“Kau gila kalau kau ingin aku membukakan pintu gerbang ini, Jayendra!” sentak Lingga.
“Kukira itu memang rencanamu dan Damar dari awal, Lingga. Kau ingin memenuhi Rasagama dengan siluman sehingga Pasukan Kanezka dapat menguasainya kota ini tanpa campur tangan Raja Widyanata.” balas Raksha.
Baik Lingga dan Damar tercekak. Bahkan pasukan Kanezka pun terdiam malu karena tuduhan Jayendra memang benar.
“Kalian ingin menjadi pahlawan dengan menyingkirkan orang-orang tidak berdosa di Rasagama. Kalian melakukan itu semua di desa dan kota yang didiami Pendekar Dunia Arwah. Menipu semua orang dengan membuat kami seolah kami adalah penjahatanya dan kalian adalah pahlawannya. Cerita kalian basi dan penuh muslihat.” tegas Raksha
“Jangan sok suci didepanku, pengkhianat! Kau juga yang telah menjebak Sang Pahlawan Abimanyu sehingga Nusantara menjadi kacau seperti ini. Kami ini mencoba membangun kembali kedamaian. Tahu apa kau ten
“Mampus!” Lingga mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melayangkan tinju pamungkasnya. Sasarannya adalah kepala Jayendra.Harapannya untuk melihat kepala Jayendra yang akan hancur, Damar yang akan kembali bebas, dan nama keluarganya yang akan kembali dielu-elukan santero Nusantara karena berhasil mengalahkan Jayendra sudah terpampang jelas di benaknya. Belum lagi hatinya yang kadung puas karena upayanya untuk membalaskan dendam atas kematian adiknya tinggal selangkah lagi. Seruan penuh semangat prajurit Kanezka yang semakin keras menyambut kemenangannya itu seolah membuat Benteng Bisma bergetar hebat untuk meneriakan kejayaannya.Tetapi semua gegap gempita itu berhenti ketika kedua kaki Lingga mati rasa. Lingga bahkan tidak bisa merasakan telapak kakinya menapak tanah. Belum selesai keheranannya, sekarang kedua tangannya yang berhenti bergerak. Dia tidak bisa merasakan apapun dari kedua lengannya, seolah-olah kedua tangannya itu sudah buntung, padahal masih
‘Pasukan Kanezka tidak akan pernah rela atas keberadaan Pendekar Dunia Arwah sampai kami semua kembali terkubur di tanah.’Itulah pemikiran yang Raksha tanam dalam dirinya semenjak Aryasatya memperlihatkan tragedi kematian Pendekar Dunia Arwah dibawah jajahan Pasukan Kanezka. Memberikan mereka kesempatan kedua pada Pasukan Kanezka hanyalah kebodohan semata.Raksha sudah tahu semenjak Lingga meminta ampun pada dirinya, itu hanyalah kata-kata bualan semata. Karena itulah, dia bisa menduga Lingga yang menerjang ke arahnya sembari mengacungkan tombak ke arah kepalanya.Raksha reflek melangkah mundur satu kali sembari mengelak dari tombak yang hampir menghujam matanya. Walau dia berhasil menghindarinya, sebagian bilah tombak Lingga berhasil menyayat tengkorak yang melindungi kepalanya hingga tersayat dan retak. Namun itu tidak cukup kuat untuk menghentikan Raksha.Telapak tangan kiri Raksha sontak melesat menerkam wajah Lingga. Dia menguatkan cengk
“Guru Ragnala, para prajurit Kanezka itu berlari ketakutan. Apa yang terjadi?”Pertanyaan Yajna, sang murid, kala itu mewakili kecemasan rombongan Ragnala. Mereka bisa mendengar jeritan prajurit Kanezka, tebasan pasukan Arwah, dan raungan para Yaksha yang bergemuruh sekitar 300 kaki didepannya. Di luar itu semua, mereka juga mendengar lolongan yang menggaung ke seluruh area Benteng Bisma, yang mereka tahu kalau lolongan yang menggelegar macam itu berasal dari siluman hutan Adwaya.Sena yang melihat kekacauan di Benteng Bisma kala itu hanya bisa berharap kalau Raksha tidak bisa dibawa kesini oleh Lingga. Dari kejauhan, tidak hanya pasukan arwah dan Yaksha yang tengah menyerang prajurit Kanezka yang malang itu, tetapi juga para siluman beruang yang keluar dari hutan Adwaya.“Pintu gerbang Benteng Bisma sudah terbuka. Ini lebih parah dari yang kuduga. Semuanya! Kita harus bergerak cepat!” seru Ragnala keras membangkitkan kesiagaan pasu
“Yajna, Enda, Sena, dengarkan aku. Boneka dewa Atma ada disini. Itu satu-satunya kesempatan kita untuk memenangkan pertempuran ini.” bisik Ragnala. Tatapannya masih tertuju pada Jayendra, tetapi dia memberi isyarat sekitar 50 kaki di arah tenggara terdapat seorang prajurit bertudung yang berjalan ringkih menuju panggung.Prajurit bertudung itu bukanlah prajurit Kanezka, melainkan boneka dewa yang dimiliki keluarga bangsawan Atma. Boneka dewa sakti ini dapat meniru bentuk, rupa, dan kemampuan siapapun yang dia sentuh, kecuali pendekar dunia arwah. Ragnala tidak tahu kenapa boneka dewa Atma ada disini, tetapi dia dapat menggunakan itu untuk memenangkan pertempuran ini.Yajna, Enda, dan Sena kala itu mengerti maksud Ragnala. Mereka sengaja sunyi agar Jayendra tidak curiga dengan rencana mereka. Kalau Jayendra berhasil menghancurkan boneka dewa Atma, maka semua harapan akan pupus.“Sena, kau harapan kami. Amankan boneka dewa Atma sampai ke jasad Tu
“Yajna! Enda!” Ragnala tidak bisa menahan kecemasannya. Semangat juang dan kekuatannya berkurang drastis semenjak kedua muridnya jatuh tidak sadarkan diri ditumbangkan oleh Jayendra.“Kanuragan Wiratama memang mengerikan, tapi butuh banyak kekuatan untuk menstabilkannya. Kau terlalu meremehkanku karena hanya mengandalkan dua muridmu itu untuk membantumu.” Raksha menjelaskan kelemahan Ragnala. Anehnya, terlepas dari semakin lemahnya Ragnala, dia tidak merasakan adanya niatan Ragnala untuk menyerah.“Pe-pertarungan kita belum selesai, Jayendra…!” Ragnala terbatuk-batuk sambil memaksakan berdiri lalu mengarahkan golok emasnya yang kini memudar menjadi golok biasa.Raksha bisa saja mengakhiri pertarungan ini dengan mudah, tetapi dia merasakan ada yang janggal. Sepertinya masih ada yang Ragnala sembunyikan, pikirnya. Dia menahan diri sampai akhirnya dia sadar masih ada satu muridnya yang belum dia lihat semenjak dia bertarun
“Uhh…”Raksha mendadak limbung sambil memegangi kepalanya yang mendadak nyeri. Dia tahu ada yang sesuatu yang bergejolak didalam hatinya ketika dia melihat Sena. Dia tidak ingat siapa Sena, tetapi hati kecilnya kerapkali menyeru kalau Sena adalah orang yang penting baginya. Perasaannya menegur tanpa henti kalau dia akan menyesal kalau sampai melukai Sena.Siapa wanita itu?Sena?Siapa Sena?Kenapa wanita itu seolah sedang membantuku?Bukankah dia juga bagian dari Kanezka yang menzalimi titisan Ashura?Kenapa aku bersikap seperti ini?Semua pertanyaan itu berseliweran memenuhi pikiran Raksha sampai pusing dibuatnya. Dia tidak bisa fokus karena kepalanya terasa nyeri, seolah-olah kepalanya itu tengah dibelah dua secara paksa dari dalam.“Ini benar-benar bodoh! Kuatkan dirimu! Kau tahu kalau dendammu belum selesai!” Raksha menyentak dirinya keras untuk memaksakan diri menahan semua rasa perih
“Jangan....menyerah….ayo….bangun….”Sena komat-kamit menyemengati dirinya sambil mengatur napasnya yang masih berderu cepat. Kedua lututnya masih belum cukup kuat untuk beranjak dan lanjut bertarung. Semua otot di tubuhnya serasa sobek dan dadanya belum berhenti kembang kempis untuk meraup udara yang rasanya tidak pernah cukup. Dia tidak menyangka kalau Kanuragan Wiratama benar-benar menguras tenaga dalam waktu yang singkat.Golok biru yang ada di genggaman Sena perlahan berubah kembali menjadi keris pusaka suci Ragnala karena Kanuragan Wiratama yang menguatkannya kian habis. Tenaga Sena sekarang bahkan tidak cukup banyak untuk menggunakan Kanuragan Kshatriyans.Di tengah keterpurukannya, Sena mendengar suara langkah yang menghampiri. Tubuhnya gemetaran tegang karena yang mendekatinya itu adalah prajurit arwah elit, siluman harimau, dan siluman srigala, yang dia tidak tahu kalau mereka bertiga adalah Suja, Asoka, dan Gardapati. S
Kecemasan yang sempat berkemelut di hati Sena luruh setelah dia melihat pasukan Kanezka dan bantuan dari istana tiba ke arah Benteng Bisma untuk membantu siapapun yang masih bertahan hidup. Dia harap mereka bisa segera bergerak cepat untuk menyembuhkan Ragnala, Yajna, Enda, dan siapapun yang terluka parah disini, termasuk Lingga sekalipun.Sejenak Sena termenung. Dia mengingat lagi momen ketika dia bertarung melawan Jayendra Mavendra untuk pertama kalinya. Entah dia nekat atau sudah gila, dia tidak menyesali pilihannya untuk beradu silat melawan Jayendra dengan taruhan nyawa. Terlepas dari ketakutan yang menaungi jiwanya ketika dia bertarung melawan Jayendra, dia bisa merasakan kemarahan dan kebencian yang luar biasa besar dari tatapan dingin Jayendra.“Kesaktian dia memang luar biasa, Raksha…tapi…” ujar Sena sekonyong-konyong.“Hmm? Kenapa, Sena? Siapa yang kamu maksud?” tanya Raksha yang masih merangkul Sena. Dia tampak ke