Salma Yuniar tak pernah merasa sedikitpun curiga kepada adiknya, bahkan dia ikhlas membiarkan adiknya menumpang di rumahnya dengan sang suami. Namun, malam itu, Salma tak sengaja mendengar suara aneh dari kamar adiknya sendiri. Tak hanya itu, beberapa hari kemudian, dia mendapati adiknya juga hamil! Apa yang akan dia lakukan selanjutnya?
View More"Pokoknya aku gak mau tahu. Kamu cepetan datengin tuh, mbak Salma dan minta hak kamu dari sebagian mobil itu.""Iya, Yu. Sabar kenapa, sih. Sah cerai juga baru satu jam yang lalu, kamu udah mencak-mencak aja," jawab Amar kesal karena sedari keluar dari gedung pengadilan tadi, Ayu tak henti-hentinya mengoceh."Gimana gak mencak-mencak, kamu udah bohongin aku. Katanya kamu bakal dapat separuh dari semua harta punya mbak Salma. Tahunya cuma mobil, itupun harus dibagi dua. Kamu juga bikin aku malu di depan orang-orang waktu mbak Salma bilang kalau harta kamu yang ada di rumah itu cuma satu rak sepatu plastik." Ayu melengos lagi, kesal jika mengingat kejadian beberapa saat lalu di dalam persidangan."Ya mau gimana lagi, memang cuma itu yang aku beli dari uangku. Kan, kamu yang lebih banyak merasakan uang gajiku, bahkan orang tua dan adikku saja kalah denganmu.""Itu memang sudah kewajiban kamu ya, Mas. Berani nikahin ya harus mau nafkahin," sahut Ayu t
Bu Asih terus saja menggerutu meskipun bu Anis sudah pergi dari hadapannya. Tadinya, ia berpikir jika ia akan mendapatkan uang ratusan juta dari bu Anis dan masih bisa untuk memintanya lagi kemudian hari. Namun, kenyataan pahit justru ia dapat.Jangankan untuk memerasnya terus menerus, saat ini saja ia hanya mendapatkan secuil dari yang pernah ia bayangkan sebelumnya.Karena kesal, bu Asih memilih untuk pergi ke rumah Amar setelah tahu kini Ayu tinggal disana."Yu... Ayu!" teriak bu Asih saat melihat pintu depan rumah Amar terbuka. Tak lama kemudian, Ayu keluar dari kamar dan menyambut sang ibu."Kenapa sih, Bu, kok teriak-teriak?""Ibu tuh lagi kesel tahu, gak?""Ya mana aku tahu.""Ibu kesel sama ibu kandungnya Salma." Ucapan bu Asih membuat Ayu menatap ibunya heran."Ibu kandungnya mbak Salma? Ibu udah ketemu sama dia?""Iya. Rupanya dia sekarang udah jadi orang kaya. Dulu aja buat bayar biaya lahira
"Uhuhu... benar, kan, dugaanku. Kalau bos muda ini pasti lagi kasmaran. Gak biasa-biasanya lihat mukanya ceria begitu. Dan apa aku tadi gak salah dengar? Anak SMA? Wow! Seleramu bagus juga, pilih yang seger-seger."Haris menepuk bibir teman sekaligus bawahannya itu hingga membuat pekikan kecil dari mulut lelaki di depannya."Hati-hati kalau ngomong. Eh, tapi bener juga, sih ." Tawa menguar dari mulut keduanya."Semoga sukses, Bos. Aku udah bosen lihat kamu terus-terusan sedih kalau lagi keinget dia."Tawa yang semula terdengar renyah itu kini berangsur menghilang. Rio yang melihat perubahan pada wajah Haris pun merasa tak enak."Ngopi aja, yuk. Kali ini, biar karwayan ini yang traktir. Bos cukup pesan dan menikmatinya.""Gas lah!"Nadya sampai di depan rumah milik ibunya. Ia berdecak kesal karena Amar tak menutup pintu rumah mereka padahal di dalam terlihat sangat sepi."Kebiasaan banget gak pernah nutup pintu,"
Kali ini wajah Nadya terlihat sedikit lebih ceria ketika Haris mengantarnya pulang setelah puas berjalan-jalan. Nyatanya, tak sesuai yang ia katakan. Sebelumnya, Haris mengatakan hanya ingin membeli es krim, namun ternyata ia juga mengajak Nadya untuk menonton film di bioskop dan mengajaknya makan di restoran.Karena saat kedatangan Haris, Nadya baru saja selesai sarapan, ia menolak untuk memesan makanan. Nadya hanya memesan croissant untuk kudapan dan smoothies untuk minumannya."Makasih untuk traktirannya, Mas Haris," ucap Nadya menatap ke arah Haris. Baru beberapa saat yang lalu Nadya berani menatap mata elang Haris karena sejak tadi, Nadya selalu menghindar saat Haris menatapnya."Sama-sama. Aku juga seneng bisa menghabiskan waktu sama kamu. Ya sudah kalau begitu, aku harus buru-buru pergi, ada sedikit masalah di tempat kerja. Salam buat mbak Salma, ya."Nadya mengangguk. la tetap berdiri disana saat mobil Haris sudah menjauhi pekarangan rumah Salma.Entah kenapa Nadya merasa begi
Nadya tak membalas sapaan dari Haris. Ia lebih memilih untuk menyalami bu Anis. Nadya sedikit terkejut saat bu Anis memeluknya."Tolong maafkan anak saya jika ucapannya menyakiti hati kamu ya, Nak. Perempuan yang kemarin tak sengaja telinganya kena catokan di salon," ucap bu Anis.Bu Anis melepaskan pelukannya. Melihat wajah Nadya yang masih sedikit murung. Lingkaran hitam di bawah matanya dan juga mata yang sedikit sembab menandakan gadis itu masih suka menangis di malam hari."Seharusnya saya yang meminta maaf. Anak Ibu tidak salah jika dia marah-marah padaku, karena memang aku yang salah.""Jangan terlalu diambil hati ucapan kakakku, gadis kecil. Dia memang begitu, tapi sebenarnya hatinya baik, kok," sahut Haris yang mendapatkan tatapan heran dari sang mama."Jangan panggil aku gadis kecil, aku sudah dewasa meskipun tubuhku sedikit mungil," ucap Nadya yang mulai keluar sisi cerewet dalam dirinya.Salma mengulas senyum tipis. M
Perempuan bernama Maya dan adiknya yang bernama Haris itu kini telah sampai di sebuah restoran ternama. Kedatangan mereka telah dinantikan oleh kedua orang tua mereka meskipun salah satunya hanyalah orang tua sambung."Kenapa lama sekali? Dan kenapa wajah kamu begitu, May?" tanya bu Anis yang mendapati anak perempuannya datang dengan wajah masam.Maya menyibak rambut panjangnya yang tergerai, memperlihatkan daun telinga yang ditutupi perban kecil. Bu Anis langsung khawatir mendapati anaknya terluka."Astaghfirullah, kenapa itu?""Ini gara-gara anak trining, Ma. Tadi aku ke salon, eh gak tahunya si pemilik salon malah nyuruh anak trining buat ngehandel aku. Dan ini hasilnya, kuping aku kena catokan.""Tapi itu gak apa-apa, kan?" tanya bu Anis masih tampak khawatir."Gak apa-apa, Ma. Tadi cuma dikasih salep sama dokternya dan ditutup perban biar salepnya gak nempel di rambut." Bukan Maya yang menjawab, melainkan Haris.Har
"Hei, Mas! Kamu ngapain sih, disini?"Amar nyaris saja memukul Ayu karena sudah berhasil mengagetkannya."Kamu ngagetin aja! Hampir aja aku ketahuan."Amar menarik tangan Ayu menjauh dari restoran. la tak ingin Salma menyadari keberadaannya."Lagian, kamu ngapain nungging-nungging disitu ?""Aku mau cari bukti dan aku sudah mendapatkannya. Nih!" Amar menyodorkan ponsel jadul milik sang ibu kepada Ayu."Mbak Salma kenapa bisa sama dokter ganteng?" pekik Ayu terkejut. Ia memang belum tahu jika Salma dekat dengan Rega. Dokter ganteng yang sempat mencuri perhatiannya."Dokter ganteng, dokter ganteng. Gantengan juga aku."Ayu mencebikkan bibirnya. Memang, jika dilihat, Amar tak kalah tampan dari Rega. Tapi tentu saja Ayu tak hanya melihat rupa tapi juga harta."Ganteng kalau kere juga buat apa, Mas? Inget, ya, pokoknya setelah ini kamu harus cari kerja lagi. Yang gajinya gede pokoknya. Aku gak mau hidup
Rega dan Salma membiarkan Nadya untuk beristirahat. Mereka berdua kini sedang berbincang di teras rumah Salma."Kasihan Nadya. Satu-satunya keluarga yang dia punya sekarang hanyalah mas Amar. Tapi, melihat dia memperlakukan Nadya dengan kasar, aku merasa sangai jika harus menyerahkan Nadya kembali padanya ," ucap Salma merasa sedih."Laki-laki bernama Amar itu memang sudah tak waras mungkin. Sudah berselingkuh, berani menyakiti kamu, dan sekarang adiknya pun disakiti.""Itu semua sudah menjadi pilihannya. Dulu,pernikahan kami baik-baik saja. Dia adalah laki-laki penyayang. Tapi, semua berubah saat aku tahu dia bermain curang di belakangku dengan adikku sendiri. Dan dari kejadian itu pula aku baru mengetahui jika aku bukan saudara kandungnya. Ibu yang selama ini aku anggap ibu kandungku, ternyata bukan. Pasntas saja perlakuannya padaku dan jug adikku itu begitu berbeda." Salma menundukkan kepalanya. Memandangi kuku-kukunya yang telah dicat berwarn
Tanpa dipersilakan, Amar kemudian membuka pintu gerbang rumah Salma. Salma merasa sedikit was-was, namun tidak mencegah Amar untuk masuk semakin dalam ke halaman rumahnya. Ja ingin memberikan kesempatan bagi Amar jik ingin berbicara dengan sang adik.Kalaupun Nadya menolak untuk ikut bersama Amar, Salma tentu tak bisa memaksa. Dan jika Nadya memutuskan untuk kembali bersama Amar, Salma jug akan dengan senang hati melepasnya."Dimana dia?"Amar hendak menerobos masuk, tapi tanganSalma buru-buru mencegah tubuh Amar untuk terus melangkah."Tunggu disini saja, aku akan panggilkan."Di dalam, Salma mendapati Nadya hanya duduk di atas ranjang sembari memeluk lututnya. Sejak kemarin, anak itu hanya terus mengurung diri di kamar. Keluar hanya untuk membersihkan diri dan makan, lalu mencuci bekas piringnya sendiri."Nad, ada mas Amar di depan. Katanya mau ketemu kamu," ucap Salma hati-hati.Nadya mendongakkan kepalanya.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.