Siang ini, Jingga sudah tiba di depan gedung Hankaara Grup tempat Badai bekerja. Jingga yang datang menggunakan ojek online itu membuat sekuriti yang bertugas tidak menyadari kedatangannya. Bukan tanpa alasan Jingga menggunakan jasa ojek online ini, namun karena mobilnya mogok di tengah jalan dan sekarang supirnya tengah berada di bengkel untuk memperbaikinya.
Tak ingin membuat mubadzir makanannya, Jingga kemudian berinisiatif untuk pergi ke kantor Badai dengan menggunakan jasa ojek online. Meskipun supirnya sempat memprotes namun Jingga berhasil meyakinkannya jika dia akan baik-baik saja dalam perjalanan nanti.
Sesampainya di kantor, Jingga langsung berjalan masuk menggunakan rute pribadi yang sudah diberitahukan suaminya pada Jingga beberapa waktu lalu. Koridor sangat sepi dan lengang di jam istirahat, namun beberapa staff perusahaan yang berpapasan dengan Jingga dengan sopan menyapanya.
"Hai, lama tak jumpa kudengar kau keguguran lagi ya." ucap
Duch yaaa, pelakor jaman now super nekad!
Sudah pukul dua malam, namun Jingga belum juga pulang. Badai menjadi semakin cemas, dia mulai mencari lokasi terakhir GPS isterinya menyala. "87 Night Club?" ucap Badai sangat terkejut melihat lokasi terakhir Jingga adalah di sebuah klub malam. Dengan cepat, Badai melajukan Ferrarri merahnya membelah jalanan kota yang lengang di malam selarut ini menuju 87 Night Club. Sesampainya disana, Badai mencari kesana kemari Jingga yang belum juga ditemukannya. hingga di sudut yang berada paling dalam matanya menangkap bayangan seorang wanita yang sangat mirip dengan Jingga tengah di tarik paksa oleh dua pria hidung belang. "Lepaskan dia!" teriak Badai sangat lantang kepada dua pria brewokan di depannya. "Pulanglah Tuan Muda, pria sepertimu tak akan menyentuh wanita pemabuk seperti dia. Biar kami menggilirnya malam ini." ucap salah seorang pria itu sambil terus menyeret Jingga menuju sofa. 'bukkk' 'bukk' 'bukk' Dalam tiga
"Nyonya, minumlah." ucap Leta sambil meletakkan secangkir teh kepada Jingga. Mata Jingga menatap nanar, hatinya menjerit sangat kencang sementara sekujur tubuhnya hanya diam tak bisa berbuat apa-apa. "Bibi Leta, seingatku kaulah yang membawaku kerumah ini pertama kali bukan? Adakah yang belum kuketahui mengenai suamiku Bi?" tanya Jingga dengan suara terisak. Leta hanya diam, dia tak bisa mengatakan aib Tuannya sendiri, meski jauh dalam lubuk hatinya dia sangat mengutuk wanita itu yang kini menggerus kembali kebahagiaan majikannya itu. "Ahh, yaa kau tak akan membuka mulutmu padaku." ucap Jingga sambil berjalan terhuyung-huyung menuju kamarnya. Hingga pagi menjelang, Badai tak juga pulang. Jingga tak lagi bertanya, sudah sangat jelas jika suaminya pasti kelelahan dan nyenyak di ranjang tetangganya itu. Pukul delapan pagi, Badai akhirnya muncul dengan kondisi sudah sangat rapih berpakaian lengkap sangat siap untuk bekerja. "
Hening dan sangat sunyi, tak ada obrolan apapun di sepanjang perjalanan. Badai sendiri dilanda terjangan muson di jiwanya sementara Jingga sudah berada dalam level kepasrahannya. Tiga jam perjalanan menuju rumah ditempuh sangat lama, seolah waktu enggan berputar dengan cepat. Badai sesekali melirik Jingga yang duudk disebelahnya dengan melemparkan pandangan ke luar jendela. "Jingga, bisakah kita membicarakannya?" tanya Badai sangat lembut sambil menggenggam tangan isterinya itu. Jingga tak menolak namun juga tak mengiyakan, wanita itu hanya diam. "Tammi, dia adalah...." ucap Badai tak mampu menyelesaikan kalimatnya. "Berhenti mengatakannya mas, aku tak perlu mengetahuinya. Anggap saja aku maish tak mengetahui apapun supaya kau tenang dan bisa tetap nyaman menyelimutinya." ucap Jingga tanpa menatap suaminya sedikitpun. 'gepp' Badai semakin mengeratkan genggamannya, pria ini tak menyangka jika saat isterinya mengetahui perselingk
Jingga benar-benar memilih diam di dalam kamarnya, menyalakan musik sangat kencang dan juga duduk manis di depan laptop tua kesayangannya. Jemari Jingga dengan lincah menari diantara keyboard dna mulai berselancar mencari lowongan kerja melalu situs situs resmi. Dengan status pernikahannya saat ini, Jingga tahu tak akan mudah menemukan pekerjaan untuknya, karena semua perusahaan yang menyeleksi pasti akan mempertimbangannya dengan seksama. Dari yang terdengar olehnya, hari ini adalah hari pernikahan Badai dengan Tammi. Bertempat di kediaman orang tua Tammi, Badai melangsungkan pernikahannya. Semua penghuni rumah ikut ke sana menjadi pendamping Badai kecuali Bibi Leta. Pelayan senior itu memilih diam menemani Jingga di rumah. Meskipun Jingga sebenarnya tak akan mempersoalkannya, namun bagi Leta Nyonya Badai hanya akan ada satu yaitu Jingga. "Yaa ampun, bisa-bisanya aku tidur disaat begini." gumam Jingga saat menyadari jika dirinya terlelap di m
Pagi pagi sekali, Jingga sudah keluar dari rumahnya. Wanita itu telah mengenakan seragam putih hitam yang diwajibkan untuk dipakai dalam seleksi tahap kedua ini. Masih pukul tujuh pagi, Jingga sudah berada di kantor HG Group. Jadwal seleksi pukul 07.30 namun Jingga tak ingin terlambat sehingga dia benar benar mengakomodir waktunya dengan sangat baik supaya bisa sampai sebelum waktu seleksi. Disebuah aula besar, aula yang sangat rapih dan bersih, sekitar empat puluh calon karyawan dan karyawati HG Group ini akan diseleksi dengan ketat dan hanya akan menyisakkan sepuluh orang saja yang diterima disini. Jingga merasa semakin rendah diri, ketika melihat banyak wajah belia yang ikut dalam seleksi ini. Namun, tekad Jingga untuk bisa mandiri membuat wanita itu bersikeras mengikuti test dengan baik. Dua jam berlangsung dengan sangat cepat, tepat pukul 09.30 seleksi berakhir dan kini Jingga hanya harus menunggu hasil penilaian akhir saja. Disaat
"Apa kalian baik-baik saja?" tanya Hadi dengan suara lirih bertanya kepada menantunya yang kini terdiam didepannya. "Iyaa pak, kami baik-baik saja." ucap Badai tak mampu menjelaskan apapun didepan bapak mertuanya ini. "Jingga tak pernah kesini lagi sejak terakhir kali dia datang hanya sendirian. Bapak menyuruhnya pulang lagi malam itu." ucap Hadi menuturkan. Pria paruh baya ini melihat ada gejolak besar dalam rumah tangga puterinya, namun Hadi tak akan mencampurinya sebelum keduanya membuka diri dan mengatakan secara langsung masalahnya kepada Hadi. "Baiklah Pak, saya pamit. Mungkin Jingga sudah dirumah, bisa saja kami papasan saat dijalan kan." ucap Badai mendadak sangat gugup. Pria ini kemudian berjalan ke pintu, namun disana ibu mertuanya tengah menatap dengan sangat heran dan penuh tanda tanya. "Siapa disana? Wanita hamil tua yang duduk di mobilmu?" ucap ibunda Jingga kepada Badai. 'glegk' Seketika Badai menelan sal
"Jingga, ini adalah bagian pekerjaanmu. Setiap hari, kau bertanggung jawab untuk semua dokumen ini. Setelah ku tanda tangani, maka kau harus ke lantai atas untuk mendapatkan tanda tangan Presdir kita dan setelahnya langsung menyerahkan dokumen ini ke bagian yang dituju di bagian depan ini." ucap Galuh menjelaskan pekerjaan Jingga engan sangat runtut dan mudah difahami. "Terimakasih Pak, akan saya kerjakan dengan sebaik-baiknya." ucap Jingga menjawab. Keluh dan kesal sebenarnya memenuhi benaknya Jingga saat ini, bagaimanapun seingatnya dia diterima disini sebagai salah satu bagian dari staff multimedia, namun yang akan dilakukannya kali ini justru tak lebih dari pekerjaan seorang helpher saja. 'Mungkin karena masa percobaan' gumam Jingga menyemangati dirinya sendiri. Pukul sepuluh pagi ini, dua dokumen sudah ditandatangani oleh Galuh dan itu artinya Jingga harus masuk ke ruangan kerja suaminya untuk meminta tanda tangannya. Jingga berjala
Jingga sudah berjalan di trotoar menunggu bis atau angkutan umum lainnya lewat. Jam kerjanya selesai pukul enam sore. Dengan langkah yang pelan, Jingga terus melangkahkan kakinya di tepian jalan. Di sebelahnya, gedung megah Hankaara Group berdiri kokoh dan sanggup membuat semua mata yang melihatnya langsung menaruh mimpi untuk bisa menjadi bagian dari perusahan bonafide ini. Sebagaimana Jingga, yang dulu juga pernah memiliki mimpi seperti itu. Di masa SMA, Jingga melewati jalanan ini setiap pulang dan pergi sekolah. Suatu hari Jingga bahkan dengan snagat percaya diri mengatakan jika dia bercita-cita untuk menjadi seseorang yang snagat penting di Hankaara Group. Air matanya menetes perlahan mengingat kekonyolannya saat itu. 'kau sudah mendapatkan cita-citamu Jingga!' gumamnya mengasihani diri sendiri. Jingga memang sudah menjadi orang penting di balik Hankaara Group. Karena sebagai isteri pewaris utama Hankaara Group maka posisi Jingga sangatlah