Nadira begitu sangat gugup ketika dirinya berada di dalam kamar berdua dengan pria yang baru saja menjadi suaminya. "Dira mau buka ini." Nadira menunjuk mahkota di kepalanya.
Pria itu hanya sedikit menganggukkan kepalanya dengan mata yang terus menatap istrinya.
Nadira berjalan menuju meja rias dan duduk di depan cermin yang berukuran besar. Dilepaskannya riasan yang bertengger di atas kepalanya. Secara diam-diam ia memandang ke arah tempat tidur yang berada di belakangnya, dimana pria itu sedang duduk dengan melipatkan tangannya. Pria itu hanya diam memandang ke arahnya. "Sikap dia buat aku jadi panas dingin," ucap Nadira di dalam hatinya.
Baru saja pria itu bersikap begitu sangat manis, lembut dan hangat namun sekarang sikap pria itu terlihat begitu sangat dingin. "Apa dia kesambet atau jangan-jangan seperti ini wujud aslinya." Nadira merasa ngeri sendiri. "Dasar bunglon," omel Nadira di dalam
Arga memandang istrinya pria itu memeluk tubuh istrinya dan mencium kening istrinya cukup lama. Arga mencium pipi istrinya kiri dan kanan, hidung dagu dan juga bibir. Arga juga mencium bagian perut istrinya. "Maafin abang waktu itu, Abang benar-benar sangat hilang kendali. Jangan benci Abang."Nadira menganggukkan kepalanya. "Tapi jangan diulangi lagi ya," ucap Nadira."Ya tergantung," ucap Arga.Nadira mengerutkan keningnya. "Tergantung bagaimana?" tanya Nadira. Nadira masih belum memahami apa maksud dari ucapan suaminya."Bila tidak ingin pakai sistem paksa wajib secara ikhlas, terus jangan sampai Abang yang minta, wajib menyerahkan diri terlebih dahulu." pria itu berkata seenaknya."Maksudnya?" tanya Nadira.Arga tersenyum memandang istrinya, istri polosnya sudah pasti tidak terlalu memahami apa yang dikatakannya. "Satu, Adek ngga
"Tuan," sapa Bik Marni. Wanita itu terlihat begitu sangat terkejut ketika melihat tuan besarnya datang ke dapur malam-malam. Bik Marni mengingat, semua kebutuhan untuk Tuan besarnya sudah di siapkan di dalam kamar."Iya bik, saya minta air hangat yang suhunya 70 derajat Celcius, seperti tadi pagi." Pria itu datang ke dapur hanya memakai celana pendek dan baju kaos oblong."Baik Tuan," jawab Bik Marni dengan sangat cepat.Wanita itu menyiapkan air hangat sesuai dengan suhu yang diinginkan oleh Tuan besarnya. "Ini Tuhan," ucap Bik MarniArga sedikit tersenyum dan mengambil gelas yang diberikan oleh wanita tersebut.Bik Marni begitu sangat senang. Wajah wanita itu tersenyum dengan sangat lebar, Ini untuk pertama kalinya Bik Marni melihat senyum di wajah pria tampan yang sudah lama menjadi bosnya. Para pelayan yang ada di dapur itu hanya diam dengan menunduk
"Apa benar Nadira akan tinggal di sini pak?" Tanya Erna. Wanita itu memandang ke sekeliling kamar yang saat ini ditempatinya. Kamar ini berukuran sangat besar dan mewah. Erna bersama dengan suaminya, menepati satu kamar tamu yang berada di lantai satu."Kalau Arga suaminya Nadira sudah pasti dia akan tinggal di rumah ini." Ahmad menjawab ragu.Erna menganggukan kepalanya. "Kamar ini lebih besar daripada rumah kita ya pak. "Erna sedikit tersenyum dan kembali memandang ke sekeliling kamar."Orang kaya Memang suka seperti ini Bu. Buat rumah sebesar lapangan bola kaki. Dari ruang tamu ke dapur aja sudah capek," komentar Ahmad."Iya pak, kalau kita mungkin tanah sebesar ini bisa dapat puluhan rumah ya Pak. Kalau kita punya tanah sebesar ini terus dibuat rumah banyak-banyak enak sekali. Kita buat rumah sewa dan setiap bulan bisa dapat uang dari rumah sewa. Ibu gak jual goreng lagi pak.
Luna begitu sangat terkejut ketika tanpa sengaja dirinya menabrak tubuh tinggi milik putranya. Mulut wanita itu terbuka ketika memandang putranya tersebut."Mama biasa aja kenapa, jangan kaget seperti itu." Arga sedikit berbisik di telinga mamanya."Mama ini beneran terkejut." Luna memandang putranya dengan tidak percaya. Dipandangnya Arga dari atas hingga ke bawah."Biasa aja ma," Arga sedikit malu ketika melihat sikap Mamanya itu.Luna membandang Nadira yang sudah memakai mukena. "Nadira mau ke mana?" Tanya Luna."Dira mau ke kamar ayah dan ibu ma, tapi Dira gak tau yang mana kamarnya. Biasanya kalau di desa, Dira selalu shalat berjama
Sejak tadi Nadira menyadari bahwa tatapan mata mama mertua serta kedua orang tuanya, hanya tertuju ke arah perutnya. Dilihat seperti ini ini membuat Nadira begitu sangat canggung. Entah apa yang saat ini terlintas di benak kepala kedua orang tuanya dan juga mertuanya."Tadi katanya mau makan, kenapa Berger nya tidak dimakan Arga bertanya kepada istrinya.Nadira tersenyum dan menggigit burger berisi daging yang ada di piringnya."Dira boleh minta ganti." Nadira memandang wajah suaminya."Kenapa?' tanya Arga."Dira gak suka pakai mayones dan juga keju." Nadira menunjuk isi didalam rotinya. Entah mengapa rasa mayones dan juga keju sangat membuat perutnya terasa mual.Arga memanggil Bi Marni dengan sangat cepat wanita itu datang."Bik, Berger nya Tolong diganti jangan dikasih mayones dan juga keju. "Apa aja isinya sayang,"
Luna melepas tangannya dari rambut putranya. Wanita itu kembali duduk dengan gaya anggunnya. Matanya menatap putranya tersebut.Arga diam memandang mamanya. Ia menarik nafas dengan sangat panjang kemudian menghembuskannya, sebelum melanjutkan apa yang ingin disampaikan nya. "Setelah apa yang aku lakukan dengan Nadira, aku sibuk mengurus pernikahan aku dengan Lola. Aku tidak pernah menyangka bila perbuatan yang aku lakukan akan membuat Nadira hamil. Bila seandainya aku mengetahui Nadira hamil lebih dulu sebelum aku menikah dengan Lola, maka aku akan membatalkan pernikahan aku dengan Lola." Arga begitu sangat jujur saat berbicara dengan mamanya dan yang menjadi penyesalan baginya, karena dirinya baru mengetahui hal ini sekarang.Luna diam memandang putranya. "Mau sampai kapan kamu seperti ini?" tanya Luna.
Nadira duduk dengan menundukkan kepalanya. Ia menyadari bahwa kedua orang tuanya sedang menunggu penjelasan darinya."Adek, apa nggak mau jalan-jala" Nadira memandang adik laki-lakinya yang saat ini masih sedang memakan burger."Iya kak aku ingin jalan-jalan, lihat-lihat pekarangan rumah ini," ucap Fahri."Ya sudah, kalau gitu adek jalan-jalan. Ini burger nya dimakan nanti aja." Bujuk Nadiar."Aku sudah kenyang kak, apa boleh tidak aku habiskan." Fahri tersenyum. Iya sudah memakan 3 burger dan tidak sanggup untuk memakan satu burger lagi."Tadi katanya mau habiskan semua," Sindir Nadira."Aku kirain tadi, aku bakalan sanggup ngabisin semua burger nya, he...he...Tapi ternyata nggak, aku tidak mampu kak. Perut aku sudah sangat kenyang." Fahri akhirnya menyerahNadira tertawa mendengar ucapan adi
Arga menganggukkan kepalanya. "Ayah saat ini Ayah masih dalam tahap pengobatan. Jadi nanti saya akan membawa Ayah ke rumah sakit untuk melakukan check up dengan beberapa dokter terbaik di sini," jelas Arga. Pria itu sudah menyiapkan Rumah Sakit terbaik dan juga dokter-dokter terbaik yang akan menangani Ayah mertuanya."Gak usah nak, jangan buru-buru. Kalian itu pengantin baru, pasti butuh waktu banyak untuk berdua," ucap Ahmad yang tidak ingin merepotkan menantunya.Arga tersenyum mendengar ucapan mertuanya tersebut. "Saya juga ingin bawa Nadira kontrol ya. Ini ayah lihat aja, badannya kurus gini," kecap Arga. Pria itu memegang pergelangan tangan istrinya.Erna diam ketika mendengar ucapan Arga. Dipandanginya putrinya yang saat ini duduk berada di depannya. "Biasanya kalau wanita hamil badannya pasti akan mengalami kenaikan. Tapi Nadira sepertinya berat badannya tidak tidak bertambah." Komentar Erna.