Salma sudah tiba di kota kelahirannya. Ia sangat bersyukur karena bisa kembali ke rumah dengan kondisi sehat. Mengingat beberapa kali di Bali ia mengalami masalah kesehatan. Ia juga bersyukur karena bertemu dengan Rega yang sudah banyak membantunya.
Namun, kelegaan Salma tak berlangsung lama. Ia melongo saat tiba di rumah. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Ia pikir, di rumah tidak ada orang karena biasanya di jam ini, Amar sedang bekerja dan Ayu sedang kuliah.Bekas gelas dan juga piring kotor berceceran di meja ruang tamu. Sampah-sampah makanan juga turut mengotori lantai. Pintu depan terbuka lebar tapi tak ada suara siapapun di dalam.Hingga saat ia tiba di dapur, Salma merasa semakin kehilangan napas. Bekas piring kotor menumpuk di westafel. Bau menyengat seketika menusuk hidungnya. Bahan makanan mentah tergeletak begitu saja di meja dapur.Tapi, ia mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Ia pikir, itu suara Ayu yang sedang mAyu serasa dikuliti habis-habisan oleh Salma saat ini. Ia tak lagi bisa berkilah saat Salma menunjukkan layar ponsel miliknya yang menampilkam sosok Ayu dan Arjun di ruang tamu.Awalnya, mereka memang terlihat hanya berbincang sembari makan dan minum. Namun, lama kelamaan, tubuh Arjun mulai mendekati Ayu.Dalam sekali sentakan, tubuh Ayu sudah berada di atas pangkuan Arjun. Mereka pun memulai sesi panas dengan sebuau ciuman yang sangat terlihat jelas di rekaman CCTV yang sudah lama Salma pasang di beberapa titik rumahnya, termasuk ruang tamu.Karena selama ini tidak pernah ada hal-hal yang perlu untuk diselidiki, Salma jadi tidak pernah memantau CCTV yang langsung terhubung dengan ponselnya itu.Setelah sesi ciuman, tangan Arjun mulai merambah baju Ayu. Satu per satu pakaian Ayu dilucuti oleh lelaki muda itu. Dilemparkannya ke sembarang arah hingga Ayu terlihat protes dengan mendorong tubuh Arjun sedikit menjauh.CCTV itu hanya menan
Keringat dingin mulai bercucuran di dahi sempit Amar. Mely menatap Ayu dan Amar secara bergantian."Mar, apa maksud perempuan ini? Kamu selingkuh?""Heh! Kamu wanita hamil, ngapain sok akrab sama suamiku? Apa jangan-jangan, kamu juga dihamili sama dia, ya? Sama kaya aku?"Amar langsung membungkam mulut Ayu dan menyeretnya menjauh dari Mely yang melongo di tempatnya."Jangan dengerin dia, Mel. Ini salah paham," ucap Amar seraya menjauh dari Mely.Amar memaksa Ayu untuk masuk ke dalam lift. Di dalam lift, Ayu menggigit tangan Amar hingga laki-laki itu mengaduh dan melepaskan tangannya dari mulut Ayu."Kamu apa-apaan sih, Mas? Kalau aku kehabisan napas gimana? Sengaja kamu mau bunuh aku, terus nikahin perempuan itu?" sentak Ayu membuat Amar nyaris ingin memukul Ayu jika saja pintu lift tak buru-buru terbuka.Amar menyeret Ayu keluar dari gedung rumah sakit. Ayu meronta hingga orang-orang yang melihat mereka merasa was-was jika saja Amar akan melakukan hal buruk pada Ayu."Kamu gak usah ng
Saat ini, Amar sedang berada di dalam kamar Ayu. Tadi, setelah Salma mengatakan hal-hal yang nyaris membuat Amar curiga, Ayu langsung berpura-pura merasakan sakit pada perutnya.Salma hanya bisa tersenyum remeh melihat aksi adiknya itu. Saat Amar sigap membantu Ayu untuk masuk ke dalam kamar, sudah tak ada lagi rasa cemburu yang Salma rasakan."Usap terus, Mas. Ini mungkin anaknya ngambek gara-gara papanya curigaan terus sama mamanya," ucap Ayu sembari menggerakkan tangan Amar untuk terus mengusap perutnya."Bukan begitu, Ayu. Aku, kan juga lagi pusing dengan semuanya. Apalagi tadi kamu yang tiba-tiba marah-marah gak jelas sama Mely. Sampai sekarang aku masih kepikiran, gimana kalau Mely tahu bahwa aku selingkuh. Bisa gawat."Ayu menghentikan tangannya yang tadinya bergerak. Posisi tidurnya yang semula miring ke kiri, kini jadi terlentang menghadap ke arah Amar yang memang pahanya menjadi alas kepala Ayu."Gawat gimana, sih, Mas?""Kamu tahu, gak, di kantor tempat aku kerja itu ada atu
Ayu mengunci diri di dalam kamar setelah Amar menemukan tanda merah di lehernya tadi. Tanpa menjawab pertanyaan Amar, Ayu langsung lari dan mengunci pintu kamarnya. Tak peduli saat Amar terus saja berteriak dan memukul pintunya kuat-kuat.Ayu berterima kasih pada waktu yang sudah cukup siang. Sebab, akhirnya Amar pergi bekerja karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Jam kerja kantor akan dimulai pukul setengah delapan."Sial! Kenapa tadi gak gue pakein concelar, sih! Kalau gini, gue mesti jawab apa nanti? Emang dasar brengsek si Arjun. Ngasih cuma sejuta, mintanya yang ekstra plus-plus," gerutu Ayu.Tiba-tiba saja perut Ayu berbunyi. Memang, sejak semalam, Ayu belum mengisi perutnya sama sekali. Uang dari Arjun yang rencananya akan ia pakai untuk makan-makan di luar, nyatanya belum sempat ia gunakan.Ayu membuka pintu kamarnya secara perlahan. Mula-mula, ia hanya mengeluarkan kepalanya dari balik pintu. Melihat situasi di luar kamar yang ternyata begitu sepi.Salma memang sudah pergi
"Silakan masuk," ucap seorang wanita berumur empat puluhan yang tengah duduk di kursi kebesarannya sembari menanda tangani beberapa berkas di atas meja."Permisi, Bu Marwa." Muncul seorang perempuan hamil dari balik pintu dan setelah masuk ke dalam ruangan, wanita itu kembali menutup pintu."Oh, Bu Mely. Silakan duduk."Wanita bernama Marwa itu pun mempersilakan Mely untuk duduk. Ia juga menutup semua berkas-berkas yang tadi sedang ia tandatangani."Ada apa Bu Mely menghadap kepada saya? Apa ada masalah di divisi yang anda pimpin?"Wanita bernama Marwa itu sangatlah anggun dan tegas secara bersamaan. Pembawaannya yang tenang justru membuat semua orang semakin segan padanya."Tidak ada, Bu. Saya kemari hanya ingin menyampaikan sesuatu. Mungkin ini memang tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan. Tapi, saya rasa ini cukup penting untuk Bu Marwa ketahui. Bahwasanya, ada salah satu karyawan di perusahaan ini yang sudah memboh
Ayu mendudukkan diri pada sofa, lalu diikuti oleh bu Asih yang tampak terengah-engah karena emosi. Belum lagi tadi ia harus jalan kaki dari jalan besar setelah menaiki angkot, sebab ia tak lagi punya pegangan uang."Jangankan Ibu, aku aja cuma dikasih dua juta sama mas Amar, padahal biasanya empat juta.""Nah, itu kamu masih enak dikasih segitu. Bagi Ibu kenapa, Yu?""Enak aja! Kemarin Ibu juga udah ambil tabungan Ayu, ya, sampai Ayu harus rela jual-" ucapan Ayu terpotong saat ia menyadari sesuatu."Jual apa, Yu? Kamu habis jual apa?"Tiba-tiba Amar datang dari dalam. Ayu bersyukur dalam hati karena ia tak melanjutkan ucapannya tadi. Bisa perang dunia kalau sampai ia keceplosan sudah jual diri pada Arjun."Iya, Yu, jual apaan kamu?" tanya bu Asih yang juga ikut penasaran, sama seperti Amar."Jual apem, deh, kayanya," sahut Salma yang juga baru saja keluar dari dalam. Kini, Salma berjalan santai menuju kamar untuk mengamb
Kini, di rumah Salma hanya tersisa Ayu dan bu Asih. Amar sudah berangkat ke kantor dan Salma juga sudah berangkat ke salon karena ada sesuatu yang harus ia lakukan.Ayu menangis tersedu di dalam kamarnya dengan bu Asih yang mengusap-usap punggung anak satu-satunya itu."Tenang dong, Yu. Ibu yakin, Amar gak akan bisa berpaling dari kamu begitu saja. Amar itu udah cinta mati sama kamu," ucap bu Asih mencoba membuat Ayu berhenti menangis."Kalau cinta mati, harusnya dia tidak sampai mengangkat tangannya, Bu. Dia juga udah mulai pelit dan kurang perhatian sama aku. Gimana kalau aku diceraikan sama mas Amar?"Tatapan Ayu tampak sekali jika ia tengah takut dan cemas. Bagiamana tidak, ia takut jika kemarahan Amar membuat laki-laki itu berpikir pendek dan mungkin saja menceraikannya.Ayu belum siap menjanda, apalagi kini ia tengah berbadan dua."Tidak akan mungkin, Ayu. Di dalam perut kamu itu ada benih dia, calon anak yang sudah lama dinantikannya, mana mungkin dia tinggalkan begitu saja.""T
"Gimana, Yu, udah kamu kasih di depan pintu?" tanya bu Asih pada Ayu yang baru saja kembali dari dapur untuk mengembalikan botol minya goreng."Beres, Bu. Pokoknya rencana ini harus berhasil. Mbak Salma gak boleh melahirkan anaknya mas Amar atau aku bisa saja tersisihkan."Bu Asih mengangguk menyetujui. Kini, mereka hanya menunggu kepulangan Salma dari salon. Biasanya, ia pulang tak terlalu sore. Ayu dan ibunya pun memutuskan untuk menonton televisi bersama."Tapi, Yu, emang beneran yang di HP Salma tadi? Kamu ada main sama laki-laki lain?"Setelah sekian lama menahan rasa penasaran, akhirnya bu Asih menyanyakan hal itu juga pada Ayu."Mau gimana lagi, Bu. Aku butuh uang. Kan, waktu itu semua uangku udah Ibu ambil buat bayar utang. Aku niatnya cuma mau pinjem aja sama si Arjun, tapi dia bilang boleh gak dibalikin, bahkan dikasih bonus kalau aku mau melayani dia."Bu Asih sebenarnya tak habis pikir dengan anaknya itu. Tapi, diriny