"Kamu nggak pake sepatu?" tanya Lidya yang kaget melihat sahabatnya itu berjalan tanpa mengenakan alas kaki setelah selesai bekerja. Suara hujan terdengar dengan keras di luar rumah sakit.
Sonya mendengus pelan, ia lupa mengambil kembali sepatunya saat tadi sudah meluapkan amarahnya pada Awan di kamar mandi dan ia tidak sudi untuk kembali lagi ke kamar mandi untuk mengambil sepatunya. Demi apa pun Sonya masih marah pada Awan hingga ia enggan untuk bertemu kembali dengan Awan. Gengsi.
"Nya ... kamu nggak pake sepatu? Kamu terakhir aku lihat pakai sepatu YSL kamu yang hitam, ke mana itu sepatu?" tanya Lidya yang tahu harga sepatu yang Sonya kenakan, sahabatnya ini paling anti mengenakan sepatu murah.
"Ilang," jawab Sonya singkat.
"Ngaco ... kok bisa? Itu mahal, loh." Lidya terceng
"Boba?" tanya Awan sembari mengangkat tangannya yang menjinjing plastik berisikan minuman kesukaan Sonya."Nggak ... nggak haus," jawab Sonya ketus sembari berbalik hendak meninggalkan Awan, matanya berusaha mencari Lidya yang sudah menghilang bersama Eka."Maap ....""Buat?""Semua kesalahan aku," jawab Awan."Buat apa? Minta maaf buat apa? Kalau minta maaf yang jelas. Kamu bukan anak TK yang bilang maaf tanpa tahu kesalahan," hardik Sonya seraya memutar tubuhnya kembali melihat Awan. "Demi Tuhan kamu itu udah gede, udah 28 tahun!?""Aku minta maap karena ninggalin kamu, aku minta maap karena nggak tegas dan terkesan plinplan sama keputusan aku." Awan yang sadar akan kesalahannya mulai menyebutkan kebodohannya pada Sonya. Perbuatan yang membuat Sonya marah dan sakit hati."Terus ....""Aku minta maaf karena aku nggak
"Udah maafan?" tanya Lidya yang tanpa sengaja bertemu dengan Sonya di lorong rumah sakit. "Bukan lebaran ngapain maaf-maafan?" tanya Sonya santai sambil menyedot minuman bobanya."Boba, senyum, sepatu dan menjawab dengan tenang. Oke ... fix kamu udah maafan," tebak Lidya sembari menunjuk gelas boba, senyuman di wajah Sonya dan sepatunya secara bergantian. "Belum ... aku belum maafin dia," ucap Sonya santai, memang tadi setelah berbincang dengan Awan, Sonya sekali lagi menegaskan kalau dia belum memaafkan Awan dan masih membutuhkan waktu untuk menerima kembali lelaki itu. "Tapi, kamu minum boba dari dia?" tanya Lidya yang bingung dengan jalan pikiran Sonya. Malu-malu tapi mau itulah Sonya, bilang benci tapi, cinta sudah menjadi sifat dasar Sonya yang tidak dapat dipungkiri lagi.Sonya mengangkat gelas bobanya dan tersenyum senang, "Aku haus, dan maaf aku nggak semurah boba, Lid," jawab Sonya sembari mengangkat kedua bahunya santai.
Kring ... kring ....Sonya mencoba mencari ponselnya yang terus berbunyi tanpa henti, Sonya kesal siapa yang terus menerus menchatnya? "Jam enam."Siapa yang terus menerus menchatnya jam enam subuh? Manusia macam apa yang berani menggangu jam tidurnya? Sumpah demi apa pun kalau bukan ada operasi CITO (sesegera mungkin) Sonya akan memaki-maki orang yang menggangu tidurnya itu.Sonya membuka aplikasi chat miliknya dan mendapati 30 chat dari Awan yang semuanya ucapan selamat pagi. Wajah Sonya yang cemberut berubah tersenyum manis saat membaca satu persatu chat Awan yang manis dan singkat. Hanya tulisan, selamat pagi, ayo bangun, jangan lupa makan, mandi dulu, beberapa stiker dan sebuah chat di akhir yang membuat Sonya dengan cepat beranjak dari ranjangnya.Tangannya mengambil kimono dan bergegas mengenakannya, dengan setengah berlari Sonya keluar dari kamar tidur dan berlari ke arah lantai satu dan menuju pintu keluar rumah. Ditengah perjalanan Sonya
Persidangan berjalan sangat alot, Sonya sampai sakit kepala saat mendengar perkataan Emir yang benar-benar memojokkan dirinya. Berkali-kali ia harus menahan diri untuk tidak memaki atau meloncat ke tempat Emir dan mencekik leher suaminya itu. Perkataan Emir benar-benar membuat dirinya sakit hati luar biasa, ia bahkan diucapkan tidak tau diuntung karena berselingkuh padahal Emir mau menerimanya dalam keadaan tanpa rahim. Sonya bersyukur Awan sudah mendengar masalah itu hingga lelaki itu tampak tenang duduk di belakang Sonya dan tersenyum. Emir pun tanpa malu menunjuk Awan sebagai orang yang menghancurkan rumah tangganya, mungkin ini salah Sonya karena mengizinkan Awan untuk ikut dan masuk ke ruang sidang tapi, yang membuat Sonya menahan senyumnya adalah betapa santainya Awan menghadapi Emir. Ia hanya tersenyum pada Emir dan tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga membuat Emir kesal bukan main. Sesekali Sonya merasakan tatapan penuh amarah dari mertuany
Sonya berjalan hilir mudik di hadapan Lidya membuat sahabatnya itu kesal bukan main, ditambah Sonya menggigiti kuku jempolnya hingga membuat Lidya makin gemas."Sonya, duduk astaga ... nggak bisa kamu duduk manis dan nggak bergerak gitu?" Lidya menepuk kursi di sampingnya berharap Sonya duduk di sana dan tidak membuat kepalanya pusing."Aku pusing aku kesel aku ... argh ... galau," ucap Sonya sembari menghempaskan bokongnya di sebelah Lidya. Seharian ini ia gundah karena mendapatkan sebuah kabar dari Wendy pengacaranya."Kenapa? Gugatan Emir di tolak dan bikin kamu harus kembali mengarungi bahtera rumah tangga sama dia?" tebak Lidya yang tahu kalau itu akan menjadi sebuah mimpi paling buruk bagi Sonya. "Nggak, gugatannya diterima apa lagi kemarin aku bawa masuk Awan ke ruang sidang. Seolah aku membawa bukti nyata kalau aku selingkuh dari Emir." Sonya melipat kedua tangannya di dada. "Sinting, yah. Kayanya cuman kamu di Indonesia yang da
Tuk .... Terdengar suara cangkir yang mengenai tatakan cangkir, Sonya berjuang untuk menjaga tata kramanya saat ini karena saat ini sedang minum teh bersama Kakek Awan, ternyata lelaki tua yang datang untuk menanyakan rumah miliknya itu adalah orang yang selalu Awan ceritakan pada dirinya. “Minum, Pak,” ucap Sonya kikuk sambil mengangkat cangkirnya dengan canggung, Sonya benar-benar tidak tahu harus bersikap seperti apa pada lelaki itu semuanya makin diperparah karena ia hanya mengenakan celana kain rumah biasa dan kaus oversize, sangat tidak sopan sama sekali. “Lah ... dari tadi saya minum, Sonya, kalau kebanyakan minum saya kembung,” kekeh Romli sembari menurunkan cangkirnya dan melihat pemandangan di luar rumah Sonya, menikmati hembusan angin yang membuat dirinya tenang. “Sonya,” panggil Romli pelan dan membuat Sonya menoleh pada dirinya. “Iya, kenapa? Bapak mau apa?” tanya Sonya masih dalam mode kikuk, Sonya benar-benar berjuang untuk tida
“Jadi dia jual rumahnya?” tanya Emir sembari tersenyum saat mendengarkan berita baru dari Nathan pengacaranya yang mengatakan kalau Sonya sudah menjual rumah miliknya dan akan membagi dua hasil penjualannya dengan Emir. “Betul Bu Sonya menjual rumahnya dan perhiasannya, dia akan membagi dua hasil penjualannya dan untuk mobil dan aset lainnya, Bu Sonya akan menyerahkannya tanpa menuntut apa pun juga,” terang Nathan sembari menyerahkan perjanjian baru ke pada Emir, meminta kliennya itu untuk menandatangani surat perjanjian yang baru untuk perceraiannya. “Tumben perempuan itu mau ngelakuin apa yang aku minta dan mau,” ucap Emir yang merasa sangat senang karena akhirnya ia mendapatkan apa yang ia inginkan, uang dan kebahagiaan melihat Sonya kehilangan rumah yang sangat ia sayangi. Nathan hanya bisa memberikan senyuman palsu saat mendengar perkataan Emir, karena jujur seandainya Nathan adalah seorang wanita yang menikah dengan lelaki seperti Emir, Nathan juga akan
"Kak ... Kakak yakin pacar Kakak itu bakal tanggung jawab atas bayi yang Kakak kandung?" tanya Lya yang menatap perut Miska yang sudah mulai terlihat seperti wanita hamil."Dia harus tanggung jawab, Kakak nggak bakal lepasin dia sampai kapan pun," ungkap Miska sembari memilih baju tidur yang cocok untuk bentuk tubuhnya saat ini yang sudah naik 7 kilo semenjak ia hamil."Tapi, Kak ... perut Kaka udah gede banget dan sampai detik ini pacar Kaka belum datang buat nemuin Mama sama Papa? Kak, Mama udah curiga karena Kaka selalu pakai baju kebesaran dan menolak untuk datang ke rumah." Lya mengingatkan Miska dengan situasi yang menurut Lya sudah sangat genting ini, ia tidak ingin Kakaknya di sia-siakan oleh kekasihnya yang sampai detik ini belum pernah Lya lihat batang hidungnya.Tangan Miska terhenti saat sedang memilih pakaian untuk ia kenakan, pikirannya melayang pada pertemuan terakhir dirinya dan Emir yang entah sudah bera