“Ari! Ini aku, Raksha!”
Seruan lirih Raksha dibalas Ari dengan tendangan cakarnya. Raksha reflek mengangkat lengan kanannya pendek untuk menangkis tendangan Ari, tetapi dia tidak mengira kalau Ari lanjut melontarkan tendangan berikutnya yang berhasil mendarat di dada Raksha sehingga dia terdorong semakin jauh.
“Yang Mulia Raksha!”
Siluman Srigala Gardapati dan Suja Sang Prajurit Arwah Elit keluar bersamaan dari balik bayangan Raksha. Keduanya menerjang Ari yang hendak melumat Raksha dengan kedua cakar di tangannya.
Gardapati menerkam kedua kaki Ari dengan taringnya, sedangkan di saat yang sama, Suja menahan tinju kanan Ari lalu mencekik lehernya. Kedua pengawal Raksha itu sontak mundur karena Ari masih memaksa merangsek masuk untuk menghajar Raksha.
“HAH!”
Ari menyeru keras seraya memutar tubuhnya kencang hingga Suja dan Gardapati ikut berputar lalu terpental, terlepas dari tubuh Ari. Walau kakinya robek d
“Percuma melawan, Raksha! Bergabunglah dengan Yaksha! Kita balas kezaliman Kanezka dengan darah!”Aryasatya menyeru sambil tersenyum remeh, menikmati kepayahan Raksha dan pasukannya yang habis dibantai secara perlahan oleh pasukan Yaksha-nya. Saat itu tatapannya tertuju pada Raksha yang masih di lindungi oleh ketiga pengawal arwahnya yang terkuat, yakni Suja, Gardapati, dan Asoka.Tiba-tiba aura ungu Kanuragan Ozora yang ada di sekitar tubuh Raksha menyeruak hebat hingga menyelimuti Raksha dan sebagian pasukannya. Beberapa saat setelah itu, Aryasatya tidak lagi melihat sosok Raksha di posisinya yang semula. Dia hanya melihat Suja, Gardapati, dan Asoka berlari ke arah yang berbeda melewati kerumunan prajurit arwah dan pasukan Yaksha yang tengah berseteru satu sama lain. Tetapi dari arah lari mereka yang perlahan menuju satu titik, Aryasatya tahu kalau tujuan mereka adalah dirinya.“Jadi itu trik murahanmu, bocah?! Menggelikan! Kau memalukan nama
“Uhh…”Raksha membuka matanya walau dunia yang dia lihat masih buram. Sejenak dia mengedip-ngedipkan matanya lalu mengatur napasnya, pandangannya menjadi jelas. Namun yang dia lihat hanyalah kegelapan yang tidak ada ujungnya.“Kakak!”Raksha terjembap kaget. Dia kenal suara yang memanggilnya. Baru saja dia membalikkan badan, sosok perempuan mungil memeluknya. Perempuan itu adalah adiknya, Ira.“Ira? Bagaimana bisa?” tanya Raksha kebingungan.“Kakak! Akhirnya kakak datang kesini! Kita bisa bermain lagi!” Ira melebarkan senyum polosnya.“Kamu kelihatan lelah, nak Ibu sudah siapkan makan.”“Raksha, istirahat dulu.”Suara ayah dan ibu Raksha mendadak terdengar disamping kiri dan kanan Raksha. Raksha tidak menyangka kalau kedua orang tuanya itu tengah berdiri dengan senyum hangat khas yang biasa menyambutnya setelah dia lelah bekerja.“Ayah&h
“Mata dibalas mata! Darah dibalas darah! Kanezka dan Kota Rasagama harus menerima ganjarannya!”“Bangkitlah Titisan Ashura! Bangkitlah Titisan Ashura! Bangkitlah Titisan Ashura!”Aryasatya menyeru penuh antusias menyambut kebangkitan Raksha yang telah menyatu dengan Kanuragan Yudha. Seluruh dukun yang ada di sekitarnya pun ikut menyeru dengan gegap gempita.Raksha bangkit perlahan. Tatapannya masih kosong.“Raksha Mavendra! Ini adalah momen bersejarah! Pendekar Sakra dan Yaksha bersatu! Kami Rajendra dengan senang hati menyambut kesatuan titisan Ashura!” Aryasatya masih antusias.Raksha mengerling ke arah Aryasatya. Namun belum mengatakan apapun.“Ayo, Raksha! Menyatulah denganku! Kita akan hancurkan Kerajaan Kanezka! Kita tunjukkan pada Nusantara kalau titisan Ashura-lah pahlawannya! Para pemuja dewa itu akan runtuh ditangan bumi pertiwi!” Aryasatya menjulurkan telapak
“Ah…!”Sena bangun dari mimpinya dengan tubuh penuh keringat. Wajahnya lembap karena air mata membasahi kedua pipinya. Dia melihat sekeliling, lalu tersadar kalau dia bukan lagi di dunia yang penuh kegelapan, tetapi dikamarnya sendiri.Walau kepalanya masih terasa pusing, Sena menyeka air mata sekilas lalu segera beranjak dari tempat tidurnya. Rambutnya masih berantakan, wajahnya masih sembab, para pembantunya memanggilnya karena cemas, tetapi dia tidak peduli. Dia terus berjalan cepat menuju kamar Raksha.“Raksha…?” Sena memanggilnya berkali-kali setelah dia mengetuk pintu sampai lima kali lebih tetapi tidak ada jawaban. Perlahan, dia membuka pintu kamar itu yang ternyata tidak terkunci.Dada Sena rasanya berdegup lebih cepat. Dia tidak melihat siapapun di kamar. Tempat tidurnya masih rapi dan jendela pun tertutup rapat. Tidak ada jejak secuil pun yang menunjukkan Raksha kabur dari kamarnya.“N-nona Sena
‘Jurus Penukar Jiwa’Seluruh raga Raksha sontak berpindah tempat, bertukar posisi dengan Asoka yang sudah ada di Benteng Bisma. Dia tiba di salah satu lantai puncak menara jaga di benteng tersebut. Sekilas dia melihat sekitar, terdapat tiga prajurit Kanezka yang tergeletak tewas dengan leher terkoyak didekatnya. Raksha tahu kalau mereka tewas diserang Asoka sebelumnya untuk memastikan keamanannya.Raksha kini mengalihkan perhatiannya ke luar menara. Dari sana dia bisa melihat tembok besar terbentang sepanjang hampir 2000 kaki membatasi area Kota Rasagama dari hutan terlarang Adwaya. Hutan itu jarang dijamah oleh orang-orang karena siapapun yang pergi kesana berakhir tewas atau hilang diserang siluman. Para siluman di hutan tersebut semakin liar semenjak Pendekar Dunia Arwah yang biasa memberikan persembahan kepada mereka tewas dibantai Pasukan Kanezka.Benteng Bisma yang dibangun Pasukan Kanezka terletak sekitar 5000 kaki di arah utara Kota Rasagama
“Jayendra?! Kau si bajingan Jayendra katamu?!” Lingga yang semula takut mendadak murka. Kemarahanya itu melebihi rasa takutnya sehingga semangat bertarungnya berkobar.“Dia Jayendra Mavendra? Kukira dia sudah mati….” Damar tidak percaya.Lingga mengepal tinjunya keras. Kematian adiknya, Suja Bhagawanta, di Desa Yada yang terbakar habis tanpa sebab itu membuat dia yakin kalau Jayendra-lah pelakunya karena adiknya itu sedang dalam misi pencarian Jayendra. Ini adalah kesempatan emas untuk membalas dendam.Lingga melesat tanpa peringatan. Tinju bajanya sudah siap melayang untuk melumat kepala Raksha.Raksha sadar akan ancaman musuhnya yang menghadang. Namun dia tidak memasang kuda-kuda ataupun bersiaga. Mendadak Suja muncul menyeruak dari balik bayangannya lalu menerjang maju menahan tinju Lingga.Lingga dan Suja beradu tinju sehingga Kanuragan Kshatriyas dan Kanuragan Ozora dari tinju mereka berkecamuk memercikkan kilata
“Kau gila kalau kau ingin aku membukakan pintu gerbang ini, Jayendra!” sentak Lingga.“Kukira itu memang rencanamu dan Damar dari awal, Lingga. Kau ingin memenuhi Rasagama dengan siluman sehingga Pasukan Kanezka dapat menguasainya kota ini tanpa campur tangan Raja Widyanata.” balas Raksha.Baik Lingga dan Damar tercekak. Bahkan pasukan Kanezka pun terdiam malu karena tuduhan Jayendra memang benar.“Kalian ingin menjadi pahlawan dengan menyingkirkan orang-orang tidak berdosa di Rasagama. Kalian melakukan itu semua di desa dan kota yang didiami Pendekar Dunia Arwah. Menipu semua orang dengan membuat kami seolah kami adalah penjahatanya dan kalian adalah pahlawannya. Cerita kalian basi dan penuh muslihat.” tegas Raksha“Jangan sok suci didepanku, pengkhianat! Kau juga yang telah menjebak Sang Pahlawan Abimanyu sehingga Nusantara menjadi kacau seperti ini. Kami ini mencoba membangun kembali kedamaian. Tahu apa kau ten
“Mampus!” Lingga mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melayangkan tinju pamungkasnya. Sasarannya adalah kepala Jayendra.Harapannya untuk melihat kepala Jayendra yang akan hancur, Damar yang akan kembali bebas, dan nama keluarganya yang akan kembali dielu-elukan santero Nusantara karena berhasil mengalahkan Jayendra sudah terpampang jelas di benaknya. Belum lagi hatinya yang kadung puas karena upayanya untuk membalaskan dendam atas kematian adiknya tinggal selangkah lagi. Seruan penuh semangat prajurit Kanezka yang semakin keras menyambut kemenangannya itu seolah membuat Benteng Bisma bergetar hebat untuk meneriakan kejayaannya.Tetapi semua gegap gempita itu berhenti ketika kedua kaki Lingga mati rasa. Lingga bahkan tidak bisa merasakan telapak kakinya menapak tanah. Belum selesai keheranannya, sekarang kedua tangannya yang berhenti bergerak. Dia tidak bisa merasakan apapun dari kedua lengannya, seolah-olah kedua tangannya itu sudah buntung, padahal masih