan terlalu kencang dong suaranya....." Re membalikkan badannya melihat sang kekasih yang sudah begitu kelelahan. "Iyaaa, ini aku nanya sayang, masih jauh gak sih?" Tika menghentikan langkah kakinya, mengusap wajahnya yang telah dipenuhi oleh keringat dengan baju lengan panjangnya. "Sebentar lagi, ayo cepat keburu tim securitynya sadar kalo ini kerjaan kita." Re menuruni beberapa anak tangga dan menarik tangan Tika. Setelah beberapa menit kemudian, mereka berdua sampai tepat di ruangan Tika dengan kondisi yang amat gelap dan hanya bermodalkan senter ponsel mereka. "Ini bakal ada satpam di setiap lantai gak?" Re memastikan kepada Tika. "Harusnya sih ada......." Ucap Tika dengan degupan jantung yang masih cukup kencang dan suara yang tersengal untuk menjawab pertanyaan dari Re. "Haduh, ini kalo kita nyalain senter bakal ketahuan j
"La, lo semua tinggal di rumah gue dulu aja ya." Andrew menatap mata Laila yang kini berada disampingnya. "Separah itu Drew kondisinya?" "Kacau banget suami lo. Beneran di luar rencana kita, dan kita juga gak kepikiran dia bakal senekat itu!" Seru Andrew. "Maksud kamu?" Laila sedikit meninggikan suaranya. "Mulai dari penggelapan uang sampe brankas dibuka. Coba siapa yang kepikiran dia bakal senekat itu?" "Terus semuanya sudah diproses?" "Aku mau nanya pendapat kamu, karna bagaimana pun kamu yang pegang kendali atas perusahaan itu.." "Ya sesuai dengan prosedur hukum saja Drew. Aku juga lagi urus semua surat perceraian dengannya..." Aku mengusap air mata yang menetes di pipinya. "Sejak kapan lo urus?" "Ya sejak di rumah sakit. Gue udah gak sanggup lagi pura-pura dalam permainan ini. Gue gak sanggup Drew...." Ungkapku. "Semua perempuan jika ada di posisi lo saat ini juga gak akan sanggup La. Tapi lo gak mau kuat buat sedikit lagi? Buat lo membuka semua yang terjadi? Buat lo
Keputusanku untuk memilih tinggal bersama orang tua bukan tanpa sebab. Aku hanya ingin melindungi mereka dari serangan yang tidak mungkin terduga untuk saat ini. Ya tanpa sadar saat ini aku sedang berhadapan bukan lagi dengan manusia yang punya hati, namun dengan seorang iblis. Tidak, tapi dua orang iblis yang menyatu untuk pembalasannya kepadaku.. Aku pun tidak tahu apa yang sedang mereka balaskan atau mereka cari dari kehidupanku. Cinta yang dulu begitu besar untuk Re sudah nyaris hancur tergantikan dengan amarah yang amat dalam. Rasa sayangku kepada Tika yang selama ini sudah ku anggap sebagai saudara sudah berganti dengan musuh. Bagaimana bisa waktu dengan cepat mengubah itu semua??Aku akan ikut dalam permainan mereka. Aku bukan pemeran pembantu yang bisa dengan mudah mereka singkirkan. Ku pastikan akulah pemain utama dalam skenario yang sudah mereka rencanakan. Aku tidak akan mudah nyerah untuk tahu semuanya, aku akan berjuang untuk membongkar apa yang mereka inginkan dariku."K
"Kita masuk sekarang aja?" Re bersiap mengenakan penutup wajah yang hanya terlihat mata dan mulutnya saja."Rehan lo awasi cctv disekitar rumah ini ya. Kalo ada yang datang langsung cepat kabarin kami..." Tika memperingatkan."Siap Bosss. Hati-hati ya.." Tika pun mengenakan pakaian tertutup agar wajah dan sidik jarinya tidak bisa dikenali apabila ada pemeriksaan polisi.Renald dan Tika keluar dari mobil dan berjalan pelan mendekati pekarangan rumahku yang benar saja tidak ada aktivitas dari dalam rumah ini."Bawa linggisnya kan?" Tika menegur pelan Re."Iya ini lo gak lihat?" Re menunjukkan genggaman tangannya yang tengah memegang sebuah tongkat besi dengan ukuran sedang dan diujungnya terdapat bidang runcing."Bobol sekarang!" Perintah Tika yang sudah menyentuh pintu utama."Jangan di pintu ini, masuk dari jendela samping aja bisa kan?" Re membuat suatu penawaran."Kenapa gak disini aja sih!" Tika kekeh dengan keinginannya."Gila aja ya lo, kalo ini kita langsung digebukin massa yan
"Kak, kenapaaa?" "Andrew Andrewww............" Aku meringis ketakutan kala melihat Andrew sudah tidak sadarkan diri."Kakak dimana? Ada suara sirine? Ada apa?" Pertanyaan bertubi-tubi ini menghantam fokusku."Kamu ke rumah sakit sekarang juga. Jangan sampai ada yang tahu..." Ucapku pelan.****"Kenapa Andrew bisa seperti ini?????" Tania sontak kaget melihat Andrew terbaring di kamar rumah sakit dengan balutan perban di lengannya."Gue gak apa-apa. Udah ah lo gak usah nangis La..." Senyuman manisnya mengarah kepadaku. Andrew ditengah kondisi sakitnya seperti ini masih bisa berkata baik-baik aja di depanku. Masih bisa ia tersenyum manis dihadapanku. Apakah itu tidak gila? "Jangan bilang gitu. Justru gue merasa sangat bersalah dengan lo Drew. Kenapa sih lo harus bela gue terus, kan lo jadi kayak gini....." Aku masih sesengukan menahan tangisku."Udah gak apa-apa. Yang penting kan sekarang gue sadar. Lo jelek tau kalo nangis gitu..." Lagi-lagi ia jail."Kak, kenapa?" Tania melemparkan