Entah bagaimana caranya, atau memang Rama cerdas. Saat ini pria itu, sedang duduk di balik kemudi mobil, menatap tajam kearah rumah Dafa, Rama berhasil membohongi, satpam penjaga komplek perumahan di tempat Dafa tinggal yang membuatnya berhasil masuk di kawasan tersebut,, dan tujuannya saat ini adalah, Membawa kabur Aya, dan dia tidak boleh gagal lagi hari ini.Melepas sabuk pengamannya ia berniat memasuki rumah itu, namun Rama menghentikan pergerakannya, saat melihat objek yang membuat hatinya panas. Di depan teras rumah Dafa, ia melihat wanita yang selama ini dia cari kini berdiri dengan wajah berseri, Hati Rama bergemuruh, ada sesuatu yang rasanya ingin meledak.Antara senang atau marah, karena Aya semakin cantik, tapi ada perasaan marah, melihat mereka begitu mesra, keduanya saling pandang penuh cinta. Aya juga terlihat mengalungkan kedua tangannya di leher pria itu, entah apa yang di bicara Dafa, namun mampu membuat Aya tertawa lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang Dafa.
"Eghm!" suara deheman dari arah belakang Tito membuat Tito dan Syifa yang masih saling pandang, terlonjak. sangking terkejutnya Syifa hampir saja terjatuh kebelakang, beruntung ada tangan kokoh melingkar di perutnya. Sehingga menyelamatkan Syifa dari rasa sakit. "Heh!? mulai berani pegang-pegang ya lo!" marah Dafa meskipun hanya pura-pura, saat Tito melingkarkan tangannya di perut Syifa. entah bagaimana bisa ada Dafa, padahal beberapa menit yang lalu pria itu masih berada di kamar bersama istrinya. Tapi sekarang malah sudah di sini, mengganggu adik dan sahabatnya. "Adik lo mau jatuh, masa iya gue biarin." jawab Tito tak kalah ngegas."Halah, modus kan lo?""Serah!" membantu Syifa berdiri, Tito mengamati keadaan gadis itu. "Kamu nggak apa-apa kan?" Syifa hanya menggeleng, ia masih malu dengan kejadian hari ini. habis mengutarakan perasaannya, malah kepergok kakaknya berduaan dengan jarak begitu dekat. Tito yang sadar masih ada Dafa di sana pun menoleh. "Ngapain lo di situ?" sar
Semenjak Tito tau jika Syifa juga memiliki perasaan yang sama, pria itu kini jauh lebih perhatian dengan Syifa, sekarang Tito lebih rajin antar jemput. Meskipun sebelum juga melakukan hal yang sama, tapi kali ini, ia tidak pernah absen sesibuk apapun Tito. Dia akan meluangkan waktunya untuk gadis itu. Padahal Syifa tidak pernah meminta untuk di antar jemput, gadis itu paham dan tau bagaimana sibuknya Tito. Belum lagi jika masalah Kakaknya tentang mantan suami dari Kakak iparnya itu datang, Tito ikut sibuk membantu. Ketampanan yang Tito miliki cukup membuat anak gadis di kampus Syifa menjerit histeris, bagaimana tidak. Dengan mobil mewah setelan jas, atau kadang kemeja yang di gulung sampai siku, sudah mampu membuat terpesona. Hal itu cukup mengganggu dan membuatnya kesal, alasan itu juga Syifa menyuruh Tito tetap di dalam mobil. Tapi sayangnya Tito tidak mengindahkan permintaan gadis itu, ia tetap keluar dengan kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya. Kekesalan Syifa kia
Perlakuan Tito terhadap Syifa semakin hari, semakin manis. Contohnya hari ini, ketika keduanya sedang berada di restoran usai dari kampus Syifa. Tito begitu perhatian, mulai menyuapi daging yang pria itu potongkan untuk Syifa, atau di saat ujung bibir gadis itu terdapat saos, maka dengan lembut ujung jari jempol pria itu mengusap sudut bibirnya lalu memasukkan ke dalam mulutnya sendiri. Bagaimana tidak menjerit dalam hati, Syifa begitu tersentuh dan senang semua yang di lakukan Tito untuk dirinya sangat membuatnya bahagia. "Mas," panggil Syifa di sela mereka menikmati makan siangnya. "Iya?""Boleh aku tanya sesuatu?""Boleh, tanya soal apa?"Syifa berdeham sejenak mengatur kata yang pas. "Kenapa Mas bisa suka sama aku sampai sayang, lebih dari seorang adik?" mengulas senyum Tito menaruh sendoknya terlebih dahulu sebelum menjawab. "Mas juga nggak tau, perasaan itu muncul gitu aja sejak pertama kali kita ketemu beberapa tahun yang lalu." aku pria itu, memandang Syifa teduh. Syifa y
Semenjak Bu Hasniah benar benar pulang kampung, Dafa merasa tidak tenang saat pergi ke resto meninggalkan istrinya di rumah. Meskipun sudah ada Mbo Darmi, tetap saja rasa khawatir jika Rama datang terus menghantuinya. Paling lama Dafa bertahan di resto hanya dua puluh menit, bahkan pernah hanya sampai lima menit, banyak karyawannya yang bertanya-tanya, kenapa bosnya itu tak pernah bisa satu hari full jika datang. Ingin bertanya tapi sadar diri, tidak boleh ikut campur urusan orang, apalagi ini adalah bos mereka, yang ada nanti menimbulkan masalah dan mereka bisa di pecat. Sudah bersyukur Dafa tidak pernah marah atau protes jika mereka melakukan kesalahan dalam bekerja, Dafa type kalem namun tegas jika bersama anak buahnya. "Assalamu'alaikum," salam Tito yang masuk begitu saja kerumah Dafa. "Wa'alaikumsalam, eh den Tito," jawab Mbo Darmi yang sibuk di dapur membuat sarapan. Tito jika berada di rumah Dafa sudah seperti berada di rumah sendiri, seperti saat ini pria itu mengambil
Dengan langkah besarnya Tito datang ke resto milik Dafa, tanpa mengetuk pria itu langsung masuk keruangan Dafa. "Astagfirullah_ Tito. Masuk salam dulu bisa kan." semprot Dafa yang kesal karena sahabatnya itu masuk begitu saja. "Nggak ada waktu buat basa-basi.""Astagfirullah, salam itu kewajiban woy, harus di lakukan." Menghela napas sejenak Tito berusaha sabar. "Bukan gitu maksud gue Dafa, ini ada yang lagi urgent. Lo ngerti nggak sih!" kini Tito yang marah marah. "Apaan?"Tito memberikan ponselnya pada Dafa, yang langsung di baca oleh pria itu. "Brengsek!" makian pun keluar dari mulut Dafa usai membaca pesan bernada ancaman. "Rama semakin di biarin semakin menjadi. Berani-beraninya dia ngancem adik gue!" desis Dafa marah. "Gue sudah nyuruh Ian untuk lacak nomer ini, setelah menemukan orangnya kita temui dia dan tanya keberadaan si brengsek Rama itu. Yang jelas saat ini, lo semakin waspada dan lindungi istri lo." ujar Tito panjang lebar. Dafa berdiri dari kursi. "Gue mau pulan
"Maaf ya, Mas nggak langsung ngater kamu pulang. Tunggu kamu tenang dulu baru nanti Mas anter, takutnya Dafa mikir yang Nggak-nggak sama Mas,""Ya Mas, nggak apa-apa kok aku ngerti," jawab Syifa yang menyusul Tito duduk di sofa. Tito memang sengaja mengajak Syifa ke kantornya terlebih dahulu sebelum mengantar gadis itu pulang. Dia tak ingin, Dafa berpikir negatif karena Syifa masih terlihat syok akibat kejadian tadi. "Kamu mau pesan apa? Minum atau makan? biar Mas pesan kan OB, Mas mau ada kerjaan soalnya.""Nggak usah, eh. Minum deh terserah," Tito terkekeh pelan mengusap kepala Syifa. "Oke, kalau gitu Mas kesitu dulu ya, kamu nggak usah takut. Mas nggak akan macam-macam. Kamu istirahat aja dulu di sini." pesan Tito sebelum akhirnya pria itu beranjak dan kini sudah duduk di kursi kebesarannya. Sebelum mengerjakan pekerjaannya, Tito menelpon OB untuk membelikan minuman dan beberapa cemilan. Dalam sekejap pria berkemeja biru dongker tersebut sudah sibuk. Syifa yang duduk anteng m
Derap suara langkah kaki menggema di koridor rumah sakit, dan orang itu adalah Tito bersama Syifa, keduanya kaget saat mendapat kabar dari Mbo Darmi kalau Ayana masuk ke rumah sakit. "Mas Dafa!" panggil Syifa saat tiba di hadapan Kakaknya itu. Hati Syifa mencelos melihat bagaimana rapuhnya sang Kakak, mata sebab oleh air mata, ada tatapan khawatir dan ketakutan yang gadis itu tangkap dari sorot mata Dafa. Tak pernah Syifa melihat kakaknya serapuh ini, tapi ia pernah mendengar dari Ibu Hasniah kalau dulu Dafa sangat terpuruk dan begitu rapuh ketika mereka kehilangan ibu kandungnya, bisa ia bayangkan bagaimana dulu Dafa. "Sebenarnya apa yang terjadi Daf?" tanya Tito mewakili Syifa yang juga ingin bertanya dengan hal yang sama. Dafa tak hanya menggeleng pelan, bibirnya bergetar. "Gue nggak tau, gue lihat Aya sudah jatuh di teras depan," jawab Dafa akhirnya meskipun pelan dan serak. "Mas sabar ya, kita berdoa aja semoga Mba Aya sama bayinya nggak kenapa-napa," ucap Syifa yang ikut d