BAGIAN 24
POV LIA
“Mama! Kenapa Mama bodoh sekali, sih? Bisa-bisanya Mama menjawab pertanyaan si Risti sembarangan! Astaga!” Aku memekik kesal. Menelepon Mama beberapa saat setelah Mas Bayu pergi membawa seonggok daging hidup tak berguna itu menuju RSJ.
“Lia sayang, maafkan Mama, Nak.” Suara Mama yang serak-parau seperti orang habis menangis itu membuatku malah bertambah jengkel. Apa-apaan Mama? Mau bersandiwara supaya aku tidak tega memarahinya? Jelas-jelas, karena ulah konyol Mama, hampir saja aku dipermalukan oleh madu tololku tersebut.
“Alah! Maaf-maaf! Mama udah bikin aku celaka! Bisa-bisanya Mama ngejawab hal yang ga sinkron. Aku kan, sebelum ke sini udah bilang kalau jamu itu buatan Mam
BAGIAN 25POV AUTHORPERNIKAHAN PETAKA Semenjak kehadiran Ina di rumah milik Anwar, sikap Bayu selaku anak tunggal hasil pernikahan si empunya rumah dengan mendiang istrinya terdahulu yang bernama Sartini, kini berubah drastis. Anak nakal yang hanya senang bermain dan mengganggu itu, sekarang telah sempurnah sikapnya. Bayu anteng. Lebih banyak belajar dan patuh perintah. Ina telah berhasil mengambil hatinya. Wanita yang tak terasa sudah sebulan lamanya bekerja sebagai baby sitter untuk bocah kelas enam SD itu pun langsung jadi kesayangan sang majikan. Dulu, Anwar kerap memanggil Khadijah untuk keperluan apa pun yang menyangkut masalah rumah. Sekarang, Inalah yang jadi primadona. Anwar hampir memanggilnya setiap menit apabila duda kaya itu sedang berada di rumah. Ada saja alasan yang membuat lelaki be
BAGIAN 26POV RISTI “Pasiennya akan kami dorong ke ruang perawatan, Pak.” Seseorang berucap dari arah depan bilik sana. Aku yang masih megap-megap dan sedikit terbatuk akibat cekikan Mas Bayu, memutuskan untuk menjalankan aksi selanjutnya. Tangan dan kakiku segera memberontak. Aku menjerit dengan suara yang parau. Berulang kali menolak untuk dibawa ke ruang perawatan, sesuai dengan permintaan si dokter tadi. “Lepas! Lepaskan aku!” kataku berontak. Kedua mataku tetapi masih tertutup rapat. “Apa-apaan, ini? Dokter! Kenapa istriku masih memberontak juga? Obat penen
BAGIAN 27 Suara derap langkah kemudian terdengar di telingaku. Seperti tergesa. Bunyi kenop pintu yang ditarik kencang pun beradu dengan derit engsel pintu yang kurang diminyaki. Brak! Kemudian bantingan daun pintu yang menggelegar sontak membuat dadaku bergidik kaget. Lelaki biadab itu sudah pergi, pikirku. Semoga dia mendapatkan bala di jalan sana, kalau perlu mati sekalian digilas mobil! “Astaga, bapak-bapak itu kenapa, sih?” Suara keluhan itu kuidentifikasi berasal dari perawat bernama Tito. “Tauk, tuh! Dari tadi di IGD lagaknya udah kaya yang punya rumah sakit,” timpal rekannya, Indra.&nb
BAGIAN 28POV AUTHORPERNIKAHAN PETAKA II “T-tapi, T-tuan ….” Suara Ina tercekat. Bulir air matanya hampir-hampir jatuh membasahi pipi. “Tapi kenapa?” Anwar bertanya sambil memicingkan mata. Lelaki matang itu lalu bangkit dari duduknya. Langkahnya semakin mendekat ke arah si pengasuh. Tanpa bisa Ina tolak, dua tangan berbulu milik pria berkulit gelap itu lalu hinggap di kedua bahu kurusnya. “Kamu tidak mau sama aku? Karena aku tua?” tanya Anwar dengan perasaan yang sedikit tersinggung. Ina menangis.
BAGIAN 29POV ANWARSESAL “Kurang ajar memang perempuan itu! Semakin tua bukannya semakin sadar diri. Selalu saja bertingkah yang tidak-tidak. Emosi aku!” Aku mengomel sepanjang perjalanan dari kamar ke ruang kerjaku yang letaknya hanya bersebelahan saja. Rasa kesal tiba-tiba saja semakin bertumpuk di ujung kepala. Kalau ingat dengan kebodohanku yang puluhan tahun lalu tersihir akan kecantikan Ina, rasanya menyesal luar biasa. Tolol sekali aku yang dulu. Bisa-bisanya mau menikahi perempuan tersebut hanya karena melihat casing luarnya saja. Kupikir, sikap menenangkannya itu awet sampai tua. Eh, lama kelamaan, sifat aslinya keluar juga. Kurang ajar! Aku membuka pintu ruang kerjaku dengan kasar dan membantingnya kencang-kencang. Sekarang, beban pikiranku jadi bertambah lagi. Tak hanya memiki
BAGIAN 30POV RISTI “Kamu orangnya terlalu panikan. Dengan menunjukkan sikap yang begitu, akan membuat orang-orang semakin yakin bahwa kamu memiliki gangguan mental,” ucapan dokter Savero terdengar lirih sekaligus dingin. Embusan napasnya yang terasa hangat di pipiku, sontak membuatku semakin gemetar. Kuberanikan diri untuk membuka mata. Kulihat, sebelah tangannya tengan membekap mulutku, lalu yang sebelahnya lagi memegang pipiku. Jadi, yang lembab dan sejuk itu adalah telapaknya? Aku mengangguk pelan dengan mata yang berkaca. Lelaki itu lalu melepaskan tangannya dari bibir dan pipiku. Dia kembali duduk dan menatapku dengan datar. Sementara aku, masih ketakutan luar biasa. “Jadi, kamu benar-
BAGIAN 31POV ANWARGILA “Apa? Ulangi kata-katamu! Kupingku tidak salah dengar?!” tanyaku ngotot. Hampir copot rasanya kedua bola matku saking melotot. Apa anaknya si Ina sudah gila? “Bercanda. Aku hanya bergurau. Kenapa Papa terlalu serius?” Jawaban Lia membuatku meradang. Apa dia pikir, lucu bercanda seperti itu? “Lucu bercandamu?” Aku masih juga belum bisa menghilangkan kesal. Bagiku, sekecil apa pun kesalahan Lia, akan menjadi sebuah bara yang mudah meledak dalam waktu singkat. Entah mengapa. Mungkin, sebab sejak dia lahir, aku tak merasakan sedikit pun ikatan cinta antara bapak pada anaknya. Bagiku semua hambar bila tentangnya. Sekuat apa pun aku berusaha untuk
BAGIAN 32POV RISTI “Bagaimana? Kamu tidak jadi ingin kubantu keluar dari sini?” tanya dokter Savero dengan suaranya yang berubah angkuh lagi. Cepat aku menggelengkan kepala. Perlahan kubuka mata dan kutatap dirinya yang sedang duduk sambil menatapku dingin. Aku pun langsung berkata, “Tidak. Aku tetap ingin keluar dari sini.” Dokter itu tersenyum. Dia lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel dari dalam sana. Lekas dia menempelkan ponsel tersebut ke telinga dan berujar, “Mbak Nia, dinas nggak?” Suara dokter Savero berubah manis kembali. Aku heran bukan main dibuatnya. Dokter ini mudah sekali b