Aldo menghela nafas panjang setelah secara tidak sengaja mendengar obrolan sang papa dengan Om Yudha. Ia memilih menyingkir dari ballroom itu dan duduk di taman yang ada di depan hotel, duduk bersembunyi di sisi mobil-mobil yang terparkir di sana. Hatinya bergejolak luar biasa, apa yang harus dia lakukan? Apa yang sudah dia lakukan? Apakah semua yang ia lakukan itu benar? Apakah langkah yang Aldo ambil sudah betul?
Hari ini sang kakak akhirnya resmi melamar Arra, gadis yang dulu sempat Aldo cintai dan hendak Aldo miliki. Namun rupanya takdir tidak mengizinkan Aldo menyanding sosok itu. Takdir pula yang kemudian menyandingkan Arra dengan sang kakak.
Mereka cocok kok, dan Aldo sama sekali tidak keberatan karena kemudian cintanya berlabuh pada sosok Jocelyn yang sekarang sedang lanjut kuliah sastra di Singapura sana. Namun hari
“Mas, apa salah kalau aku suka sama kamu?” Adnan tertegun dengan apa yang sudah Amanda katakan barusan. Suka? Dia suka pada Adnan? Yang benar saja! Adnan tampak menghela nafas panjang, ia sedang berpikir bagaimana caranya bilang pada sosok itu bahwa Adnan tidak bisa membalas perasaan Amanda kepadanya. “Kamu serius?” Adnan menatap sosok itu yang tampak berharap-harap cemas dengan wajah pias. Amanda hanya mengangguk dan tersenyum, “ Sudah lama sih, aku kagum sama kamu, Mas.” Adnan kembali menghela nafas, “Tapi saya tidak bisa, Nda,” desis Adnan lirih. Tampak wajah itu berubah sedu, Adnan bisa melihat semua itu dari sorot matanya, dari bagaimana Amanda menat
Setelah sosok itu pergi, Adnan bergegas kembali merogoh ponsel yang ada di dalam saku jasnya, siapa lagi yang hendak ia hubungi kalau bukan sang isteri tercinta? Lama sekali panggilan itu terabai, hingga kemudian suara itu menyapa Adnan dengan begitu lembut."Halo, gimana, Sayang? Aku di kost Yanven ya ini."“Apa, jadi kamu ada di kost Yanven?” tanya Adnan terkejut ketika Redita mengatakan bahwa ia berada di kost lamanya itu.“Iya, pengen nginep di sini boleh kan, Mas?” tanya suara itu begitu manja.“Kalian mau ke pub lagi ya?” tuduh Adnan trauma dengan kejadian dulu, untung dia datang, kalau tidak ia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Redita yang tengah mabuk berat ma
“Aku tidak tahu pasti bagaimana rasanya berada di posisi kamu saat ini, Nan. Namun aku tahu pasti berat bagimu. Jangan khawatir, aku akan melakukan pendekatan dengan Edo guna membujuk dia perihal masalah ini."“Bapaknya sendiri saja ia bantah, apalagi kamu, Yud? Mereka mati-matian menolak Redita!” Adnan tersenyum kecut, nasibnya kenapa harus begini sih? Ia masih tidak habis pikir.“Kita mungkin tidak akan dia dengarkan, tapi Arra? Kau lupa sebagaimana bucin anakmu itu pada anakku?” Yudha tersenyum simpul, tentu Arra adalah senjata ampuh untuk meluluhkan Edo bukan?Wajah Adnan berubah cerah, kenapa tidak terpikirkan sejak dulu? Tentu ia tahu seberapa penting dan besar pengaruh Arra pada anaknya itu, dan itu tentu akan menguntungkan bagi Adna
Acara sudah usai, tinggal dua belah pihak keluarga yang masih berada di ballroom hotel berbintang itu. Adnan melirih arlodjinya, kemudian melangkah mendekati Edo.“Ayo pulang, Do! Belum kau nikahi jadi jangan macam-macam, oke?” gurau Adnan sambil menjewer telinga Edo yang nampak belum mau menjauh dari calon isterinya itu.Sontak gelak tawa riuh terdengar, mungkin inilah yang mungkin akan membuat Adnan kemudian akan dijatuhi gelar The Best Daddy in The World! Tidak peduli betapa keras Edo menentangnya, mematahkan harapannya untuk mempersunting Redita secara resmi, Adnan tidak pernah berubah pada sulungnya ini. Ia tetap biasa saja, seolah di antara mereka tidak terjadi perbedaan pendapat yang begitu ketara, semua mengalir seolah tidak terjadi apa-apa.“A
Waktu terus bergulir, malam makin memeluk sebagian penjuru bumi, sementara sebagian belahan yang lagi tengah bermandikan matahari. Redita sudah terbaring di kasur busa lantai milik Yanven, sudah terbungkus selimut bergambar bunga mawar yang begitu harum khas parfum laundry itu. Kesedihan dan keresahan Redita memang sudah berkurang, berbagi cerita dengan Yaven membuat dia bisa sedikit lega dan tidak merasa hanya seorang diri di dunia ini.Tapi ia masih punya satu masalah yang belum menemukan titik terang, masalah yang menganggu pikirannya sampai malam ini.“Loh, belum tidur, Re?” tanya Yanven yang terkejut mendapati Redita masih terjaga malam ini.Redita hanya menggeleng sambil tersenyum, membuat Yanven kemudian menyingkap selimutnya dan duduk bersandar di te
Beberapa minggu kemudian ....Redita tercengan luar biasa ketika mendapati dirinya lulus UKMPPD. Dia lulus! Dan dia dapat gelar dokternya! Air mata Redita menitik, ia tidak percaya bahwa akhirnya semua perjuangannya selama kurang lebih enam tahun ini membuahkan hasil. Ia terisak karena bahagia, namun ada sesuatu yang kemudian menusuk hatinya dengan luar biasa pedih, setelah ini ia akan di ambil sumpah jabatannya bukan? Dan itu artinya pagi hari setelah prosesi sakral itu dilakukan, ia sudah harus pergi dari sini, dari hidup sosok Adnan Sanjaya.Redita menyusut air matanya, bagaimana pun janji adalah janji bukan? Ia melirik cincin yang melingkar di jarinya itu, nampaknya keberadaan cincin itu tidak lama lagi, sebentar lagi ia harus melepaskan cincin itu dan meninggalkannya bersama laki-laki yang memberikan cincin itu kepadany
“Soal papa?” Edo mengerutkan keningnya, raut wajahnya berubah serius, ia kemudian menarik sang adik duduk di kursi yang ada di dekat IGD, kursi yang masih kosong tentunya untuk menjaga privasi mereka bicara. “Iya, soal papa, Kak. Kakak masih bersikeras menolak apa yang sudah menjadi pilihan papa?” tanya Aldo sambil menoleh menatap sang kakak yang duduk di sebelahnya itu. Sebuah obrolan yang Aldo yakin akan mematik emosi dari sosok kakaknya ini. Namun untuk kali ini saja, Aldo harap Edo bisa mengerti dan mau diajak bicara baik-baik. Edo tampak menghela nafas kasar, ia melirik sang adik dan kemudian memijit keningnya dengan kesal. “Beri kakak satu alasan kenapa kakak harus menerima apa yang sudah menjadi pilihan
“Bukan! Please jangan negatif thingking dulu, Kak. Tidak seperti itu!” tukas Aldo gemas, orang satu ini bisa nggak sih kalau nggak negative thingking sama orang?“Lantas? Kenapa dia mau meninggalkan papa?” tantang Edo emosi.“Aku yang minta, aku yang suruh dia pergi!” guman Aldo lirih, ia menundukkan wajahnya.“Apa? Tunggu!” Edo membetulkan posisi duduknya lalu menatap Aldo dengan serius, “Kamu yang minta dia pergi, lantas kenapa sekarang kamu bujuk kakak untuk menyetujui hubungan papa dengan dia, Al? Kakak tidak mengerti, Al!” guman Edo sambil memijit pelipisnya.“Awalnya aku juga sependapat dengan kamu, Kak. Aku temui dia beberapa bulan yang lalu, aku bicara baik-baik padanya, meminta dia pergi dari hidup papa,” Aldo menatap lurus ke depan, menatap parkiran yang tampak lenggang itu.“Dia bilang apa?” cecar Edo yang begitu penasaran.“Dia awalnya menol