Ada rasa sesal yang di rasakan Tito terhadap Syifa, sebab. Usai mengatakan jika dirinya sayang kepada gadis itu, Syifa berubah diam. Ia tidak tau, Syifa diam karena tidak suka, atau bagaimana. "Fa," pria itu memegang pergelangan tangan Syifa, mencegah agar gadis itu tidak turun dari mobil. "Kenapa Mas?" tanya Syifa setenang mungkin. "Kamu kenapa? marah sama Mas? perkataan Mas tadi ada yang nyakitin hati kamu?" ujar Tito serius namun begitu lembut. Syifa mengedarkan pandangan kearah mana pun, saat ini ia sedang gugup. Apalagi Tito menatap wajahnya dengan intes. "Syifa_" panggil Tito dengan suara dalamnya. "Eh iya Mas, maaf aku jadi ngalamun." Tito menghela napas, menyandarkan tubuhnya di jok mobil, menatap kearah depan. "Kamu kepikiran soal omongan Mas, di kedai tadi? ehm." jeda sejenak. "Kalau iya, kamu nggak salah dengar kok. Mas memang sayang sama kamu, lebih dari seorang Kakak," mencoba menoleh, respon gadis itu tak banyak. Syifa masih bergeming menatap kedepan. "Mas juga n
Dafa menelusuri area di perumahan-nya, dia berharap bisa bertemu dengan pria yang membuat hidupnya tak tenang. Namun sudah berkeliling menggunakan mobil, ia tak menemukan apapun, suasana sepi, hanya ada beberapa warga yang lewat di sepanjang perumahan tersebut. "Apa dia sudah pergi ya?" monolog Dafa, ia menepikan mobilnya terlebih dahulu. Dafa sampai keluar dari mobil, ia bediri di badan mobil sambil melipat tangannya di dada, matanya pun awas memperhatikan sekitaran. Tak menemukan apa apa Dafa pun masuk kedalam mobil dan kembali ke rumahnya. Saat masuk, Ia di sambut oleh sang istri berwajah panik, Tentu hal itu membuatnya ikut panik. "Kenapa sayang?"Aya tak lantas menjawab, perempuan itu justru memeluk erat tubuh suaminya. Dafa bisa merasakan tubuh Aya bergetar hebat, tangan pun sangat terasa dingin. "Bu sebenarnya ada apa?" Bu Hasniah baru kembali dari halaman belakang, wajahnya pun tak kalah berbeda dari Aya. "Tadi ada orang di luar pagar, Ibu nggak tau siapa. orang itu mau
Asyik dengan ponselnya gadis berkuncir kuda, hampir saja tersungkur ke lantai, jika saja tidak ada seseorang yang menangkapnya. Syifa yang syok mencengkram kuat lengan kejar dan keras, milik seorang pria dengan wangi yang gadis itu kenal, mereka saling pandang, menyelami begitu dalam. Hingga suara berat dan dalam dari pria tersebut, menyadarkan Syifa. "Kalau jalan lihat-lihat," katanya sangat lembut di telinga Syifa. Ia buru buru menegakkan tubuhnya, tersenyum kamu, lantaran malu. "Hehe_ Maaf Mas," kikuknya."Kok minta maaf?" "Oh iya ya, ngapain minta maaf." Tito tak bisa menahan tawanya mendengar monolog dari gadis itu. "Harusnya makasih dong, ya." lanjut gadis itu tersenyum tipis. "Sama-sama, lain kali. Jangan main HP sambil jalan," pesan pria berkemeja hitam tersebut. Syifa mengangguk berulang kali, seperti boneka angguk. "Kemana Mas?" seketika Tito menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik badan menatap Syifa jail."Kekamar mandi, kenapa. mau ikut?" Syifa membulatkan ma
Entah bagaimana caranya, atau memang Rama cerdas. Saat ini pria itu, sedang duduk di balik kemudi mobil, menatap tajam kearah rumah Dafa, Rama berhasil membohongi, satpam penjaga komplek perumahan di tempat Dafa tinggal yang membuatnya berhasil masuk di kawasan tersebut,, dan tujuannya saat ini adalah, Membawa kabur Aya, dan dia tidak boleh gagal lagi hari ini.Melepas sabuk pengamannya ia berniat memasuki rumah itu, namun Rama menghentikan pergerakannya, saat melihat objek yang membuat hatinya panas. Di depan teras rumah Dafa, ia melihat wanita yang selama ini dia cari kini berdiri dengan wajah berseri, Hati Rama bergemuruh, ada sesuatu yang rasanya ingin meledak.Antara senang atau marah, karena Aya semakin cantik, tapi ada perasaan marah, melihat mereka begitu mesra, keduanya saling pandang penuh cinta. Aya juga terlihat mengalungkan kedua tangannya di leher pria itu, entah apa yang di bicara Dafa, namun mampu membuat Aya tertawa lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang Dafa.
"Eghm!" suara deheman dari arah belakang Tito membuat Tito dan Syifa yang masih saling pandang, terlonjak. sangking terkejutnya Syifa hampir saja terjatuh kebelakang, beruntung ada tangan kokoh melingkar di perutnya. Sehingga menyelamatkan Syifa dari rasa sakit. "Heh!? mulai berani pegang-pegang ya lo!" marah Dafa meskipun hanya pura-pura, saat Tito melingkarkan tangannya di perut Syifa. entah bagaimana bisa ada Dafa, padahal beberapa menit yang lalu pria itu masih berada di kamar bersama istrinya. Tapi sekarang malah sudah di sini, mengganggu adik dan sahabatnya. "Adik lo mau jatuh, masa iya gue biarin." jawab Tito tak kalah ngegas."Halah, modus kan lo?""Serah!" membantu Syifa berdiri, Tito mengamati keadaan gadis itu. "Kamu nggak apa-apa kan?" Syifa hanya menggeleng, ia masih malu dengan kejadian hari ini. habis mengutarakan perasaannya, malah kepergok kakaknya berduaan dengan jarak begitu dekat. Tito yang sadar masih ada Dafa di sana pun menoleh. "Ngapain lo di situ?" sar
Semenjak Tito tau jika Syifa juga memiliki perasaan yang sama, pria itu kini jauh lebih perhatian dengan Syifa, sekarang Tito lebih rajin antar jemput. Meskipun sebelum juga melakukan hal yang sama, tapi kali ini, ia tidak pernah absen sesibuk apapun Tito. Dia akan meluangkan waktunya untuk gadis itu. Padahal Syifa tidak pernah meminta untuk di antar jemput, gadis itu paham dan tau bagaimana sibuknya Tito. Belum lagi jika masalah Kakaknya tentang mantan suami dari Kakak iparnya itu datang, Tito ikut sibuk membantu. Ketampanan yang Tito miliki cukup membuat anak gadis di kampus Syifa menjerit histeris, bagaimana tidak. Dengan mobil mewah setelan jas, atau kadang kemeja yang di gulung sampai siku, sudah mampu membuat terpesona. Hal itu cukup mengganggu dan membuatnya kesal, alasan itu juga Syifa menyuruh Tito tetap di dalam mobil. Tapi sayangnya Tito tidak mengindahkan permintaan gadis itu, ia tetap keluar dengan kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya. Kekesalan Syifa kia
Perlakuan Tito terhadap Syifa semakin hari, semakin manis. Contohnya hari ini, ketika keduanya sedang berada di restoran usai dari kampus Syifa. Tito begitu perhatian, mulai menyuapi daging yang pria itu potongkan untuk Syifa, atau di saat ujung bibir gadis itu terdapat saos, maka dengan lembut ujung jari jempol pria itu mengusap sudut bibirnya lalu memasukkan ke dalam mulutnya sendiri. Bagaimana tidak menjerit dalam hati, Syifa begitu tersentuh dan senang semua yang di lakukan Tito untuk dirinya sangat membuatnya bahagia. "Mas," panggil Syifa di sela mereka menikmati makan siangnya. "Iya?""Boleh aku tanya sesuatu?""Boleh, tanya soal apa?"Syifa berdeham sejenak mengatur kata yang pas. "Kenapa Mas bisa suka sama aku sampai sayang, lebih dari seorang adik?" mengulas senyum Tito menaruh sendoknya terlebih dahulu sebelum menjawab. "Mas juga nggak tau, perasaan itu muncul gitu aja sejak pertama kali kita ketemu beberapa tahun yang lalu." aku pria itu, memandang Syifa teduh. Syifa y
Semenjak Bu Hasniah benar benar pulang kampung, Dafa merasa tidak tenang saat pergi ke resto meninggalkan istrinya di rumah. Meskipun sudah ada Mbo Darmi, tetap saja rasa khawatir jika Rama datang terus menghantuinya. Paling lama Dafa bertahan di resto hanya dua puluh menit, bahkan pernah hanya sampai lima menit, banyak karyawannya yang bertanya-tanya, kenapa bosnya itu tak pernah bisa satu hari full jika datang. Ingin bertanya tapi sadar diri, tidak boleh ikut campur urusan orang, apalagi ini adalah bos mereka, yang ada nanti menimbulkan masalah dan mereka bisa di pecat. Sudah bersyukur Dafa tidak pernah marah atau protes jika mereka melakukan kesalahan dalam bekerja, Dafa type kalem namun tegas jika bersama anak buahnya. "Assalamu'alaikum," salam Tito yang masuk begitu saja kerumah Dafa. "Wa'alaikumsalam, eh den Tito," jawab Mbo Darmi yang sibuk di dapur membuat sarapan. Tito jika berada di rumah Dafa sudah seperti berada di rumah sendiri, seperti saat ini pria itu mengambil