Bab 36
***
Alice menghela napasnya saat mendengar ucapan Alex yang secara jelas hanya ingin menolaknya. Kekecewaan dan rasa sedih terpancar jelas di wajahnya yang beberapa menit yang lalu menampilkan keceriaan. Ia telah bersusah payah untuk membuat Alex menyukainya, tetapi hasilnya tetap saja nihil.
Sejenak Alex merasa kasihan. merasa sifatnya terlalu keras kepada Alice yang tetap ia tutupi dengan raut wajah datarnya.
Tetapi Alice bukanlah wanita yang lemah. Ia adalah wanita kuat yang tak akan mudah menyerah dengan semudah itu. walau ia juga merasakan sakit hati, tetapi menurutnya itu belum seberapa dan itu akan terbayar lunas jika ia berhasil mendapatkan Alex dan itu membuat senyum Alice kembali merekah bak bunga matahari dipagi hari.
"Emang kak Alex mau kemana? Aku tetap ikut yah!! Walau nggak keperusahaan nggak apa apa, asal bersama dengan Kak Alex aku selalu bahagia.
"Lagian aku lagi bosan, nggak ada teman. Boleh yah? Nggak b
Kebahagiaan tidak diukur dari seberapa kaya dirimu tetapi seberapa besar kau mensyukuri hidup.
Bab 37 **** Pertempuran itu akhirnya berakhir dengan Alex yang menjadi penengah keduanya dan tentu saja ia pula yang harus menghadapi amukan kedua gadis itu. Tampilan Alex terlihat sangat berantakan dengan rambut acak acakan dan beberapa ada yang rontok terlihat dari rambutnya yang menempel di pakaiannya. 'Lebih mudah untukku menghadapi 10 preman sekaligus daripada menghadapi 2 orang wanita yang sedang bertengkar.' batin Alex. Alice memandang tangannya yang sejak tadi digenggam oleh Alex, ada rasa bahagia dihatinya karena Alex menengahi pertengkarannya dengan Laura si nenek lampir walau rambutnya acak acakan tak apalah, kalau ia bisa merasakan perhatian Alex yang seperti ini padanya. Rambutnya bahkan lebih kusut dari sapu ijuk. "Makasih yah." Langkah Alex tiba-tiba terhenti ketika mendengar ucapan Alice ia memandang Alice yang tersenyum padanya. Kemudian dia langsung melepaskan tangannya yang memegang Alice.
Bab 38 **** "Ini semua salah kamu!" ucap Anesia dengan intonasi tinggi. Tatapan kemarahan dan bingung nampak dari wajah cantik itu, buliran bening yang mengalir diwajahnya sebagai pelengkapnya. "Apa yang harus aku lakukan? Hiks hiks hikss, pasti saat ini kak Felis sangat marah padaku. Ini semua salahmu David? Bicaralah!" Anesia mengcengkram kerah baju David yang sejak tadi hanya diam. "Apa yang loh lakuin! Emangnya gue harus ngelakuin apa!" David melepaskan cengkraman Anesia dengan kasar dan langsung mencengram dagu Anesia, "Jangan berani berani loh nyentuh gue, kalau gue nggak ngizinin loh. Loh itu bukan siapa-siapa gue." "Yahh, memang aku bukan siapa-siapa, lalu kenapa kau harus melibatkan aku dengan permasalahanmu hah! Jawab aku brengs*k." "Hahaha, permasalahan apa maksud loh? Ini semua kan karena loh sendiri, kenapa saat itu loh nggak langsung memberitahu semua kebenarannya, aku kan sudah menyuruhmu." "Jadi sekarang kau men
Bab 39 "Akhhhhh.... i hate you Anesia! damn it.. akhhh." Teriakan frustasi Laura terdengar menggema di dalam kamar mandi. Semua barang-barang yang ada di wastafel telah berantakan tak pada tempatnya lagi. Dilempar sana dan sini oleh Laura. Tangan Laura telah mencengkram rambutnya dengan kuat. Menariknya dan melampiaskan kekesalannya. "Aku akan membalasmu Anesia. Jangan pikir aku akan diam saja, lihat saja. David akan tetap menjadi milikku. Harta, jiwa dan raganya tak akan ada seorangpun yang dapat memilikinya selain aku." Laura terdiam dengan dada yang kembang kempis tak teratur. Terdengar samar kebisingan dari luar kamar mandi. Entah ada apa, namun itu dapat mengalihkan perhatian Laura yang sejak tadi diselimuti amarah. Ditambah lagi, sejak tadi ada yang terus mengetuk pintu itu, mungkin karena Laura terlalu lama didalam kamar mandi. "Akhh, sialan." Seketika senyum Laura terbit saat memandang kaca wastafel
Bab 40 ***** "Sebenarnya apa yang kau lakukan?" Anesia terduduk lesu sembari menundukkan kepalanya dan menumpahkan semua air mata. Kedua tangannya menutup wajah dan menyembunyikan air mata yang sudah luruh tak terbendung. "Kenapa kau membuat kakakku seperti itu? Mengapa kau makin merusak hubungan kami hikss hikss hikss, aku sungguh menyayanginya, selain Ibu, dialah salah satu yang paling aku sayangi." Anesia menengadahkan kepalanya menatap Netra kelam milik David. Seketika netra keduanya bertemu. David merasa ia telah berlebihan terhadap Anesia ketika melihat air mata itu dan rasa bersalah seketika hinggap walau hanya sedikit. "Ehmmm, memangnya apa yang saya lakuin, dia pantas menerima itu. Dia telah menginjak nginjak harga diri saya, bagaimana bisa saya biarin." "Harga diri?" Anesia langsung berhenti dari tangisnya dan mengusap air matanya dengan kasar. Ia langsung bangkit dari duduknya. "Ya. Bagaim
Bab 41 Setelah David meninggalkan perusahaan, Anesia juga melakukannya, ia sangat khawatir dengan kakaknya Felisia dan itu berakibat Alex harus kembali ke perusahaan untuk menghandle semuanya. Sesampainya ia di depan rumah. Raut khawatir semakin nampak jelas di wajahnya. Bagaimana tidak, Anesia mendengar suara Felisia yang terus berteriak dengan mengatakan ia sangat membenci Anesia. "Akhhh" "Aku membencimu Anesia." Tak ada tangis kepiluan yang terdengar, hanya amarah yang meledak ledak. Anesia melangkahkan kakinya, berjalan dengan perlahan, air mata mulai menetes di pelupuk matanya. 'Aku sangat bodoh, bagaimana bisa aku tidak berpikir sampai disini, lihatlah sekarang! Kak Felis harus menderita karenaku' batin Anesia menangis 'Kau bodoh! Sangat bodoh!" Retina Anesia memandang sekeliling dengan detail. setiap langkah yang diambil rasanya sangat menyayat, semua barang, dari ruang tamu sampai ke kamar telah hancur b
Bab 42 "Baik Tuan, aku akan membebaskannya." Sedikit saja Tuannya lambat, maka Felisia akan dihabisi oleh anak buahnya. "Brengs*k, lepasin gue, siapa yang nyuruh kalian! Apakah David yang nyuruh kalian? Jalang itu, pasti dia udah ngelaporin gue ke David. Ia kan? Jawab!!" Felisia terus saja berteriak. "Lepasin dia!" "Baik Tuan." "Kenapa, apa kalian takut membunuh gue? Dasar pengecut?" Setelah melepaskan Felisia, mereka langsung menghempaskannya tanpa mengantarnya untuk pulang. "Heyy, kemana kalian? Antar gue pulang brengsek, kalian yang bawa gue kemari, jadi kalian harus ngantar gue pulang." Tak ada yang menghiraukan ucapan Felisia. Mereka langsung pergi meninggalkan Felisia. "Ahhh, dasar bajingan, bangsat.aku akan balas dendam padamu Anesia.David Akan tetap menjadi milikku,"teriaknya. ***** Di Kediaman Edward Family. Alice terus saja monar mandir membuat Grandmanya merasa pusing.
Bab 43 David memandang Anesia dengan tatapan menyidik. Keningnya berkerut dan sebelah alisnya terangkat. "Apa kau bilang. Maksudmu merubahnya? Untukmu?" Seketika Anesia teringat dengan status barunya diperusahaan itu. Didepan umum ia akan menjadi pacar dari lelaki itu. Ia bisa memanfaatkan keadaan itu. "Ya, kau mau kan sayangg???" Anesia memasang wajah imut sambil mengedip ngedipkan matanya. David yang melihat menahan tawanya.rasanya sangat lucu, melihat orang yang selalu berseteru dengannya tiba tiba seperti itu. 'Ohh, kau memanfaatkan kedudukanku yah? Baiklah, ayo kita ikuti permainanmu,'batin David. "Hmm, gimana yah? Aku masih memikirkannya. Mungkin kau bisa memujiku atau menciumku gitu? Mungkin saja aku bisa berubah pikiran." Anesia yang mendengarnya, memelototkan matanya. 'Apa yang dikatakan lelaki gila ini, dasar tidak waras,' batin Anesia. Anesia langsung bergelayut manja pada David, bukan dengan maksud apapun, m
*Flashback "ia kak An, itu kak David. Lucu kan? Tapi sekarang senyum itu udah nggak ada lagi." Alice langsung menundukkan wajahnya merasa sangat sedih. Ia menceritakan semuanya. "Dulu, hidup kami penuh dengan kebahagiaan. walau sederhana, tapi kebahagiaan kami tidak kurang sedikitpun, Mom and Dad sangat menyayangi kami. "Dulu, kami tidak sekaya seperti saat ini!! Rumah kami hanya rumah papan dan bahkan, papannya sudah cenderung rusak dimakan rayap." Alice tertawa saat mengingatnya. "Tetapi, rasanya itu semua tidaklah penting, karena apa? Karena yang terpenting dan kebahagiaan utama kami hanyalah sebuah kasih sayang yang diberikan oleh Mom and Dad. Mereka sangat menyayangi kami. "Kami sangat bahagia, begitupun kak David, ia sangatlah manja dan ceria. Senyum manis selalu nampak di wajahnya, seperti di foto ini." Alice kembali melihat foto yang sempat mereka tertawakan beberapa menit yang lalu.