"Sonya ... Sonya ...," panggil Awan sembari mengejar Sonya yang sudah berlari lumayan jauh di depannya, Awan bahkan tidak habis pikir bagaimana caranya Sonya bisa berlari sekencang itu dengan menggunakan sepatu hak tinggi yang ia kenakan. "Tunggu."
"Apa?" tanya Sonya sembari menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya melewati bahu. "Apa, Wan? Aku buru-buru, kamu nggak denger tadi perawat bilang apa?" tanya Sonya kesal karena Awan menghambat dirinya untuk mendatangi ruangan Sekar."Aku denger, tapi ...." Awan mengangkat ponselnya, untuk menunjukkan chat dari Eka. "aku nggak bisa nemenin kamu, ada operasi sesar yang harus aku urus.""Eka mana? Bukannya sekarang jadwal Lidya? Kalau sekaranh jadwal Lidya, yah, Eka yang urus. Bukan kamu," ucap Sonya kesal bukan main, kenapa pula harus Awan yang melakukan tindakan, padahal jam kerja Awan sudah habis."Eka sakit, Sonya. Dia muntah-muntah karena salah makan," ungkap Awan."Sahabat kamu itu,“Saya mohon Sonya, saya mohon …,” isak Isan sembari bersimpuh di kaki Sonya. Meangis dan terisak akan nasibnya yang harus mengambil jalan segila ini. Merelakan istrinya untuk beristirahat dengan tenang dan damai, dengan resiko dirinya dihantui perasaan bersalah seumur hidupnya hingga ajal menjemput.“Pak, berdiri, Pak …,” pinta Sonya sembari menangis tersedu-sedu dan berjongkok berusaha mengangkat tubuh Isan yang lebih besar dari dirinya. “Berdiri, Pak … Sonya mohon.”“Saya … saya juga nggak mau kaya gini, tapi, tapi … saya nggak tega liat istri saya terbaring tak sadarkan diri dan dari hari ke hari bagian belakang tubuhnya makin banyak ruam karena terlalu lama berbaring …,” isak Isan sembari berdiri dan menangis sejadi-jadinya meluapkan semua kesedihan yang ia pendam, berharap setelah ini rasa sesaknya hilang dan rasa bersalahnya berkurang.“Pak ….”“Saya … saya, Dok.” Isan menunjuk dadanya dengan jemari yang bergetar hebat menahan emosinya, “saya yang lakuin itu se
"Emir ... Emir," panggil Parwati."Iya, Bu ... kenapa?" tanya Emir sembari mengalihkan pandangannya dari bertumpuk-tumpuk berkas dari proyeknya yang goal karena Miska mau melayani Freddy dan Tanu secara sekaligus. Bahkan, Tanu seperti ketagihan dengan layanan Miska, dan berharap bisa menggunakannya lagi."Kamu nggak jemput Sonya?" tanya Parwati penasaran, kenapa anaknya ini tidak menjemput istrinya padahal hari sudah menunjukkan pukul 21.00 malam. Parawati yang masih memegang adat timur yang sangat kental, merasa aneh bila ada istri yang tidak ada saat suaminya di rumah."Sonya?" tanya Emir sembari melirik jam dinding di sampingnya, untuk apa dia menjemput Sonya, seingatnya istrinya itu membawa mobil pribadi dan sudah biasa pulang malam bahkan subuh sendiri."Iya ... Sonya, kamu sangka siapa? Ingat Sonya itu istri kamu, Emir, harus kamu urus dengan benar." Parwati memperingatkan Emir. "Tapi, Sonya bawa kendaraan pribadi, Bu. Kalau aku je
Emir berjalan ke arah garasi mobilnya, dengan cepat ia membuka pintu rumahnya. Saat ia mendorong pagar rumahnya dia di kagetkan dengan sesosok wanita yang sedang berdiri di depannya."Miska!?" seru Emir kaget karena melihat Miska yang datang ke sana, sesuatu hal yang tidak Emir sangka sama sekali, untuk apa Miska ke sana."Emir ... Papa aku habis operasi," bisik Miska sembari melemparkan tubuhnya ke pelukkan Emir.Emir yang kaget hanya bisa mengangkat tangannya dan memaki kelakuan Miska yang tidak tahu situasi didalam hatinya, bagaiamana kalau Ibunya melihat dirinya sedang memeluk wanita lain, sedangkan baru beberapa menit yang lalu ia mendapatkan wejangan mengenai betapa pentingnya kesetiaan? Astaga ... bisa habis dia di maki nanti."Miska ... lepas, kalau dilihat Ibu aku gimana?" tanya Emir panik, sembari mendorong tubuh Miska menjauh dari tubuhnya."Emir ... aku hanya kangen sama kamu, kamu nggak kangen sama aku? Istri kamu juga nggak ada di rumah, kan?" tanya
"Aku nggak mau pulang?" ucap Sonya sambil melihat rumahnya dengan lesu."Mau ke mana jadinya?" Awan menghentikan motornya sembari mengusap kaki Sonya pelan. "Dingin kaki kamu, Sonya.""Iya, aku pakai rok ini, kena angin malam, yah, dingin, Wan," jawab Sonya sembari menyentuh punggung tangan Awan. "aku nggak mau pulang."Awan meraih tangan Sonya dan menggengam dan menarik ke arah bibirnya, "Masih sedih?" Awan mengecupi punggung tangan Sonya selembut mungkin.Sonya terisak pelan dan mengangguk, "Aku beneran nggak tau harus ngapain, Wan. Aku hampa ...."Awan terus mengecupi tangan Sonya, "Ada aku.""Aku nggak mau pulang, Wan," isak Sonya sembari membenturkan keningnya pelan ke punggung Awan, seketika itu juga wangi tubuh Awan menggelitik Sonya membuat Sonya merasa sedikit tenang. "Mau ke rumah aku?" tanya Awan sembari mengelus-elus punggung tangan Sonya pelan. "Kamu mau nginap di rumah?"Sonya menghela napas pelan
“Hah!? Maksudnya apa!?” seru Sonya yang kaget mendengar kalimat bernada tuduhan pada dirinya, siapa yang berani menuduhnya melonte? Siapa yang melonte? Otaknya masih waras dan harga dirinya yang tinggi tidak akan mungkin mengizinkan dirinya melakukan pekerjaan seperti itu.Seketika itu juga Sonya merasakan tubuhnya dibalik dan membuat dirinya menatap orang yang melontarkan kata-kata kasar tadi, siapa lagi kalau bukan suami sintingnya, Emir.“Kamu ngomong ngaco, yah!?” seru Sonya sembari mendorong dada Emir sekeras mungkin dengan tangannya yang sedang memegang gelas.“Ngaco? Aku ngaco kata kamu?” tanya Emir sembari merebut gelas Sonya dan melemparkannya sembarang hingga membuat suara gaduh dan pecahan kaca berserakkan ke mana-mana.“Emir!? Sinting kamu, maksud kamu apa lempar-lempar gelas, hah!? Mau bikin gaduh? Mau bikin ibu bangun?” tanya Sonya kaget, Sonya dengan cepat berjalan menjauh dari pecahan gelas yang sudah luluh lantah di lantai. Bahkan
Brak!?Tubuh Sonya bergetar saat merasakan pukulan yang Emir lakukan, suaminya itu memukul kasur sekeras mungkin membuat tubuh Sonya ngilu, sengilu perkataan Emir yang benar-benar membuat harga diri Sonya tergerus, serendah itukah dirinya di mata suaminya? Sampai ia harus menjajahkan dirinya? Apakah dia tidak boleh merasa dicintai hanya karena dirinya mandul? Apakah wanita mandul dilarang menerima cinta siapa pun juga dan pasrah dengan keadaan!? Lucu!? Ludruk suaminya ini!?“Ngelonte kamu bilang? Kamu nggak ngotak, aku nggak pernah ngelonte, harga diri aku masih tinggi dan masih ada laki-laki baik yang mau nerima aku, laki-laki yang selalu peluk aku saat aku berada di titik paling rendah, sedangkan lelaki yang seharusnya melakukan itu semua malah pergi entah ke mana!? Aku masih pantas untuk dicintai, Emir!?” sentak Sonya sembari terus menarik selimut dan menutupi dadanya yang terbuka.“Kamu harusnya bersyukur, aku masih mau jadi suami kamu, Sonya!? Kamu ha
"Aku ...." Emir menelan ludahnya sambil mengumpulkan keberanian yang ia miliki untuk mengungkapkan apa yang sebenrnya terjadi. Dia yakin bila dia beritahukan kebenarannya amarah Sonya akan meledak."Emir ... jawab, jawab pertanyaan aku," isak Sonya sembari menatap Emir, mencoba menyelami perasaan suaminya. Ia selalu penasaran dengan jalan pikiran suaminya itu, selalu tertutup bila Sonya menanyakan masalah Janu dan terkadang Sonya melihat kilatan penyesalan disorot mata Emir, setiap mereka membicarakan Janu."Sonya ...," bisik Emir sembari mengusap pipi Sonya pelan, pedih rasanya melihat sorot mata Sonya yang seperti saat ini. Sorot mata yang membuat Emir selalu merasa bersalah dan rendah diri, sebuah sorot mata yang membuat Emir diselimuti penyesalan. "Kasih tahu aku ....""Kalau aku kasih tahu kamu, aku yakin kamu nggak bakal maafin aku, Sonya." Emir merebahkan dadanya ke dada Sonya yang hangat. Astaga ... dia rindu kehangatan tubuh istrinya yang selalu ia dapatkan
“Maksud kamu apa?” tanya Emir kaget saat Sonya berteriak.Sonya berjongkok dan menutup kedua koper itu serapat mungkin. Dia sudah muak, dia benar-benar sudah tidak sanggup lagi berurusan dengan Emir, terserah Emir mau melakukan apa pun juga. Dia muak.“Sonya, kamu ngomong apa tadi? Maksud kamu apa?” tanya Emir sembari menahan tangan Sonya untuk mengangkat koper ukuran besar tersebut keluar dari ruangan baju. Sonya mengalihkan pandangannya dari koper ke arah Emir, “Maksud aku, kamu enyah dari sini!? Muak aku liat muka kamu, enyah!? Urus lonte kamu itu, urus si Miska sialan yang sedang hamil anak kamu!? Urus dia dan nggak usah urus aku, aku udah muak sama kelakuan kamu!?” Bagai petir disiang bolong Emir kaget dengan informasi yang Sonya berikan, “Maksudnya apa? Maksud kamu Miska hamil?” tanya Emir kaget.“Kuping kamu perlu diperiksa di THT atau gimana? Nggak paham bahasa Indonesia atau perlu aku pakai bahasa isyarat biar kamu paham aku ng